Pembalasan Untuk Pengkhianat

Pembalasan Untuk Pengkhianat

last updateLast Updated : 2021-09-18
By:  Rias ArdaniCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
10 ratings. 10 reviews
89Chapters
132.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ketika kita berusaha memberikan segalanya, bahkan kepercayaan. Namun, dikecewakan dan dipermainkan. Pantaskah kita untuk tetap diam? Atau merebut segalanya, dari tangan pengkhianat.

View More

Chapter 1

Kedatangan Mertua

Part1

”Happy anniversary sayang!” ucapku, ditengah malam kepada suamiku, Mas Jalu. Namun tidak ada sahutan. Aku mengernyitkan dahi, lalu menghidupkan saklar lampu kamar. 

Kamar sepi, padahal aku baru beberapa menit keluar kamar untuk mengambil kue yang kini berada di tanganku.

Mas Jalu sudah tidak ada di tempat, aku pun berusaha mencarinya keseluruh ruangan.

Hingga terdengar sayup-sayup suara orang yang tengah berbincang dari arah dapur. Aku perlahan mendekatkan diri menuju asal suara, dengan pelan, aku berusaha menguping terlebih dahulu.

Namun suara itu lenyap, malah terdengar bunyi grasak-grusuk, hingga desahan halus.

Aku merasa berang langsung menarik gagang pintu dengan keras.

"Happy anniversary sayang!" teriak Mas Jalu, bersama Ratih sahabatku dan kekasihnya yang bernama Gunawan. 

"Kalian," pekikku, seraya memanyunkan bibir. Aku malah sempat berpikir yang tidak-tidak saja tadinya. Ish, iseng banget tau!" cetusku dengan kesal, mereka sempat membuat degub jantungku kian melaju cepat.

"Ciee ..., samawa selalu sayangku!" ucap Ratih seraya memelukku. 

"Terimakasih, sayangku!" balasku sambil mengulas senyum, aku dan Ratih dari kecil sudah bersahabat dekat. 

Bulan depan dia sudah mulai bekerja di perusahaan yang suamiku jalankan. Sebenarnya itu perusahaan milik Papah, hanya saja karena usia Papah yang sudah tidak muda lagi, sehingga Beliau memilih beristirahat dan aku anak satu-satunya, jadinya Papah mempercayakan kepada Mas Jalu untuk memegang perusahaan itu.

Sedangkan Mas Jalu adalah anak sulung dari dua bersaudara, adiknya seorang perempuan dan Ibunya sudah lama menjanda.

Mereka tinggal di kompleks yang sama dengan kami, jika mau menuju rumah Ibu mertua, memakan waktu kurang lebih lima belas menit.

Hari ini merupakan anniversary yang ke empat tahun pernikahanku.

Namun sayangnya, kami belum dikaruniai seorang anak.

Mungkin Allah belum mempercayakan itu kepada kami.

Syukurnya, Mas Jalu tidak pernah menuntut lebih, dia selalu memaklumi itu.

"Apa hadiah untukku?" tanyaku pada Mas Jalu dengan manja.

Mas Jalu memberikanku sekotak perhiasan yang limited edition, aku tercengang bukan karena harganya. Tapi karena dia begitu romantis, ini hadiah pertama berupa perhiasan, biasanya hadiah yang kuterima setiap tahunnya hanyalah berupa tas dan barang-barang lainnya.

Bukan hanya aku, Ratih pun tak kalah tercengangnya melihat perhiasan berkilau indah itu.

"Semoga kamu suka ya!" ucap Mas Jalu sambil mencium keningku. 

"Terimakasih sayang!" balasku, sambil memeluk erat tubuh suami tersayangku itu.

"Tentu saja aku sangat suka".

"Ehem ..., Kok kita berasa jadi obat nyamuk ya!" protes Gunawan, kekasih Ratih yang sedari tadi hanya senyam-senyum memperhatikan tingkah kami.

"Eh, maaf. Ayo kita ke ruang tamu, potong kue dulu!" ajakku pada mereka.

