Share

Tujuh

Penulis: Nannys0903
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-21 12:18:49

Mimi sudah menyelesaikan pekerjaanya, ia menghampiri Angel di meja makan. Mengeringkan tangan setelah mencuci piring. 

"Ayo, Non. Pekerjaanku sudah selesai." Mimi mengandeng lengan Angel seperti seorang teman. Angel membulatkan mata. Ia belum pernah di sentuh oleh seorang pelayan. Mimi sadar dengan tatapan istri Antoni. 

"Maaf, Non Tiara." ucapnya sopan. Ia melepaskan tangannya dari lengan Angel. Memberikan jarak dengan majikan.

"Ah, kamu seperti sama orang lain saja. Ayo!" Angel mengandeng Mimi dan tersenyum. Mereka terlihat akrab dan bersahabat.

"Apa kamu sudah lama bekerja di sini?" tanya Angel. Ia harus mendapatkan informasi yang lebih banyak. 

"Lima tahun aku bekerja di sini." Memperlihatkan jari letiknya sebanyak lima.

"Apa kamu betah di sini?" 

"Mau tidak mau harus betah. Karena aku butuh biaya buat keluargaku di kampung." Raut wajah Mimi berubah sedih. Sejak bapaknya meninggal, Mimi yang menjadi tulang punggung keluarga. 

"Kamu tadi lihat tidak, pelayan yang menumpahkan kopi di celana papa?" Angel memelankan suaranya dengan cara berbisik. Menoleh ke kiri dan kanan.

"Itu namanya Silvia. Dia pelayan kesayangan Tuan besar Ronald. Non Tiara lupa ya. Kita pernah memergoki mereka di halaman belakang rumah di situ." Mimi menunjukkan pintu yang menempel di belakang rumah. Angel memicingkan matanya. Pintu itu berada di pojok halaman rumah.

"Mereka berdua keluar bersamaan dengan tubuh berkeringat. Entah apa yang mereka lakukan," ucapnya berbisik. Ia melirik kanan dan kiri takut terdengar orang lain. 

"Aku lupa, bantu aku mengingat semuanya," bujuk Tiara. Ia menyandarkan kepalanya ke pundak Mimi. 

"Apa mama tahu hubungan mereka?" 

"Nyonya besar tahu skandal mereka, ia tak pernah marah kepada tuan besar. Seharusnya, nyonya harus mengambil tindakkan. Tapi, tuan besar Ronald pasti membela Silvia." Mengerucutkan bibir kecewa dan geram.

"Berapa kamar yang ada di rumah ini?" 

"Di lantai satu ada enam kamar, di lantai bawah empat kamar pelayan, kamar tuan besar dan tiga kamar tamu." Mimi menghitung kamar dengan jarinya. Suaranya terdengar berbisik.

"Kamu yakin? Tidak ada kamar rahasia." Mereka duduk di bangku panjang dengan pemandangan kolam ikan di depannya. Kolam yang dihiasi taman bunga mawar dan melati.

"Ehm, dulu Non Tiara pernah cerita kalau Nona menemukan sebuah tangga dan di atas tangga itu ada ruangan. Tapi, aku tak pernah menemukannya. Non Tiara selalu rajin membersihkan rumah ini hingga ke sudut yang tak pernah terjangkau." 

"Di mana letak tersebut?" Angel menatap wajah Mimi.

"Aku tak pernah menanyakannya letaknya di mana. Apa mungkin ada di pintu halaman belakang," Mimi berbisik kepada Angel. 

Angel menoleh ke arah pintu tersebut. Pintu itu di lapisi pagar dan terkunci rapat. 

"Mimi, apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga Ronald, mereka aneh dan ...."

"Tak berperasaan," potong Mimi. 

"Kadang Nyonya besar menyiksaku hingga aku mengalami luka setelah itu nyonya besar akan memberi pelayannya uang yang sangat banyak sebagai tutup mulut. Pelayan di sini yang bertahan hanya aku dan Silvia. Lihatlah, Non!" Mimi menarik lengan bajunya. Angel terkejut dengan luka-luka tersebut.

"Apa yang mereka lakukan kepadamu?" ucap Angel dengan geram. Angel memiliki pelayan yang banyak, namun tak pernah menyakiti atau menyiksa mereka. 

Mimi menutup wajahnya dengan tangan, ia menangis. Dadanya sesak, kalau saja ia tak butuh uang. Mimi pasti sudah mengundurkan diri.

"Mimi ... katakan apa yang mereka lakukan kepadamu?" 

Mimi menarik napas dalam,"Nyonya besar yang menyiksaku," Mimi menangis dan Angel memeluk tubuh gadis itu. 

"Mimi ... Ada lagi yang ingin aku tanyakan. Jendela kecil di dapur menembus ke mana."

Mimi menghapus air matanya dengan jarinya. Melipat keningnya.

