Share

Delapan

"Tunggu, kalian mau ke mana?" teriak Silvia mencegah langkah mereka agar tak mengelilingi halaman belakang selebar lapangan bola.

"Ada apa lagi? Menganggu saja!" sungut Angel. Ia melipat tangan di dada.. Pelayan tak tahu diri masih saja tak pergi.

"Ka-kalian tidak boleh ke sana!" Silvia terlihat gelagapan. Sebutir keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi putih nan mulus. Hati Silvia was-was dan cemas.

 

"Mengapa? Aku ingin lihat kolam ikan itu." Angel menyadari sesuatu telah dirahasiakan dekat kolam ikan dengan jembatan kecil sebagai hiasan. dan beberapa bunga juga ada di sana.

"Tidak boleh! Itu perintah tuan besar." Silvia melirik kolam ikan. Wajahnya gusar terlihat seperti maling yang tertangkap basah.

Angel menatap curiga.'Ada yang ia sembunyikan, aku yakin itu.' Monolog dalam hati.

Angel tak memedulikan teriakan Silvia, wajah cantiknya menatap rendah. Pelayan itu berlari ke arah Angel merasa tak dihargai.

"Nona, Anda harus pergi dari sini dan kembalilah ke kamar."

"Hei, kamu siapa menyuruh aku pergi. Kamu saja yang pergi dari sini."

Tatapan Angel tajam, seorang pelayan bersikap bagikan majikan.

Silvia tak bisa menahan diri menghampiri istri anak majikannya. Tangan lentik dan halus menjambak rambut Angel kasar.

"Argh! Kurang ajar!"

Angel membalas jambakan tersebut,melayangkan tangan ke arah pipi Silvia dan memukul dada gadis simpanan mertua Tiara. Mereka saling membalas dan berguling di atas tanah. Umpatan dan makian mereka lontarkan. 

"Argh!"

Mereka saling memaki tak peduli siapa dia dan siapa saya. Rasa marah dan emosi sudah sampai ke ujung kepala.

Wajah mereka mengalami memar dan luka cakar. Rambut acak-acakan. Helaian rambut berterbangan. Angel tak mau kalah dengan Silvia. Pelayan itu sangat kuat dan kasar. 

Baju mereka menjadi robek dan kotor. Mimi tak bisa melerai mereka. Ia mencoba memisahkan mereka, namun wajahnya menjadi sasaran.

Mimi, berlari ke dalam rumah meminta pertolongan. Ia menghampiri kamar majikannya. 

"Tuan, Nyonya!" Mimi berteriak dan mengetuk pintu kamar majikannya. Dadanya berguncang matanya menatap ke arah depan.

"Ada apa kamu teriak-teriak! Berisik sekali!" maki mama mertua Tiara. Ia sedang memakai masker hitam di wajahnya agar kulit kencang dan halus.

"N-Non Tiara dan Sil-silvi berkelahi." Jantung Mimi berdegup kencang. Ia tak berani menatap majikannya. Suhu badan dingin seperti es.

"Apa! Berkelahi!" Mama mertua--Rebeca tersenyum sinis. 

"Biarkan saja!" Rebeca kembali masuk ke dalam mengacuhkan Mimi.

"Nyonya! Tolong pisahkan mereka, kasihan non Tiara." Mimi menahan pintu dengan tangannya. Rebeca terdiam, ia tak mau melihat Antoni marah. Dengan berat hati melangkahkan kaki ke luar rumah. Mimi menunjukkan jalan ke halaman belakang. 

Mama mertua hanya terdiam melihat pemandangan tersebut.'Tiara ternyata liar juga,' lirihnya dalam hati bersorak gembira.

"Nyonya, kita pisahkan mereka." Mimi panik, keadaan Angel berantakan dan kotor.

"Biarkan dulu, kita lihat siapa yang lebih unggul." Wajah Rebeca terlihat sumringah. Seperti menonton pertandingan gulat via live. Ia mendukung menantunya menghajar pelakor. Setidaknya sebagian bentuk kebencian di hati pada pelakor tersebut.

Mimi meremas jarinya, ia takut Tiara terluka. Mengambil gawainya dalam saku celana dan menghubungi Antoni. 

"Hajar Tiara! Mama dukung. Bunuh dia!" teriak Rebeca. Ia tak bisa melawan Silvia karena suaminya mengancam akan menceraikannya. Rebeca tak mau hidup miskin. 

Silvia sudah lelah, tubuhnya tak kuat lagi melawan Angel. Ia berada di posisi bawah, Tiara naik ke atas tubuhnya dengan wajah penuh cakaran. 

"Tiara, tangkap ini. Bunuh dia!" Mama mertua melemparkan kayu kepada Angel. Angel menerimanya, ia melayangkan kayu tersebut ke arah wajah Silvia. Pelayan itu juga meraih batu besar dekat dengan dirinya. Mereka bersiap untuk saling membunuh.

"Non Tiara!" 

****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yunita Nita
ceritanya seru..
goodnovel comment avatar
Sefni Jo
sangat menarik...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status