Kami pun berkumpul di tengah malam, sambil menyantap kue dan minuman jus buah yang menyegarkan lainnya.

"Kapan nih kalian punya momongan? Betah banget berduaan melulu, apa nggak bosan?" tanya Ratih antusias, sembari menyesap minumannya.

"Belum dikasih, tetapi kami berdua selalu berusaha dan berdoa kok, kamu doain ya!" sahutku seramah mungkin, padahal rasanya hatiku sedih, setiap kali ada yang bertanya tentang momongan yang belum juga ada di rahimku.

"Pasti aku doain, kok. Tetapi, kalau masih belum dapat juga, bisa-bisa tuh laki nikah lagi entar!" seru Ratih sambil terkekeh. Apa yang lucu? Entahlah, apa dia pikir masalah seperti itu lelucuan. 

Untung saja dia sahabatku, kalau bukan, sudah kutabok mulutnya itu.

Aku tersenyum tipis menanggapinya, sedangkan mas Jalu bersikap datar, hanya Gunawan nampak menyenggol lengan Ratih untuk mengingatkan sikapnya yang menurutku berlebihan.

"Maa--ff, jangan tersinggung, kalian tahu sendirikan, kalau aku ceplas-ceplos, jangan dimasukin ke hati ya!" serunya gelagapan, sambil menangkupkan kedua tangan didada.

"Iya, nggak apa-apa," jawabku santai. Meski dalam hati terlanjur sakit.

Setelah berbincang-bincang, mereka berdua pun pamit pulang. 

Semenjak kepergian mereka, Mas Jalu terdiam membisu, sama halnya denganku, kami berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sudah setahun ini, Mas Jalu memintaku untuk beristirahat di rumah saja, untuk mengikuti program hamil. Tapi memang mungkin belum waktunya.

_______________

Pagi ini nampak sejuk, angin berembus kencang membelai hati yang membeku. Pikiranku selalu sibuk dengan bayangan buah hati, yang tidak kunjung datang ke rahim ini. 

Dalam diri yang mulai kepayahan, karena otak terus dipaksa untuk berpikir.

Ditambah bunyi bell rumah yang terus berulang terdengar kencang, disaat aku sibuk berkutat di dapur, menyiapkan sarapan pagi. Aku dan Mas Jalu tinggal hanya berdua, kami sengaja tidak menyewa jasa asisten rumah tangga. Sebab hanya ada aku dan Mas Jalu, aku masih bisa mengurus sendiri semuanya.

Aku bergegas menuju pintu depan, untuk melihat tamu yang datang sepagi ini.

Saat aku membuka pintu, ternyata wajah mertua dengan masamnya sudah membuat pagi yang sejuk menjadi panas seketika. 

"Ibu, apa kabar?" tanyaku sambil bersalaman dan mencium punggung tangannya. Wanita yang kupanggil Ibu itu mendengkus, sambil berjalan memasuki rumahku dengan angkuhnya.

"Mana Jalu?" tanyanya.

"Masih tidur, Bu!" sahutku sambil mengekornya dari belakang.

"Kamu sama Jalu nggak pernah salat subuh? Sehingga Jalu jam segini masih asik tidur?" tanyanya dengan nada meninggi satu oktaf.

"Aku sih salat, Bu. Mas Jalu, dia nggak pernah mau, alasannya selalu ngantuk!" jawabku jujur.

"Alah, kamu kok jadi istri nggak becus begitu sih Rosa, harusnya kamu bisa bimbing suami kamu ke hal yang lebih baik. Selama Jalu hidup sama Ibu, dia selalu nurut kalau diajak shalat," cetus Ibu dengan berbagai rentetan ceramah paginya.

"Maaf, Bu." 

"Ngurus suami saja tidak becus! Pantes saja kamu tidak hamil hingga saat ini. Gak cocok kamu jadi seorang Ibu, ngurus suami biar mau salat aja gak bisa."

'Allahu akbar! Perkataan Ibu bagaikan sambaran petir di pagi hari, sukses meluluh lantakkan perasaanku hingga hancur berantakan.'

