"Tunggu, kalian mau ke mana?" teriak Silvia mencegah langkah mereka agar tak mengelilingi halaman belakang selebar lapangan bola. "Ada apa lagi? Menganggu saja!" sungut Angel. Ia melipat tangan di dada.. Pelayan tak tahu diri masih saja tak pergi. "Ka-kalian tidak boleh ke sana!" Silvia terlihat gelagapan. Sebutir keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi putih nan mulus. Hati Silvia was-was dan cemas. "Mengapa? Aku ingin lihat kolam ikan itu." Angel menyadari sesuatu telah dirahasiakan dekat kolam ikan dengan jembatan kecil sebagai hiasan. dan beberapa bunga juga ada di sana. "Tidak boleh! Itu perintah tuan besar." Silvia melirik kolam ikan. Wajahnya gusar terlihat seperti maling yang tertangkap basah. Angel menatap curiga.'Ada yang ia sembunyikan, aku yakin itu.' Monolog dalam hati. Angel tak memedulikan teriakan Silvia, wajah cantiknya menatap rendah. Pelayan itu berlari ke arah Angel merasa tak dihargai. "Nona, Anda harus pergi dari sini dan kembalilah ke kamar." "Hei
Pembalasan Saudara Kembar (Tiara) "Tiara, tangkap ini. Bunuh dia!" Mama mertua melemparkan kayu kepada Angel. Angel menerimanya, ia melayangkan kayu tersebut ke arah wajah Silvia. Pelayan itu juga meraih batu besar dekat dengan dirinya."Non Tiara!" pekik Mimi. Ia mendorong tubuh Angel hingga terjatuh ke samping. Silvia sudah sangat marah, ia memukul kepala Mimi hingga berdarah. Mimi tak mau Tiara terluka, dan ia tak mau Tiara masuk penjara karena membunuh Silvia. Hanya Tiara yang mau berteman dan bercerita dengannya. Mimi sangat menyayangi wanita itu. Silvia terus memukul kepala Mimi. Angel menahan tangan pelayan jahat itu. Merebut batu tersebut dan membuangnya. Silvia mendorong tubuh Mimi, namun pelayan itu masih sadar dan menahan tubuh Silvia agar tak menyakiti Tiara. "Hentikan!" teriak papa mertua. Tubuh Mimi terbaring di tanah, Silvia mendorong tubuhnya. Pandangan Mimi berubah gelap dan ia memejamkan matanya. "Mimi ...." Angel menatap wajah Mimi yang tertutup cairan merah.
"Tidak bisa, Pa! Pelayan itu telah melukai Mimi. Ia harus dipenjara." ancam Angel. Silvia terkejut mendengar penuturan kata Angel. Matanya melotot ke arahnya. Silvia hendak pergi, tetapi tangan lain menahan lengannya, menatap manik mata hitam yang selalu dirindukan olehnya. "Tidak! Aku tak setuju membawa Silvia ke kantor polisi. Bawa saja Mimi ke rumah sakit." tolak papa Ronald. "Tuan ...," panggil Silvia dengan lirih. Wajah papa mertua sudah pucat. Ia tak mau berhubungan dengan polisi. "Kamu harus bertanggung jawab!" Antoni menghubungi pihak kepolisaan. "Tidak! Tuan. Aku tak bersalah. Ini fitnah. Tuan besar Ronald, bantu saya." Silvia menyentuh lembut lengan papa mertua. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Menghembuskan napas panjang. Rebeca tersenyum kemenangan, wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya akan dipenjara.'Bagus, kalau kamu dipenjara,' ucap mama mertua dalam hati berbahagia. Setidaknya tak ada suara desahan atau bau aroma percintaan mereka di samping kamar utama mi
Pembalasan Saudara Kembar ( Tiara )"Benar dugaanku, samping kamarku ada ruangan lain yang terletak di lantai 1. Pintu tersebut berada di samping gudang persis dengan apa yang dikatakan Mimi. Posisi di bawahku adalah dapur dan jendela yang pernah aku lihat mengarah ke ruangan samping. Tapi bagaimana cara ke sana." Gusar itu yang dirasakan Angel. "Apa yang terjadi? Apa wanita itu sudah mati?" Jantungnya bergemuruh, ia tak ingin melihat darah lagi hari ini. Tadi siang adalah hari terburuknya. Melihat Mimi tergeletak di tanah dengan noda merah melekat di kepala. "Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan wanita itu."Perasaannya gusar dan tak bisa tenang, menutup mata agar semua pikirannya kembali ke semula seolah-olah semua baik-baik saja. Angel memilih memejamkan mata ketika mendengar suara-suara aneh dari samping kamarnya. Membuang semua pikiran hingga suara itu tak terdengar kembali. Keesokan paginya Angel berniat untuk menjenguk Mimi. Ia ingin tahu keadaan gadis itu, pelayan yang telah m
