Bab50
"Julian, apa ini nggak terlalu cepat?" tanyaku.
"Tidak, untuk apa berlama-lama dekat, nanti kamu diambil orang."Aku semakin dilema, hatiku selalu merasa nyaman dan kagum pada Julian.Sedangkan dengan Fahrianur, aku memang tidak pernah dekat dengannya, namun aku juga mengaguminya.Wajar, selain tampan rupawan, Fahri memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas, tentu hal itu baik untuk dunia dan akhiratku.Sedangkan Julian, dia pun tak kalah tampan, juga mapan. Namun, pengetahuan agamanya aku kurang tahu."Boleh minta waktu untuk berpikir?" tanyaku."Satu hari, hanya satu hari." "Baiklah, besok aku akan ngasih jawabannya."Panggilan telepon pun diakhiri dengan ucapan salam.Aku menyukai Julian, namun aku juga berat menolak Fahri. Ya ampun, aku bingung kalau begini.Aku memilih bergegas pulang, dan membawa kerjaanku yang tertunda ke rumah. "Amira, saya hari ini pulang lebih awal, kamu hSeason 2. Karma Seorang Pengkhianat, yang dialami keturunannya. Jalu pun kini telah menikah, dan memiliki seorang Putri cantik yang dia beri nama Zulaeha. Biasa dia di panggil Leha. Wanita cerdas, yang di besarkan oleh Wanita tua. Mengulik kehidupan Zulaeha setelah menikah. "Mas, bukannya aku keberatan, tapi kamu tahu sendirikan, bahwa aku sama Ibu kamu itu gak pernah cocok. Aku selalu salah di matanya, sehari saja aku di kampung, di rumah Ibu, sudah mau gila aku-nya. Apalagi kalau satu rumah di sini," protesku, ketika Mas Juna mengatakan, bahwa Ibu Mertua akan tinggal bersama kami."Leha, kamu kan tahu, aku ini anak laki-lakinya Ibu. Anak laki-laki itu milik Ibunya, mana mungkin aku bisa menolak Ibu mau tinggal dimana pun.""Tapi kan masih ada Adek kamu! Mas. Si Nora, kenapa Ibu gak milih Nora aja sih, kan dia selalu Ibu bangga-banggakan.""Sudah, deh. Kamu kok jadi Istri gak bisa nurut sama Suami? Coba kalau itu or
Subuh, setelah selesai menunaikan kewajiban, aku kembali fokus kepada pekerjaan rumah, mumpung si Baim belum bangun. Aku menyiapkan menu sarapan lezat setiap harinya, tentunya menu yang sehat.Untuk masalah masakan, aku ahlinya.Kami bertiga makan dalam hening, selesai makan, Mas Juna bersiap untuk berangkat ke toko Pakaian milik kami, yang ada dua cabang. Toko yang lumayan laris, dulu sebenarnya itu toko usaha milikku.Namun semenjak melahirkan, Mas Juna yang ambil alih urusan toko, sedangkan aku di minta untuk fokus urus bayiku saja."Mas, berangkat dulu, Dek!" ucap Mas Juna sambil mencium keningku, aku pun mencium punggung tangannya.Sedangkan Ibu nampak tak suka, wajahnya begitu datar ketika Mas Juna berpamitan padanya.Saat Mas Juna berangkat dan meninggalkan halaman rumah."Leha...! Kamu ada uang gak?" tanya Ibu Mertua dengan wajah datar."Leha gak ada uang, Bu. Mas Juna gak ada ngasih," ucapku d
"Eh, pandai kali Istrimu itu bersandiwara," ujar Ibu yang mulai tersulut emosi."Bu, tapi yang Ibu lakukan ini keterlaluan, masa Leha sampe sobek-sobek begini bajunya!" ucap Mas Juna yang menunjukkan kekecewaannya kepada Ibu Mertuaku itu.'Rasakan.' batinku tertawa melihat wajah Ibu yang semakin geram."Juna, dia sendiri yang sobek tuh baju, Ibu gak tahu apa-apa!" bentak Ibu yang tidak terima dengan tuduhan anaknya itu."Bu, maaf. Juna rasa Leha gak segila itu, dari awal Ibu datang saja, Ibu selalu mencari masalah dengan Leha. Juna cukup sabar, Bu. Tapi tolong, jangan kekerasan seperti ini, biar bagaimanapun, Leha ini Istrinya Juna, Bu."'Wow, suamiku mulai masuk perangkapku, tak akan kubiarkan mertua aneh ini menguasai harta dan Suamiku.'"Durhaka kamu! Gak percaya pada Ibu sendiri, malah percaya dengan wanita penuh drama ini," bentak Ibu sambil menunjuk-nunjuk wajahku."Ampun Bu. Jangan benci Leha, Leha t