Entah mengapa, Ibu mas Jalu selalu saja bersikap seperti ini. Padahal selama ini, aku selalu berusaha diam dan mengalah kepadanya.

Mengapa Ibu mertua nampak sekali tidak menyukaiku? Apakah ini karena keturunan? Atau apa?

Setiap kedatangan wanita yang bergelar mertua itu kerumah ini. Rasanya, rumahku seperti di neraka, panas.

"Cepat! Bangunin si Jalu, ibu ada perlu," titahnya sambil duduk dengan tangan di lipat di dada. Aku pun mengangguk, lalu segera berlari kecil menuju kamar, untuk membangunkan anak kesayangan Ibu mertua.

Kuguncang pelan bahu mas Jalu. "Mas, bangun, Ibu kamu datang!" bisikku. Mas Jalu pun membuka matanya dengan berat, dia kemudian beranjak turun dari ranjang menuju kamar mandi.

Aku pun segera keluar kamar, berniat kembali mengurus sarapan yang belum selesai kubuat.

Melihatku turun seorang diri, Ibu yang berada di ruang tengah menghadap tangga bertanya kembali. "Mana Jalu nya?" tanyanya tak sabaran.

"Lagi ke kamar mandi," sahutku.

"Lama sekali, buang-buang waktu orang saja," ucapnya dengan wajah sinis, aku pun tak menyahut, langsung saja berjalan menuju dapur.

"Eh, Rosa! Kamu selain mandul, juga budek ya? Orang tua ngomong malah di abaikan!" hardiknya sambil berjalan ke arah dapur menyusulku dengan nada suara yang keras dan menggema.

"Bu, tolong jangan membuat masalah! Rosa diam bukan budek, tapi tidak ingin memicu masalah menjadi besar!" sahutku pelan, awalnya memang Ibu mertua begitu baik kepadaku, namun lama-kelamaan dia semakin menunjukkan sikap seenaknya.

Kasar dan kejam, tidak segan-segan melukai harga diri dan perasaanku.

"Pandai sekarang kamu membantah saya!" teriaknya sambil berkacak pinggang. Lagi-lagi aku yang salah.

"Ada apa sih, Bu? Pagi-pagi sudah teriak-teriak, nggak malu apa?" ucap Mas Jalu sambil berjalan menuruni anak tangga.

"Istri kamu, nih, ajarin sopan santun sama orang tua!" sahutnya sambil berjalan kembali ke ruang tengah.

Mas Jalu hanya terdiam, dia lalu menuju tempat Ibu nya duduk, sedangkan aku kembali berkutat dengan kerjaanku di dapur. 

Sakit rasanya di kata-kata mandul, padahal belum tentu aku yang bermasalah.

Setelah selesai sarapan buatanku, aku berniat memanggil Mas Jalu dan Ibunya, namun langkahku terhenti, ketika mendengar obrolan mereka.

"Bu, masalah keturunan itu tidak bisa kita paksakan!" ucap Mas Jalu.

"Ibu pengen punya cucu, Jalu. Kalau punya cucu, jelas pewaris kamu ada! Kalau begini, kamu nggak punya pewaris sama sekali. Rugi dong! Nikah sama anak orang kaya, tapi nggak dapat apa-apa," kata Ibu Mas Jalu.

"Bu, tolong jangan memperkeruh perasaan Jalu, semua orang juga pengen punya keturunan, tapi tidak semua orang memilikinya."

"Nah, kalau Rosa tidak bisa, kamu bisa menikahi wanita lain." 

"Bu, sudah! Nanti saja kita bahas. Jalu nggak mau didengar Rosa!" ucap Mas Jalu mengakhiri obrolan mereka, aku hanya bisa diam. Lalu berpura-pura tidak tahu apa-apa, aku ingin lihat, sejauh mana Ibu Mas Jalu bertindak.

"Bu, Mas, sarapan yuk!" ajakku dengan wajah sebiasa mungkin, seakan aku tidak tahu apa-apa tentang pembicaraan mereka tadi.