"Dapur itu sebelumnya ada pintu belakang, lalu Tuan menutup pintu itu setahun yang lalu. Jendela kecil itu tertutup cermin, beberapa minggu yang lalu cermin itu pecah. Memang kenapa?" Mimi menjelaskan dengan detail. Ia menunjukkan letak jendela tersebut. Gudang tempat menyimpan barang-barang berada di samping rumah. 

'Jadi Lelaki itu mengarah ke bagasi mobil. Pantas saja aku tak menemukannya. Jalan itu terselip dengan tembok yang lain. Sehingga tak pernah ada yang melewatinya. Papa menutup pintu dapur dan jalan samping,' ucapnya dalam hati. 

Angel semakin bingung dengan bentuk rumah tua ini. 

"Tidak apa-apa. Hanya saja kemarin ...."

"Apa yang kalian lakukan di sini?" potong wanita berpakain sama dengan Mimi.

"Si-silvia ...." Wajah Mimi berubah pucat. Ia takut Silvia mangadu pada Tuan dan ia akan dipecat. 

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya balik Angel tak mau kalah. Ia bangkit dari duduknya. Melipat tangan mengangkat dagu.

"Aku bebas melakukan apa saja." Silvia terlihat sombong. Bagaikan majikan menguasai wilayah rumah ini. Semua pelayan takut kepadanya. 

Angel membusungkan dadanya dan mengangkat dagu luncipnya."Bebas! Apa gak salah dengar? Hei, kamu itu siapa?" Angel meninggikan nada suaranya. Mimi hanya menonton mereka. Mengerjap berkali-kali mendapat tontonan langkah.

"Kamu!" Silvia kesal dengan nada ucapan Angel yang merendahkannya. 

"Kamu juga siapa? Kamu bukan siapa-siapa." 

"Panggil saya no-na." Angel sengaja mengeja kata tersebut dengan lantang. Kesombongan pelayan melebihi majikannya.

"Aku istrinya Antoni dan kamu harus menghormati saya. Paham! Jangan melarang-larang saya untuk duduk di sini." Angel menarik lengan Mimi untuk melihat kolam ikan. Mimi mengikuti langkah Angel dengan cepat. 

"Tunggu!" Teriak Silvia. Angel menoleh ke arahnya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Saudara Kembar    Ending

    Bab 88"Angel," sapa Tiara dengan suara tegas. Angelica menatap manik kembarannya. Ia bangkit dari duduk yang disediakan oleh petugas polisi untuk para pengunjung. Bagaimana bisa Tiara mengenalnya. "Angel? Aku Angelica." Wanita berparas manis tersenyum tipis. Bibirnya bergetar. Tak mungkin Tiara mengenalinya. Wajahnya saja tak seperti dulu lagi. "Kamu Tara, saudara kembarku. Aku yakin kamu Tara." "Siapa Tara. Siapa Angel?" Angelica berusaha untuk tenang. Ia tak boleh gegabah hingga Tiara curiga mimik wajahnya pasrah. "Tara kembaranku." "Loh, bukankah ia sudah kamu bunuh?" Tiara terdiam, ia ingat kejadian itu tapi penjelasan dari polisi membuat dirinya yakin kalau Angelica adalah Tara. "Ia tidak mati. Saudaraku masih hidup. Aku yakin itu kamu. Kamu adalah Tara." Suara Tiara meninggi, ia mengungkapkan apa yang dilihat dengan matanya sendiri. Walau wajahnya berbeda, ciri-ciri Angelica sama dengan Angel atau Tara. Ketika mereka berada di laut, Tiara merasa tak asing dan dekat d

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Tujuh

    Bab 87Luka Tiara sudah tak terlalu parah. Ia dapat berjalan seperti biasa. Para petugas berjaga di pintu masuk ruang inap Tiara. Mereka tetap mengawasi wanita itu. "Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Angelica menyapa Tiara. Ia membawa boneka beruang berwarna coklat. Tiara dan Lola mendapatkan izin khusus untuk keluar masuk ruangan Tiara. "Baik. Lebih baik." Tiara menyungingkan senyum. Ia menatap boneka di tangan wanita yang mengenakan dress coklat di atas lutut. Rambut panjangnya digerai indah hingga wajahnya semakin memesona. "Boneka ini?" tanya Tiara mengingat momen semasa kecil. Ia suka dengan boneka beruang. Entah ke mana boneka itu. Boneka pemberian almarhum ibunya. "Untukmu. Hanya ada warna ini tak ada yang lain." Tiara mencium aroma boneka berbau rosberry. Aroma yang ia sukai. "Dari mana kamu tahu aku menyukai boneka beruang dengan aroma rosberry?" "Hanya menebak saja. Tipe wanita sepertimu pasti suka boneka." Tiara hanya tersenyum simpul. Ia merasa ada teman dalam deka