"Jun, Juna...," Ibu berteriak memanggi nama Mas Juna berulang kali.Mas Juna keluar dari kamar, kuikuti dengan menggendong Baim yang sudah terbangun."Ada apa? Bu." Mas Juna bertanya dengan wajah lesu."Ibu lapar, belikan makanan!" titahnya dengan tangan berkacak pinggang."Kamu gak masak? Leha," mas Juna bertanya kepadaku."Ibu gak Sudi makan buatan tangan Istri kamu itu, jijik.""Astaghfirullah, Bu. Tolong jangan begini, kita ini Keluarga, satu rumah.""Ibu gak peduli, kalau perlu usir saja wanita ini, kamu nikah lagi aja Nak. Untuk apa punya Istri yang jahat sama Ibu kamu.""Nikah lagi? Mas. Kamu mau usir aku?" tanyaku mendelik."Perempuan gak berguna buat apa juga Jun? Mending cari wanita karir, yang banyak duitnya.""Benar Mas Jun..., Aku gak berguna juga. Aku dan Baim cuma nyusahin kamu, tukang porotin uang, dan jadi benalu di rumah mewah kami ini." Aku sengaja menyind
"Hai, Kak Juna, sudah pulang?" tanya Nora yang tiba-tiba datang memasuki area dapur, ia lalu bersalaman dengan Mas Juna. Dan mencium punggung tangan suamiku yang merupakan Kakaknya itu.Disusul Ibu yang berada tepat di belakang anak perempuannya."Kak, tadi Ibu gak ada makan siang sama sekali, makanan semua di habiskan sendiri oleh Mbak Leha.""Leha, apa itu benar?"tanya Suamiku dengan wajah memerah."Di iyakan aja dah, biar tukang fitnah senang!" sahutku cuek."Leha..., jaga sikap kamu!" bentak Mas Juna sambil menggebrak meja makan. Anakku langsung menangis histeris karena terkejut mendengar teriakan dari Suamiku itu.Aku tersentak, lalu meraih Baim yang tengah menangis kencang.Kupandangi wajah mereka satu-persatu, terlihat Mas Juna langsung menunduk, sedangkan Ibu dan Nora nampak tersenyum puas melihat kejadian tadi."B***S*T..." kata-kata itu meluncur begitu saja tepat kuarahkan p
"Nora, kamu di sini itu sama saja buat masalah!" ucap Mas Juna."Juna..., Nora ini adik kamu! Masa kamu begitu sama dia!" cecar Ibu yang tidak terima anak perempuannya di larang tinggal di rumah ini."Bu, semua demi kebaikan kita, nanti Nora bertengkar terus sama Leha!" sahut Mas Juna lagi."Alasan kamu saja! Bilang saja kamu terbebani dengan adanya kami," jawab Ibu dengan wajah cemberutnya."Ah, sudahlah, capek ngomong sama kalian," ujar Mas Juna. Ia berlalu keluar rumah meninggalkan dua wanita itu."Bu, Mas Juna bucin banget sama Leha, jangan di biarkan! Kasihan itu," ucap Nora mengompori Ibunya itu."Ibu juga gak habis pikir!" jawab Ibunya dengan wajah frustasi, mereka berdua duduk dalam hening.Tak lama kemudian, keluarlah dua bocah tengil anak si Nora itu dari dalam kamar Neneknya.Mereka berlari kesana kemari membuat rumahku berantakan. Bahkan teras rumah pun kotor dengan tanah, yang mereka mainkan.
"Aku kecewa sama kamu! Mas. Kamu seolah menutup mata dengan keculasan mereka!" lirihku."Maaf, Dek. Mas serba salah dalam hal ini," ujarnya dengan wajah sedihnya."Mulai besok, aku akan aktif kembali ngurus toko, Mas silahkan cari kerjaan lain.""Lalu Baim bagaimana? Kamu di rumah saja, Dek. Urus Baim.""Aku bisa gila jika terus di rumah, Baim gampang! Aku bawa dia ke toko, sambil ngontrol. Dan ingat, mulai besok Mas cari kerjaan lain," ujarku sambil berdiri, meninggalkan Mas Juna yang terdiam mematung.Terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah, aku bergegas memasuki kamar membawa Baim. Mereka pasti akan ngamuk ketika masuk kamar, melihat begitu banyak pasir serta tanah di dalam kamar Ibu.Aku tersenyum sinis membayangkannya.Terdengar suara ribut-ribut dari bawah, aku melihat dari lantai atas."Apa ini, Juna. Kenapa begitu banyak pasir dan tanah di dalam kamar Ibu?" tanya Ibu ke
"Mulut kamu semakin gak bisa di toleransi, sekarang mending kamu pulang, cepat!" bentak Mas Juna kepada Nora yang memandang pilu pada kakaknya. Ia seakan tak percaya kakaknya bisa melakukan hal sekasar itu kepadanya."Kak, kenapa kakak berubah sekasar ini?" Nora menatap Nanar kepada Mas Juna."Kamu sendiri yang mau di kasarin. Leha itu benar, jangan membabu di rumah ini, kamu di izinkan nginap saja sudah sukur! Nora."Nora menatap nanar kepada Kakaknya, lalu beralih sinis menatapku, aku menyunggingkan senyum remeh kepadanya."Yasudah, urus keluarga kamu! Mas. Aku mau ke toko!" ujarku sambil berjalan melewati Ibu. Namun dengan kasar Ibu mencengkeram lenganku."Mau ke toko mana? Siapkan sarapan untuk kami, jangan jadi Istri tidak berguna kamu!" hardik Ibu sambil mendorongku dengan kasar. Hampir saja aku kehilangan keseimbangan, jika Mas Juna lambat menangkap tubuhku yang terhuyung-huyung. Padahal aku lagi menggendong bayi Ba