Ibu semakin sinis menatapku, namun aku berusaha santai menanggapinya, terlalu sering dia bersikap seperti ini.

___________

Sebulan berlalu, aku dan Mas Jalu memutuskan untuk memeriksakan kembali ke Dokter, apa yang menjadi penyebab kami berdua sulit mendapatkan keturunan.

Akhirnya, Dokter menjelaskan secara rinci, bahwa rahimku lah yang bermasalah. Itu membuat Mas Jalu langsung terdiam, bahkan sepanjang perjalanan, dia enggan berbicara denganku. Meskipun aku berulang kali mengajaknya mengobrol, namun dia terlihat enggan menanggapiku. 

Rasanya hatiku sakit, melihat perubahannya seketika. Entah kenapa, aku jadi kembali teringat akan obrolan Mas Jalu dengan Ibunya saat itu, apa mungkin Mas Jalu benar-benar akan memilih orang baru dan meninggalkanku.

Sesampainya di rumah, dia langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan diri, membelakangiku. 

Aku hanya bisa terdiam, bingung harus bagaimana menghadapi situasi ini. Selain rasa sakit dari kabar yang aku terima hari ini, tidak sebanding sakitnya di abaikan oleh orang yang aku sayangi.

"Mas, apakah kamu kecewa?" lirihku.

"Jelas!" sahutnya pelan.

Rasanya hatiku remuk mendengar penuturannya seperti itu. Begitu teganya dia berkata sedemikian rupa.

Aku menghela napas pelan, mencoba menyabarkan diri.

Tidak ada satupun wanita yang mau bernasib begini, tapi aku harus bagaimana? Selain berdoa dan berusaha, setidaknya Mas Jalu tidak harus memperlakukanku sedingin ini.

"Yang paling terluka itu aku, bukan cuma kamu, Mas!" lirihku dan Mas Jalu hanya mendengkus dan mengabaikan segala ucapanku.

____________

Sebulan berlalu, sikap mas Jalu semakin tidak tahu menahu dan dingin, dia bahkan membiarkan tiap kali Ibunya datang dan menghinaku terang-terangan. 

Harus sesabar apalagi aku pada mereka, rasanya begitu teramat sakit hanya karena kini mereka tahu, aku lah yang tidak bisa hamil.

"Sekaya apapun kamu, jika perempuan tidak bisa hamil, tidak ada gunanya! Rosa." Ibu Mas Jalu berkata sekasar itu, bahkan hampir tiap hari, setiap dia datang berkunjung ke rumah kami.

