Share

Selalu Ribut

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-23 20:03:36

Semua menoleh ke pintu ada Farida anak kedua Pak Umar dan Bu Tari. Semua tampak terdiam.

"Ada apa ini?" tanya Farida sambil satu persatu orang yang ada di ruangan ini.

"Biasa Rida, Mas Farhan ribut dengan Liqa. Liqa tidak pernah mau mendengar kata-kata ayahnya." Rosita bercerita pada Farida, supaya Farida membelanya.

"Oh," jawab Farida. Farida ini sikapnya susah ditebak. Ia seperti bunglon. Terkadang ia membela Farhan dan Rosita, tapi kadang-kadang juga membela Liqa.

"Yang sabar ya, Mbak? Memang seperti itu wataknya Liqa, keras seperti ayahnya. Tapi wajar sih kalau Liqa seperti itu. Siapa juga yang tidak sakit hati kalau tahu ayahnya selingkuh dengan sepupu ibunya, kemudian menikahinya," kata Farida dengan tenang.

Rosita tampak melotot, mukanya merah padam. Ia pikir Farida berada dipihaknya, ternyata malah berseberangan dengannya.

"Bahkan sang nyonya rumah sampai terusir dari istananya sendiri. Yang lebih mencengangkan, orang terdekatnya yang menguasai rumah dan suaminya." Farida berkata dengan tenang, membuat Rosita semakin merah padam mukanya.

"Pulang, Mas. Kita disini tidak dihargai," kata Rosita sambil berusaha menarik tangan suaminya.

"Bagaimana orang mau menghargai kamu, kamu sendiri tidak bisa menghargai orang lain," kata Bu Tari.

Rosita semakin terjepit, ia merasa kalau semua orang mulai menyerangnya. Ia pun menarik tangan Farhan. Akhirnya Farhan dan Rosita pulang.

"Ratu drama! Liqa, bisa nggak sih kamu itu tidak melawan ayahmu? Setiap ayahmu kesini selalu ribut sama kamu. Kamu nggak kasihan dengan Kakek dan Nenek?" tanya Farida pada Liqa.

Liqa hanya terdiam, kemudian berjalan masuk ke kamarnya. Ingin ia menangis, tapi semua ditahannya. Ia tidak mau menangis karena ayahnya.

"Liqa! Eh dasar anak gak tahu sopan santun, diajak bicara kok malah pergi," teriak Farida.

"Mau sampai kapan Liqa itu menyusahkan Bapak dan Ibu? Aku heran, setiap Mas Farhan kesini, selalu ribut dengan anaknya. Ayah dan anak sama-sama keras kepala, tidak ada yang mau mengalah." kata Farida. Mereka hanya bertiga ada di ruang keluarga ini, karena Liqa tadi langsung masuk ke kamarnya.

Pak Umar dan Bu Tari hanya diam saja, malas mengomentari ucapan Farida. Karena pasti Farida akan terus menyalahkan mereka.

"Aku tuh kasihan sama Bapak dan Ibu, sudah tua tapi masih saja pusing memikirkan cucunya. Bu, suruh saja Liqa tinggal dengan Mas Farhan. Kalau enggak, suruh Liqa menyusul ibunya jadi TKW." Farida melanjutkan berbicara, berusaha memprovokasi orang tuanya supaya mengusir Liqa dari rumah ini.

"Farida, kalau kamu kesini hanya mau menceramahi Bapak, mending pulang saja," sahut Pak Umar. Tampak perasaan yang sangat kecewa di wajah keriputnya.

Semenjak ada Liqa disini, hidup Pak Umar dan Bu Tari menjadi lebih berwarna. Ada yang membuat suasana rumah menjadi ceria. Karena selama ini pasangan suami istri itu hanya hidup berdua saja. Ketiga anak mereka jarang berkunjung kesini, tentu saja dengan alasan yang sangat klasik, yaitu sibuk.

Anak bungsu Pak Umar bernama Fahrul, ia juga jarang mengunjungi orang tuanya Apalagi mereka tinggal di kota yang berbeda, walaupun jarak tempuh hanya sekitar dua jam saja.