Angel menuruni tangga, melangkah perlahan tanpa bersuara sedikitpun. Tak ada cahaya masuk di ruangan itu. Bau pengap dan debu yang tebal tercium menusuk penciuman. Angel turun hingga sampai paling bawah. Sebuah pintu hitam bertulisan dan bergambar mobil balap terlihat di kayu pintu. Angel mengusap debu di papan tersebut dan membaca tulisan hingga terlihat jelas. Karena penerangan ruangan yang sedikit gelap, ia menajamkan matanya. Perlahan menyentuh papan ukiran tersebut. Mengeja huruf satu persatu. "BEAN ROOM sepertinya ini kamar," lirihnya pelan. Ia juga mencium sesuatu yang amis. Mengibas-ngibas tangannya ke hidungnya dan menggaruk pelan.Angel menempelkan telinganya ke pintu, memastikan apa ada orang di dalam. Sunyi tak ada pergerakkan sekalipun. Ia memutar knop pintu perlahan. "Terkunci," ucapnya pelan. Ia menoleh ketika melihat bayangan hitam berdiri di pojok bawah tangga. Ia terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Menahan suara agar tak berteriak.Tubuhnya bergetar h
Angel hendak pulang ke rumah. Namun ia urungkan, ingin berjalan-jalan ke taman kota. Rasa bosan dan frustasi membuat pikirannya menjadi tak karuan. Masalah dan misteri di dalam rumah Antoni menjadi dirinya tak fokus. "Lebih baik aku jalan-jalan ke Kota. Melihat keindahan langit," lirihnya dalam taksi. Angel memberitahukan tujuan perjalanan kepada supir taksi."Taman Kota, Pak." "Baik, Non." Suasana kota yang hiruk pikuk, dan asap kendaraan yang keluar dari knalpot kendaraan lain membuat polusi udara semakin parah. Hawa panas sinar matahari seolah-olah membakar kulit. Angel menatap keluar jendela menikmati keindahan kota. Hingga taksi sampai ke tempat tujuan. Angel duduk di bawah pohon sambil memakan es krim yogurt. "Indah sekali pemandangannya." Angel memejamkan mata sejenak. Ia bangkit dari duduknya dan menelusuri taman kota."Itu bukannya adiknya Antoni?" lirihnya pelan. Ia mendekati lelaki yang duduk dan memainkan jarinya di atas kertas. Angel mengintip gambar yang telah dibua
Angel membawa paket itu ke dalam kamar. Membuka paket itu dengan mengunting bungkus plastik tersebut. Plastik hitam kecil dan di dalam bungkus itu sebuah kotak kecil. Senyum terukir di bibirnya. "Bagus, akhirnya aku bisa mengetahui rahasia di balik pintu itu." Benda besi serba guna, dengan alat itu ia bisa membuka apa saja yang ada di rumah ini. Angel memesan khusus hanya untuk darinya. Apa saja bisa didapatkan asal ada uang. Barang-barang yang diinginkan Angel pasti tercapai. Hingga ke ujung dunia para anak buahnya akan mencari. Mereka tak ingin mengecewakan bosnya. Angel bukan penjahat atau mafia. Ia berniat menolong orang yang mengalami masalah. Walaupun, Angel anak angkat ia memiliki warisan yang berlimpah dan sangat fantastic. Angel memikirkan rencana untuk hari ini. "Aldo, aku akan mendekatinya." Semua penghuni rumah ini akan Angel dekati tanpa kecuali. Angel hanya bisa mendekati Mimi. Angel keluar kamar mendengar suara Aldo yang sedang menyanyi di kamar samping kamar
"Bean! Siapa Bean?" Aldo mengingat-ingat nama itu. "Sepertinya pernah dengar, tapi di mana ya." Aldo mengingat-ingat siapa pemilik nama itu. "Oh, Bean? Siapa ya?" Aldo masih berusaha mengingatnya. Otaknya tak sampai ke pemiliknya. "Coba kamu ingat lagi. Mungkin ada saudara, sepupu atau keluarga yang lain yang pernah tinggal di sini. "Angel memelankan suaranya dan berhati-hati dengan ucapannya."Aku tak tahu. Papa dan mama tak memiliki saudara atau keluarga di sini. Mereka tak pernah datang atau saling menanyakan kabar. Entah mengapa aku tak mengerti. Pernah, berjumpa dengan sepupuku di sekolah. Kami satu sekolah, setelah melihatku ia seperti ketakutan. Tak berapa lama lagi, ia pindah ke sekolah.""Mengapa bisa begitu? memangnya apa yang ditakutkan mereka?" "Aku tak tahu. Mungkin papa yang telah membuat ulah." Aldo terkekeh mengingat kejadian sewaktu dulu. Ronald tak pernah memaafkan orang lain yang telah menyenggol