💞 Terimakasih 💞

Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku-nya makin semangat 😘

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
lovelinamiss
love bgt sama cerita ini
2022-07-01 13:28:59
0
user avatar
Hendrik
good , ceritanya cukup bagus dan bikin greget
2022-04-04 22:31:03
1
user avatar
Rias Ardani
Mampir dong Teman2 pembacaaa
2022-03-20 04:22:13
0
user avatar
Agnotius Walder
sukses selalu pemuda yang tidak terduga
2022-02-04 21:33:26
0
user avatar
Rias Ardani
Terimakasih JJ Brother. Sukses juga untukmu
2022-01-31 02:20:41
0
user avatar
JJ Brother
Semoga sukses
2021-12-07 10:11:54
3
user avatar
Iswandi Siregar Si
dheuvdkwidjduwjnb
2021-12-06 08:04:40
2
user avatar
diyah dhee
Ini udah tamat blm sih thor? Klo dr judul bab udah tamat. Tp dketerangannya masih bersambung. Ato ada s2nya?
2021-09-29 17:27:38
0
user avatar
Yunique Djafar
novel ini jarang up ya?
2021-08-10 22:47:08
0
user avatar
diyah dhee
Kok endingny aneh sih. Juna-leha itu sapa lagi y?
2021-09-30 16:37:44
0
89 Chapters
Kedatangan Mertua
Part1 ”Happy anniversary sayang!” ucapku, ditengah malam kepada suamiku, Mas Jalu. Namun tidak ada sahutan. Aku mengernyitkan dahi, lalu menghidupkan saklar lampu kamar. Kamar sepi, padahal aku baru beberapa menit keluar kamar untuk mengambil kue yang kini berada di tanganku.Mas Jalu sudah tidak ada di tempat, aku pun berusaha mencarinya keseluruh ruangan. Hingga terdengar sayup-sayup suara orang yang tengah berbincang dari arah dapur. Aku perlahan mendekatkan diri menuju asal suara, dengan pelan, aku berusaha menguping terlebih dahulu. Namun suara itu lenyap, malah terdengar bunyi grasak-grusuk, hingga desahan halus.Aku merasa berang langsung menarik gagang pintu dengan keras. "Happy anniversary sayang!" teriak Mas Jalu, bersama Ratih sahabatku dan kekasihnya yang bernama Gunawan. "Kalian," pekikku, seraya memanyunkan bibir. Aku malah sempat berpikir yang tidak-tidak saja tadinya. Ish, iseng banget tau!" cetusku dengan kesal, mereka sempat membuat degub jantungku kian melaju
last updateLast Updated : 2021-07-02
Read more
Misi
"Harusnya kamu malu, Rosa. Tidak bisa membuat Keluarga saya bahagia," ucap Ibu Mas Jalu dengan tangan di lipat didada, memandangiku dengan sinis. Aku hanya menunduk, mencoba meluaskan rasa sabar."Kamu denger nggak?" tanya Ibu sambil berteriak."Dengar, Bu." Aku menjawab singkat."Kalau dengar harusnya kamu sadar diri, obati diri kamu benar-benar, saya tidak akan pernah menyukai kamu sedikitpun. Sebelum kamu mampu memberikan anak saya keturunan.""Apa tujuan Ibu sebenarnya? Setiap hari melakukan hal ini." Aku memberanikan diri bertanya, rasanya sudah sia-sia aku bersabar, ibu selalu saja menyakiti hatiku sesukanya."Aku muak lihat kamu masih berada di rumah ini," bentaknya dengan mengibaskan rambut."Ini rumah Rosa, Rosalinda! Masa Ibu lupa?" tanyaku yang mulai tersulut emosi. "Dasar mantu kurang ajar, saya akan adukan kamu ke Jalu," ucapnya seraya berdiri menuju pintu keluar. Aku memusut dada, apakah
last updateLast Updated : 2021-07-09
Read more
Lelah
"Mas, capek? Mau Ros pijitin nggak sayang?" rayuku.Mas Jalu menatapku seakan bingung, selama ini aku memang tidak pernah bersikap semanis ini, biasanya jika ia pulang aku hanya menyambutnya dengan santai. Paling tidak aku nawarin makan, itu saja."Tumben, ada maunya pasti," ucapnya sambil menarik pelan dasi bajunya.Aku mengulas senyum, lalu mendekat ke arahnya. Kupegang dasi yang sedari tadi mau ia lepas. "Sini, aku bantu!" ujarku sambil melepaskan pelan dasinya. "Ayo, bilang, pasti ada mau-nya kan?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.Aku tertawa sumbang. "Ayo makan malam di luar, sudah lama banget kita tidak makan bersama, aku kangen masa-masa itu!" bisikku sambil memeluk erat tubuh yang sebentar lagi akan aku lepaskan untuk selama-lamanya. "Baiklah," ujarnya. "Tetapi, mas juga ada permintaan!" katanya lagi."Apa itu? Mas.""Mas mau mandi dulu!" bisiknya. Aku terkekeh mendengar pe
