"Ros, maaf!" lirih Gunawan, dengan wajah menunduk.
Aku mengulas senyum. "Iya, aku juga minta maaf, tadi membentak kamu!" sahutku."Yasudah, kita fokus kembali saja, kamu sambil cek beberapa berkas pekerjaan yang Jalu tinggalkan, mana tahu ada bukti baru lagi, mengenai kecurangannya selama menjabat sebagai CEO." "Ah, kamu benar juga, aku mau cek semua berkas dulu, semoga saja ada titik terang. Lagi pula aku urung mau melaporkannya, kasihan Ibunya sebatang kara. Lagi pula, uang ratusan juta itu, sudah berada di rekeningku.""Luar biasa, aku suka kebaikan hati kamu.""Ah, elu Gun, aku mah dari dulu memang baik, dari lahir malah." Aku menjawab seraya tertawa geli."Percaya diri betul," sahutnya sambil nyengir-nyengir tidak jelas.Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, sambil mulai melihat-lihat berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja.Semua data sih aman saja sejauh ini. Berarti meman°pov Ratih°"Apa? Serangan jantung?" tanyaku tak percaya.Dokter mengangguk, aku merasa jatuh tertimpa tangga pula, itulah gambaran tentang nasibku saat ini.Aku hanya seorang anak yang memiliki Ayah, sedangkan Ibu, aku sudah tidak tahu ia dimana.Semenjak perceraian Ayah dan Ibu tiga tahun yang lalu, Ibu tidak pernah menampakkan batang hidungnya lagi.Bahkan untuk menghubungiku, anak mereka satu-satunya pun enggan Ibu lakukan.Setiap aku bertanya pada Ayah, jawaban selalu sama. Anggaplah Ibumu mati bersama kabarnya yang hilang dan lenyap, itu lebih baik untuk kita berdua. Selalu hal itu yang ia katakan, ketika aku mempertanyakan kabar Ibuku.Menurut Ayah, perpisahan ini murni kemauan ibuku, yang memiliki lelaki idaman lain. Mungkin benar saja yang Ayah katakan, sebab aku pernah melihat langsung, Ibu bermesra ria di dalam mobilnya bersama laki-laki lain.Ayahku seorang chefs terkenal, dulunya. Entah kenapa
"Ros, kapan kamu urus perceraian dengan Jalu?" tanya Mamah seraya menghempas bokong ke sofa, tepat di sampingku."Nanti pengacara keluarga saja yang urus, Ros mau fokus ke kantor dulu!""Urus secepatnya, Ros. Rumah yang ada di Jalan Sriwijaya itu, jual saja.""Iya, Mah. Rencananya memang begitu, setelah Ros resmi bercerai, baru kita jual.""Kenapa begitu, nggak jual sekarang aja?" tanya Mamah heran."Nggak, biar saja Mas Jalu dan Ibunya di situ sampai kami resmi bercerai. Setelah itu baru kita jual."Dering telepon masuk menghentikan obrolan kami.Tertera nama di layar handphone, Mas Jalu.Aku pun segera menjawab panggilan teleponnya.[Hallo, ada apa?] tanyaku, dengan suara datar.[Ros, kenapa surat-surat ini palsu semua? Dan perhiasan kamu! Kenapa tiba-tiba jadi palsu juga?] tanya Mas Jalu.[Ha ha ha ..., Mas, kamu mau ngapain memangnya? Mau jual itu aset-asetku? Perhi
"Ros ...," Arjun tiba-tiba menyapaku, ketika aku berniat untuk pulang seusai pemakaman."Eh, Jun. Kok di sini?" tanyaku."Iya, aku Kakak tirinya Ratih. Itu Mamah tiri aku! Kamu siapanya Ratih?" tanyanya kembali.Oh, jadi ini kakak tirinya Ratih.Aku mengulas senyum. "Hanya teman, teman sekolah dulu!" sahutku."Rosalinda!" Ibu Ratih menyebut namaku. Aku pun menoleh ke arahnya, ia mendekatiku dengan mimik wajah santai."Ros, kok kamu nggak ke rumah, kasihan Ratih, ia nangis terus. Ini saja udah pingsan beberapa kali, Ibu sampe bingung menghadapinya.""Maaf, Bu. Ros banyak kerjaan di kantor. Ini juga baru tau dari Gunawan.""Gunawan!" Ibunya Ros memandang ke arah Gunawan."Saya turut berduka cita, Bu." Gunawan berucap sambil menangkupkan kedua tangannya."Kamu bukannya pacarnya Ratih?" tanya Ibunya pada Gunawan.Gunawan mengulas senyum. "Sudah lama putus, Bu."