"Pak, seharusnya Bapak dan Ibu hidup tenang, memperbanyak ibadah, selalu berpikir positif biar selalu sehat." Farida berkata lagi, menceramahi orang tuanya.

"Seharusnya kamu yang memperbanyak ibadah dan sering ikut pengajian. Jangan hanya memikirkan duniawi saja," celetuk Bu Tari. Ia juga mulai kesal dengan ucapan anaknya itu.

Farida tersentak mendengar ucapan ibunya. Perempuan beranak dua itu tampak kesal karena Bu Tari malah menyindirnya. Kemudian Farida mulai mengalihkan pembicaraan.

"Lulus SMA Liqa mau ngapain?" tanya Farida.

"Dia mau kuliah." Bu Tari berkata dengan bangga.

"Kuliah itu mahal, siapa yang mau membiayai. Apa Bapak dan Ibu sanggup membiayainya? Kenapa nggak disuruh menikah saja atau suruh Mas Farhan membiayai anaknya. Jadi nggak merepotkan Bapak dan Ibu. Orang tua nggak bertanggung jawab, punya anak kok malah dititipkan. Sedangkan ia malah asyik hidup dengan perempuan penjilat itu." Farida masih saja ngotot. Ia berkata dengan berapi-api untuk memprovokasi orang tuanya.

"Kamu nggak usah repot-repot memikirkannya. Liqa nggak bakal minta uang sama kamu." Bu Tari berkata dengan sangat kesal.

Tanpa mereka sadari, Liqa mendengarkan semua ucapan mereka. Hatinya sangat sakit mendengar kata-kata tantenya itu. Entah kenapa semenjak ia tinggal disini, tantenya itu tidak pernah menunjukkan sikap yang bersahabat, selalu saja memusuhi Liqa. Kemudian Liqa muncul di hadapan Farida

"Jangan khawatir, Te. Liqa nggak akan merepotkan Kakek dan Nenek. Liqa mampu membiayai hidup Liqa sendiri. Masih ada Ibu yang menghidupi Liqa, yang rutin mengirimkan uang untuk keperluan Liqa dan Aksa." Liqa berkata dengan tenang, walaupun dalam hatinya emosi mulai berkecamuk dan siap untuk dimuntahkan. Tapi ia masih berusaha tenang, demi menghormati Kakek dan neneknya.

"Kalau mampu, kenapa masih tinggal disini?" cibir Farida sambil menatap Liqa dengan tatapan penuh intimidasi. Kali ini Liqa tidak takut, ia pun menatap tajam pada Farida.

"Sebelum Kakek atau Nenek mengusir Liqa, Liqa masih akan tinggal disini." Liqa berkata dengan tegas.

Pak Umar dan Bu Tari tersenyum mendengar kata-kata Liqa. Mereka sangat menyayangi Liqa dan Aksa, bahkan sang kakek sudah menyiapkan tabungan untuk Liqa dan Aksa kuliah nanti.

Farida menjadi sangat kesal dengan ucapan Liqa. Ia merasa kalau keponakannya itu mulai berani melawannya, karena selalu dibela Pak Umar dan Bu Tari.

"Farida, kenapa kamu membenci Liqa. Dia itu keponakanmu. Bapak lihat, ia juga nggak pernah merecoki segala urusanmu," kata Pak Umar.

"Aku tidak membencinya, Pak. Hanya saja tidak suka dengan keberadaannya di rumah ini. Merepotkan Bapak dan Ibu." Farida masih membela diri dihadapan orang tuanya. Padahal ada maksud tertentu dalam diri Farida.

"Kami tidak merasa direpotkan, justru karena ada Liqa, Bapak dan Ibu senang. Karena ada yang mengurus kami. Ada yang selalu kami mintai tolong dan kami suruh-suruh. Kamu tidak setiap hari ada disini." Pak Umar menjelaskan pada Farida.

"Aku kan punya keluarga yang mesti aku urus juga." Ucapan Farida mulai meninggi intonasinya.