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Enam

    Bab 86"Angelica!" panggil Lola melambaikan tangan. Gadis itu senang ketika teman barunya selamat. Angelica meletakkan tangan kanannya di bahu Tiara. Langkah Tiara terseok-seok. "Tolong bantu dia!" ujar Angelica kepada Lola."Ayo Non Tiara kita ke sana!" Tiara memilih diam, ia mengikuti langkah Lola ke sebuah tempat lebih aman. Lola melihat luka bakar Tiara. Ia segera berlari ke mobil dan mengambil kotak P3K. Lola menyobek celana panjang orange Tiara agar bisa melihat luka lebih jelas. "Astaga, lukanya terlihat parah. Kejam sekali pria itu." Tangan Lola mengunting celana panjang Tiara hingga ke paha. Tiara meringis ketika Lola menyentuh luka bakarnya. "Rumah sakit jauh, kita harus mengobatinya lebih dulu." Angelica berdiri dekat Lola, memperhatikan luka Tiara. Ia meringis melihat kulit Tiara melepuh seperti balon. "Aku kasih salep saja. Ini ada salepnya." Tiara tak berkata sepatah katapun. Ia hanya menatap kedua perempuan yang ada dihadapannya. "Ayo Nona kita ke mobil." L

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Lima

    Bab 85 Tubuh Angelica terjun ke dalam laut. Tangan dan kaki bergerak cepat mencari keberadaan sebuah mobil yang mulai tenggelam.Angelica menoleh ke sekitar, melihat bayangan hitam di kedalaman laut. Ia terus berenang menuju ke arah benda yang biasa di gunakan untuk menuju ke tempat lain dalam waktu singkat. "Tiara, bertahanlah!" ucapnya dalam hati. Tangan dan kaki berusaha mengapai mobil itu. Hingga ia berhasil mendekatinya. Angelica melihat isi mobil tak ada Tiara di dalamnya hanya ada bangku kosong tak berpenghuni.Ia melihat ke arah bagasi. Bisa jadi Tiara berada di dalamnya. Tangannya menyentuh pintu yang terbuka sedikit dan masuk ke dalam . Jari menyentuh tombol pembuka bagasi hingga seseorang keluar dari tempat itu. Tiara berusaha untuk berenang ke atas permukaan ketika mendapat cela. Angelica mengikuti tubuh adiknya hingga mereka berhasil muncul ke permukaan. Uhuk! Uhuk! Tiara menatap wanita yang berada dekat dengannya. Ia terkejut Angelica berusaha menolong. Padahal,

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Empat

    Bab 84 Angelica masih berusaha mencari keberadaan adiknya. Ia harus menemukan wanita itu sebelum Seno membunuh. "Ke mana lagi kita Nona?" tanya supir yang mengemudi di depan mereka. Sejak tadi hanya berkeliling saja tanpa tujuan jelas. "Jalan saja terus. Ikuti jalan ini hingga ke atas." Hanya ada satu jalan saja. "Baik, Nona." Pohon-pohon menjulang tinggi, jalan becek akibat hujan semalam. Tak ada rumah yang tinggal di daerah itu. Angelica dan Lola masih menatap jalan sekitar. Di kejauhan, Lola melihat sebuah mobil di antara pepohonan. Walau tak jelas benda itu berjalan menuju arah atas. "Lihat itu!" Tunjuk jari Lola. "Pak, kejar dia!" Jalan tanah dan bebatuan membuat kendaraan sulit untuk melaju. Kecepatan tak bisa ditambah lagi. Situasi dan keadaan tak mendukung. "Apa tak bisa cepat?" omel Angelica tak sabaran karena mobil Seno sudah tak terlihat. "Tidak bisa Nona. Jalannya hancur." Angelica hanya pasrah. Ia berpikir ke mana Seno membawa adiknya itu. "Seno pasti membawan

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Tiga

    Bab 83 Setelah Angelica bekerja sama dengan polisi mencari mobil milik Seno. Mereka semua mencari keberadaan mobil itu dengan bantuan para polisi daerah lain terutama polisi lalu lintas. Angelica dan Lola mengikuti para polisi di belakangnya. "Kayaknya kita lewat jalan biasa saja jangan jalan tol. Aku yakin Seno tak lewat situ." "Tapi, para petugas bilang Seno menuju ujung kota." Lola menimpali ucapan Angelica. "Gak semua CCTV terpasang di jalan. Kita jalan lewat biasa saja, Pak," ucap Angelica kepada supir. "Kenapa kamu gak bawa anak buah?" "Gak mungkin aku bawa mereka sedangkan aku masih tahap penyamaran. Mereka gak akan kenal wajahku." "Itulah manusia kalau terfokus dengan dendam," sindir Lola. "Memangnya kamu tak dendam dengan adikku?" "Aku biasa saja. Karena aku tahu dendam itu akan membuat petaka." Angelica merasa tersindir. Sejak pertama penyamaran hingga sekarang hatinya penuh dengan dendam. "Bagaimana kamu bisa memaafkan mereka?""Biarkan saja karma yang akan memb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status