last updateLast Updated : 2021-07-14
Read more
Menguras isi ATM
Kenapa Mamah kamu?" tanya Mas Jalu."Mamah mau pinjam uang tiga puluh juta, Mas." "Tumben, bukannya Mamah dan Papah selama ini tidak kekurangan uang?" tanya Mas Kali dengan wajah bingung."Katanya ia kena tipu, ratusan juta, Mamah takut papah tahu, makanya mau pinjam uang. Biar nutupin sisanya," ujarku. "Tetapi, dompet Ros sepertinya tertinggal di rumah, pinjam uang mas dulu, ya!" lanjutku."Yasudah, nanti kita ke ATM berdua!" ucapnya dengan santai. "Sekarang kita pesan makan dulu, kasihan Ratih, mana tahu udah lapar!" katanya lagi."Aku saja yang ke ATM sendiri, mas temani Ratih, Mamah soalnya perlu cepat." Aku mencoba membujuk. Mas Jalu nampak ragu, namun akhirnya ia pun mau memberikan ATM itu."Nanti kode-nya Mas kirim lewat pesan!" ucapnya. Aku mengangguk seraya beranjak dari duduk, dan meraih kartu ATM yang Mas Jalu sodorkan.Aku tersenyum bahagia, untung saja Mas Jalu selama ini tidak pernah membuat internet banking, jadi
last updateLast Updated : 2021-07-14
Read more
Shopping
"Ros, kamu ngapain?" tanya Mamah sambil mengetuk pintu kamarku, saat aku tengah bersantai sambil menyeruput kopi cappucino di depan layar laptop.Aku beranjak dari duduk, berjalan menuju pintu kamar. Kubuka perlahan pintu, "Ros lagi santai, kenapa Mah?" tanyaku sambil mendongakkan wajah."Temani Mamah ngeMall yuk! Lama kan kita nggak shopping bareng!" ujar Mamah sambil tersenyum."Oke! Ros ganti pakaian dulu!" jawabku."Jangan lama sayang! Mamah tunggu di ruang tamu!" ucapnya sambil berjalan menuju anak tangga.Aku mengangguk, lalu menutup pintu. Kumatikan Laptop, dan bergegas memilih pakaian terbaikku.Tak lupa, kupoleskan wajah ini dengan make up natural. Sudah sangat lama rasanya, aku tidak berdandan seperti ini.Aku dan Mamah pun meluncur menuju pusat perbelanjaan terbesar.Sesampainya di parkiran. "Kita mau kemana dulu? Mah." Aku bertanya dengan bingung, sebab sudah lama sekali, aku tidak pernah shoppin
last updateLast Updated : 2021-07-14
Read more
CAFE
"Mah, coba lihat tuh!" tunjukku ke arah Ibu mertua yang nampak ribut-ribut dengan seseorang.Ayo kita kesitu, Mamah penasaran!" ujar Mamah berjalan cepat.Aku dan Mamah pun duduk tak jauh dari Ibu mertua dan seseorang wanita paru baya yang kalau di lihat dari penampilannya. Ia bukanlah orang biasa, gayanya seperti istri-istri pejabat gitu. "Ibu mertua kamu, ribut ko di cafe rame begini," bisik Mamah kepadaku. "Emang nggak tahu malu gitu ya? Karakternya." "Entahlah, kita fokus dengerin aja, Mah!" ucapku, dengan menajamkan pendengaran."Saya nggak mau tahu, ya. Kamu harus secepatnya balikin uang saya! Atau kamu akan saya laporkan ke Polisi," ancam wanita yang bersama Ibu Mertua."Heh, Jeng Tiara, surat-surat tanah saya itu semua asli. Dan ini, bukan pertama kalinya saya jual beli tanah. Selama ini, tidak ada pelanggan saya yang mengatakan surat tanah saya palsu." Wanita yang Ibu mertua pangg
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Perangkap