"Makanya itu, kamu harus bersyukur ada Liqa disini. Jadi kamu nggak repot-repot mengurus kami. Kamu kan sibuk dengan urusanmu sendiri." Pak Umar berusaha meredam emosi anak perempuan satu-satunya itu.

"Bukankah kamu kesini kalau sedang ada butuh saja?" sindir Bu Tari yang sudah mulai kesal juga dengan ucapan Farida. Liqa tersenyum mendengar ucapan neneknya.

"Sekarang kamu butuh apa? Uang? Berapa?" selidik Pak Umar.

Farida hanya terdiam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Ending

    Farida terdiam mendengar kata-kata Liqa, tapi ia masih penasaran dengan keluarga Keenan.Tiba-tiba muncul Keenan, ia mendengar Liqa berkata dengan suara yang agak keras. Ia khawatir jika Liqa sedang marah. Ia pun mendekati Liqa, yang tampak terengah-engah karena berbicara panjang lebar.“Sabar, Sayang,” bisik Keenan. Mata Liqa sudah berkaca-kaca, ia sudah sangat kesal dengan Farida.“Ajak Liqa masuk ke kamar, biar dia tenang,” kata Sari pada Keenan.“Ayo Sayang,” ajak Keenan sambil menggandeng tangan Liqa. Mereka berdua berjalan menuju ke kamar.Sampai di kamar Liqa langsung menangis tersedu-sedu.“Kenapa Tante Farida sangat jahat pada Liqa dan Ibu? Selalu saja menghina dan mengejek kami. Nanti kalau aku buka semua aib suaminya, bisa stroke dia.” Liqa berkata dengan pelan.“Aib suaminya? Om Hendri?”Liqa mengangguk. Dengan perlahan Liqa menceritakan tentang Hendri. Ketika dulu Hendri mendekati Sari. Keenan mendengarkan dengan seksama, walaupun ia sangat terkejut dengan fakta yang ia d

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Keluarga Terpandang

    Terdengar suara orang mengucapkan salam, Hendri dan Liqa langsung menoleh ke arah pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Liqa, ia tidak terkejut karena ia hafal betul suara itu. Hendri sangat terperanjat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Farhan. Ia tak kalah syoknya melihat Hendri ada disini.“Kok kamu ada disini, memangnya pernah kesini ya, dengan siapa? Farida mana?” Farhan memberondong Hendri dengan beberapa pertanyaan. Farhan baru saja pulang dari menemui Rosita, diantar oleh Aksa.“Aku memang pernah kesini, mengunjungi Liqa. Farida sedang bertemu dengan teman-temannya.” Hendri menjawab pertanyaan Farhan. Ia merasa heran dengan kehadiran Farhan disini, apalagi ini rumahnya Sari. Ia ingin bertanya, tapi takut nanti malah menjadi bumerang bagi dirinya.Farhan merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Hendri, ia pun menemani Hendri ngobrol. Kesempatan ini dimanfaatkan Liqa untuk masuk ke dalam.“Kok Hendri kamu tinggal?” tanya Pak Umar.“Ayah sudah pulang, biar ngobrol sama Ayah s

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Kedatangan Hendri

    “Apa kabar Rosita,” sapa Farhan ketika mengunjungi Rosita di rumah Citra, sehari setelah Liqa menikah. Rosita dan Yana yang sedang duduk tampak kaget dengan kedatangan Farhan. Farhan datang kesini diantar oleh Aksa.“Mas Farhan.” Dengan terbata-bata Rosita memanggil nama Farhan. Farhan tampak tersenyum, walaupun dalam hatinya ia sangat terkejut melihat kondisi Rosita dan Yana. Farhan duduk di kursi yang ada di kamar itu.“Aku kesini karena Melia bercerita padaku kemarin. O ya, kemarin Liqa sudah menikah. Alhamdulillah, anak yang dulu selalu kamu anggap musuh ternyata malah bisa membanggakan orang tuanya. Aku juga bangga dengan Melia, sejak ia putus komunikasi denganmu, jalan hidupnya menjadi terarah. Lihatlah Melia sekarang, ia menjadi anak yang berbakti dan penurut. Ia menuruti semua kata-kataku, akhirnya ia bisa selesai kuliah dan bekerja.” Farhan berkata dengan bangga.Rosita hanya terdiam.“Liqa menikah? Kapan pestanya? Kenapa Sari tidak mengundangku?” Yana yang mengomentari ucapa

