Share

3. Apa Aku Perlu Membuktikannya?

Seharusnya Leon mengendalikan situasi. Menggoda Natasha dengan ciuman dan sentuhannya. Tapi sialnya Leon tidak memprediksi reaksi tubuhnya. Pria itu jadi begitu menginginkan Natasha. Gairah liar yang muncul dalam tubuhnya membuat tubuh bagian bawahnya mulai mendesak.

Namun sebelum Leon melanjutkan cumbuannya, Natasha mendorongnya. Sehingga ciuman mereka terlepas. Wanita itu melayangkan tamparan ke pipi kiri Leon dengan begitu keras. Membuat pria itu bisa merasakan pipinya berdenyut panas karena tamparan Natasha.

“Apakah bagimu sangat menyenangkan memainkan permainan ini?” geram Natasha.

Leon tersenyum sinis. Kemudian dia menoleh melihat Natasha. Pria itu hendak membalas ucapan Natasha. Tapi seketika kerongkongannya kering saat tatapannya tertuju pada mata Natasha. Pasalnya mata hijau wanita itu diselimuti air mata. 

“Sangat menyenangkan. Bukankah kau dulu juga sangat suka permainan ‘menyakiti orang lain dengan kata-kata’? Sedangkan aku, lebih suka tindakan daripada kata-kata.” Leon berusaha tidak mempedulikan air mata wanita itu.

“Aku katakan padamu, Bocah balon. Aku bukanlah barang yang bisa kau miliki saat kau menginginkannya. Karena itu jangan lagi menganggap aku adalah milikmu.” Natasha mengepalkan kedua tangannya berusaha mengendalikan emosinya. Wanita itu tidak pernah sekacau ini. Biasanya dia bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Tapi berhadapan dengan Leon, seakan kemampuannya lenyap.

“Bagaimana jika aku tidak mau? Apa yang akan kau lakukan, Natasha?” tantang Leon.

“Aku akan melaporkanmu atas tuduhan pelecehan. Aku tidak akan segan, Bocah balon. Kamu sudah menancapkan cakarmu di punggung singa betina, maka kau akan tahu akibatnya.” Ancam Natasha dengan suara dingin.

“Singa betina? Aku suka dengan perumpamaan itu, Natasha. Kau memang cocok mendapatkan julukan singa betina. Mulut menyembunyikan taring yang sangat berbahaya. Aku jadi penasaran bagaimana rasanya bercinta denganmu di atas ranjang. Apakah kau juga akan liar saat aku mencumbumu?”

“Kau…” 

Natasha melayangkan tangannya untuk menampar Leon kembali. Namun kali ini Leon berhasil menahan tangan wanita itu.

“Kau bisa menamparku satu kali, tapi tidak untuk kedua kalinya, Natasha.”

“Lepaskan tanganku.” Natasha meronta berusaha membebaskan tangannya dari cengkraman Leon.

“Memohonlah padaku. Aku akan melepaskan tanganmu.”

“Tidak akan.” Natasha melayangkan tatapan tajamnya kearah Leon.

“Mana mungkin wanita dengan harga diri tinggi mau memohon pada orang lain. Benar bukan, Natasha? Tapi apa kau tahu, aku tidak masalah jika harus menggenggam tanganmu semalaman. Aku bahkan berpikir akan menarikmu pergi ke rumahku. Apa kau tahu apa yang kupikirkan, Natasha?”

“Aku tidak peduli dan tidak mau tahu. Aku akan berteriak meminta tolong agar polisi datang menangkapmu.”

“Laporkan saja. Aku yakin mereka akan takut padaku.” 

“Apa kau sedang mencoba menggertakku? Kau pikir aku anak kecil yang akan percaya pada kata-katamu?” ucap Natasha tidak percaya.

“Apa aku perlu membuktikannya?”

Natasha terdiam. Dia tidak ingin membuat masalah ini menjadi besar. Wanita itu hanya ingin terlepas dari Leon. 

“Aku… aku mohon lepaskan tanganku.” Natasha membuat muka merasa harga dirinya jatuh dari tempat yang tinggi.

“Kau belum menyebutkan namaku. Apakah kau tidak pernah diajari memohon dengan benar?”

Wanita itu memejamkan matanya menahan amarah dalam dirinya. Dia ingin kabur dari Leon secepat mungkin. Akhirnya dia membuka matanya dan bersiap melakukan sesuatu yang sangat tidak disukainya.

“Aku mohon lepaskan tanganku, Leon.”

“Itu baru anak baik.” Sesuai dengan janjinya, Leon melepaskan tangannya.

Segera Natasha melangkah pergi meninggalkan Leon. Dia membuka pintu area toilet.

“Sampai jumpa besok, Moy lev.

Natasha tidak peduli dengan ucapan Leon. Dia bahkan tidak peduli dengan panggilan khusus yang diucapkan Leon. Moy lev memiliki artinya ‘Singaku’. Sepertinya Leon sudah menentukan panggilan khusus untuk wanita itu.

* * * * *

Mobil Viktor berhenti di depan gedung apartemen Natasha. Dia melihat tunangannya jauh lebih pendiam setelah Leon mengacaukan acara makan malam mereka. Viktor yakin ada sesuatu di antara Natasha dan Leon. Tapi seperti yang dikenalnya, Natasha sangat tertutup. Membuat Viktor tidak bisa mengetahui lebih banyak lagi.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Viktor.

“Tentu saja.”

“Soal laki-laki bernama Leon tadi…”

Natasha memotong ucapan Viktor. “Maafkan aku memotong ucapanmu, Viktor.Tapi aku tidak ingin membahas apapun tentang dia. Ingat perjanjian kita, tidak mengurusi masalah pribadi masing-masing.”

Ekspresi wajah Viktor berubah sedih karena dia masih saja tidak bisa membuka hati wanita itu. “Aku tahu. Aku hanya mengkhawatirkanmu.”

“Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku baik-baik saja. Aku bisa mengatasi masalah leon sendirian.”

Viktor menghela nafas berat. “Baiklah jika kau berkata seperti itu. Aku akan mengirimkan waktu dan lokasinya saat kau akan bertemu dengan Mom.”

Natasha menganggukkan kepalanya. “Selamat malam, Viktor.”

“Selamat malam, Natasha.” Viktor melambaikan tangan ke arah pria itu.

Wanita itu membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang untuk menatap Viktor. Wanita itu terus berjalan hingga masuk ke dalam gedung apartemennya.

Dari kejauhan, Leon yang duduk di atas mobil sport silvernya. Bibirnya menyunggingkan senyuman saat sebuah rencana yang sudah disusun muncul dalam kepalanya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

“Apa kau sudah menyiapkan segalanya, Ivan?” tanya Leon saat telpon itu mulai tersambung.

“Sudah, Tuan muda. Persis seperti yang anda katakan.”

“Baguslah. Aku akan mulai melancarkan rencananya besok setelah kuliah selesai.” Jelas Leon.

“Baik, Tuan muda.”

Setelah memasukkan kembali ponsel itu ke saku jaketnya, Leon mulai menghidupkan mesinnya. 

“Tidurlah yang nyenyak malam ini, Natasha. Karena percayalah besok tidak ada lagi ‘tidur nyenyak’ untukmu.”

* * * * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status