Dering telepon masuk menghentikan obrolan kami bertiga sesaat. Aku meraih gawai milikku, yang berada di dalam tas. Terpampang jelas nama Mas Jalu, sedang memanggil. Aku pun meminta Mamah dan Gunawan untuk diam sesaat, dan meloudspeaker panggilan dari Mas Jalu.[Hallo, Mas! Ada apa?] tanyaku so' polos.[Ros, kamu bantuin, Mas! Mas kena masalah di kantor Papah, ada yang fitnah Mas, menggelapkan uang perusahaan!] rengeknya.[Lho, ko bisa? Emang mereka nuduh apa sudah ada buktinya?] tanyaku pura-pura kaget.[Ada sih, Ros. Mas juga nggak tahu, tiba-tiba ada bukti transferan uang masuk dalam jumlah besar, dan tiga kali dalam sebulan!] [Wow, luar biasa! Uangnya masih ada di rekening kamu? Mas.] [Belum cek, keburu di sita audit, semua kartu ATM, di bekukan Papah!] [Terus, bagaimana dong? Mas.] [Tadi ibu juga nanya, ternyata kartu kredit Ibu dan lainnya, juga di bekukan
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Memohon
Sesampainya aku dan Mamah di rumah, aku kembali masuk ke dalam kamar, untuk melihat CCTV yang sudah terpasang sedari kemarin di rumahku sana.Aku sengaja memantau dari rumah Mamah, agar Mas Jalu merasa leluasa untuk melakukan apapun di rumah.Dugaanku seratus persen benar, semua tidak pernah meleset sama sekali, Ibu Mertua benar-benar lancang. Berani masuk kamarku, serta membobol brankas milikku. Aku yakin, ia tahu kode brankas itu pun dari Mas Jalu, Ibu dan anak sama saja, suka nyari untung.Ibu terlihat rakus sekali, ia bahkan mengambil beberapa perhiasan yang sudah kuganti dengan yang palsu. Ha ha ha ..., ah, seru rasanya ngerjain manusia serakah.Aku kembali memutar rekaman CCTV yang menunjukkan pukul enam malam hingga pagi.Yah, terlihat Mas Jalu pulang seorang diri, kupikir Ratih akan ikut bersamanya.Saat aku hendak menghentikan aktivitas menonton rekaman CCTV hari kemarin, aku tersentak. Ratih datang tepat di jam dua bela
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Ketahuan
'Ayo Rosa, bangkit dan hadapi pada bedebah itu dengan cantik. Buat mereka menyesal seumur hidup, telah menyia-nyiakan ketulusan kamu.' batinku mencoba memberi semangat, meskipun konsekuensinya, aku akan hancur dan terluka. Biar bagaimanapun juga, perasaan ini masih tertaut pada Mas Jalu. Namun luka dan logika, memaksaku untuk sadar, bahwa Mas Jalu dan keluarganya, bukanlah orang yang tepat untuk aku kasihi.Sore hari, aku tengah asik bersantai di taman depan rumah. Terlihat sebuah mobil mewah BMW i8 memasuki halaman rumah, aku mengerutkan kening menatap si empu mobil."Gunawan!" lirihku, ia memarkirkan mobilnya tepat di dekat taman, dan keluar dari mobil sembari menebar senyum sumringah. Ntah kenapa, Gunawan semakin terlihat tampan rupawan, bahkan kini ia terlihat lebih rapi dari sebelumnya.Yah, mungkin efek dari pekerjaannya, yang menuntut ia harus tampil rapi."Hai, ngapain di sini?" tanyanya sambil mengambil posisi duduk di sebelahku.
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Bebas
"Ratih, terimakasih ya! Sudah mau menolong Ibu Mertua." Aku mengucap sambil tersenyum kepada Ratih."Nggak masalah, kita sesama manusia memang harus tolong menolong!" jawab Ratih merendah."Iya, benar sekali. Yang penting masih dalam jalan kebaikan, nggak tolong menolong dalam maksiat," sindirku seraya tersenyum.Membuat Ratih terlihat menjadi kaku dan salah tingkah.Mas Jalu pun sama, mereka berdua seakan membeku menghadapiku."Ros, kamu kok sering nginap ke rumah orang tua kamu sih? Ntar laki kamu mencari kehangatan lain loh!" ujar Ratih sambil terkekeh.Aku pun sama, ikut terkekeh mendengar penuturannya. "Nggak apa-apa, jika wanitanya mau memberi kehangatan. Hitung-hitung mainan buat mas Jalu, di saat aku tidak ada." "Mainan?" Ratih membelalakan matanya mendengar sahutanku.Aku tertawa sumbang. "Apa coba kalau bukan mainan? Mana ada cinta yang utuh untuk dua insan, tetap cinta cuma satu. Satun
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status