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Menikah

    "Kenapa sekarang? Bukankah rencananya hari Minggu?" protes Liqa. Ia tetap berusaha tersenyum, karena semua mata tertuju padanya."Lebih cepat lebih baik, Mbak," celetuk Aksa."Pantas saja, semua kok hadir disini," gumam Liqa. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Kaget, shock, terharu atau bahagia, semua menjadi satu. Akhirnya sampai juga di meja yang sudah disediakan. Sudah ada Keenan yang tampak gagah mengenakan jas berwarna gelap. Juga penghulu dan dua orang saksi. Irwan sebagai saksi dari Liqa dan papanya Salsa sebagai saksi dari pihak Keenan.Liqa pun duduk disamping Keenan. Keenan tampak tersenyum bahagia melihat Liqa yang sangat cantik hari ini. Acara pun dimulai, Farhan sempat meneteskan air mata sebelum menikahkan Liqa. Ia sangat terharu melihat Liqa yang sebentar lagi akan istri orang. Anak yang pernah ia abaikan ternyata bisa menjadi seperti sekarang ini.Dengan lancar, Keenan mengucapkan ijab kabul. Setelah saksi berkata sah, semua yang hadir tampak lega. Dilanjutk

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Wisuda

    “Seperti dulu yang pernah ia lakukan pada Ibu. Dia mencoba untuk merayu Ibu dengan iming-iming materi. Itulah sebabnya kenapa kita dulu beberapa kali pindah kontrakan, karena untuk menghindari Om Hendri.” Sari berkata dengan pelan.Liqa merasa syok mendengar kata-kata yang terucap dari mulut ibunya. Walaupun ia sudah mengira kalau Hendri akan melakukan itu.“Apakah dulu Tante Farida tahu?” “Enggak. Makanya sebelum ia tahu, Ibu berusaha untuk pindah. Sampai akhirnya Ibu memutuskan untuk menjadi TKW. Selain karena Ibu butuh biaya untuk kehidupan kita, alasan lainnya juga untuk menghindari gangguan Om Hendri.”“Kenapa jadi janda selalu dipandang sebelah mata ya?” lanjut Sari dengan mata berkaca-kaca. Hatinya sangat sedih, karena sepanjang hidupnya sering dipenuhi dengan air mata. Liqa memeluk erat ibunya.“Biarlah orang memandang Ibu dengan sebelah mata. Yang penting kita baik di mata Allah. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Liqa pernah mengalaminya, Bu. Penghinaan dan ejekan dari

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Tawaran

    “Maaf, sebenarnya apa maumu?” tanya Sari, ia memberanikan diri untuk menatap Hendri. Hendri sangat senang melihat Sari menatap dirinya, ia pun tersenyum menggoda, membuat Sari merasa jijik dengan Hendri.Sari merasa heran, kenapa Hendri selalu tahu dimana Sari berada? Bukankah jarak kota tempat Hendri tinggal sangat jauh dengan kota dimana Sari berada? Apakah Farida tidak merasa curiga ketika suaminya sering pergi ke kota? Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dipikiran Sari.“Seperti yang aku bilang tadi, aku hanya ingin membantu meringankan bebanmu.” “Aku tidak merasa terbebani dengan jualanku ini. Tidak perlu mengasihaniku.”“Jangan angkuh seperti itu. Bagaimanapun juga seorang perempuan itu akan butuh laki-laki sebagai pelindung. Aku siap untuk melindungi mu.”Sari sudah dapat menebak apa yang ada di pikiran Hendri.“Hendri, kamu itu sudah memiliki istri. Lindungilah keluargamu sendiri. Untuk saat ini aku bisa melindungi diriku sendiri.”Hendri tersenyum.“Nggak usah malu-malu, Sari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status