"Mas, aku mau itu!" rengek Ratih dengan manja pada Mas Jalu, saat hidangan makanan sudah tersaji di meja."Iya sayang!" ucap Mas Jalu, seraya mengambilkan makanan yang Ratih inginkan."Hai, Rosa!" sapa laki-laki yang suaranya tidak asing lagi. Arjuna, ia pun datang di acara reuni ini."Hai juga, Jun." Aku menyahut sambil tersenyum."Kak, nggak usah sapa wanita itu, nggak banget." Ratih protes kepada Arjuna.Arjuna pun tidak menyahut ucapan Ratih."Teman-teman, kenalin nih, Kakak aku!" ujar Ratih dengan tersenyum."Tih, sejak kapan kamu punya Kaka?" tanya Airin heran."Iya, bukankah ibu sama Ayah kamu sudah lama cerai, setahuku kamu kan anak tunggal." Nana menimpali."Anak tiri ibuku!" Ratih menjawab pelan.Yang lain hanya terdiam. Lalu Airin pun menyodorkan tangan kepada Arjuna."Hai, kenalkan, aku Airin." Airin memang pandai mencairkan suasana yang mendadak beku.
°Pov Jalu° flashback."Bu, Jalu turun jabatan.""Kok bisa?" tanya Ibu tercengang. Ia seakan tidak percaya dengan perkataanku."Sepertinya Rosalinda sudah mengetahui bahwa aku bermain gila dengan Ratih.""Kamu sih bodoh. Dari dulu Ibu sudah bilang, urus harta-harta yang dimiliki Rosa. Pindah semua atas nama kamu, tapi kamu nya terus bilang nanti-nanti. Kalau sudah begini bagaimana? Kita terancam miskin kembali."Aku pun tidak terima dengan hinaan ibu."Bu, Rumah ibu terjual itu gara-gara apa? Apa karena saking pintarnya Ibu?" ujarku tersulut emosi.Plakkk ...,"bodoh, berani sekali kamu nyindir Ibu.""Selama ini aku selalu nurutin apapun yang Ibu katakan. Tetapi hasilnya apa? Malah rumah tanggaku hancur seperti ini," lirihku."Itu semua murni kebodohan kamu, enak saja nyalahin Ibu."Aku malas berdebat lagi, lebih baik aku masuk kamar dan melupakan semua kej
°pov Jalu°Aku tidak akan rela, jika Rosalinda jatuh ke pelukan lelaki lain, termasuk Gunawan.Apapun caranya, aku akan merebut Rosa kembali ke pelukanku.Saat aku melihat Rosa dan Airin berada di cafe, aku pun berusaha memberanikan diri, membujuk Rosa untuk kembali.Namun, lagi-lagi kecewa yang aku terima, ia bahkan tidak menghiraukan perkataanku, padahal aku begitu mengiba kepadanya.'Aku nggak akan menyerah, Rosa. Kamu nggak mau kembali kepadaku, maka tidak ada seorang pun yang berhak memiliki mu, kecuali aku.' kupacu semangat dalam diriku lagi, untuk berjuang merebut hati Rosalinda kembali. Tentunya secara diam-diam, agar Ratih tidak tahu perasaanku yang sesungguhnya.Saat ini, aku memang tidak memiliki kekuatan apapun, selain mengikuti perintah Ratih.________"Kak, ini Jalu, aku mau kakak kasih dia pekerjaan yang memiliki jabatan baik di kantor ini," ucap Ratih pada Arjun, Kaka tirinya yang kaya raya
"Bu ..., Ibu kenapa?" Aku bertanya dengan panik, lalu langsung sigap membantu Ibu yang tengah terduduk, dengan gelas pecah berserakan di lantai.Ratih pun berlari ke dapur, matanya membulat sempurna melihat gelas pecah berserakan.Dan beberapa cemilan yang tumpah."Bu! Nggak becus banget sih, sampe lantai rumahku kotor! Cemilan mubazir jadinya." Ratih membentak Ibuku dengan kasar."Ratih, kamu punya tangan dan kaki, kenapa harus perintah Ibuku?" tanyaku yang tersulut emosi, dengan semua tingkah yang Ratih lakukan.Ratih berkacak pinggang. "Mas, kalian itu numpang! Tahu diri dikit dong, wajar aku suruh-suruh Ibu kamu. Biar berguna, jangan lagak seperti nyonya! Ingat ya Mas, aku bukan Rosalinda yang bisa Ibu kamu tekan.""Ratih, aku benar-benar kecewa sama kamu!" pekikku dengan berusaha menahan gejolak amarah di dalam dada."Kecewa saja terus, bodo amat." Ratih menyahut dengan pongahnya. Aku merasa hilang har
"Ros," sapa Gunawan yang hari ini datang berkunjung ke kantorku. Ya, Gunawan sudah tidak bekerja sebagai Asisten di kantorku lagi, ia mulai kembali fokus ke bisnis Ayahnya.Aku pun sudah mengangkat Sindi, sepupuku juga, untuk jadi Asistenku, menggantikan posisi Gunawan."Eh, Gunawan, silahkan masuk!" titahku, sambil melihat file yang menumpuk di atas meja."Kamu sibuk?" tanya Gunawan seraya berjalan mendekat, ia lalu duduk di depanku yang masih berkutat dengan kerjaan yang menumpuk."Sedikit, ada apa Gun?" tanyaku penasaran. Lalu kembali fokus menatap Gunawan."Malam ini ada waktu nggak? Aku mau ngajak makan malam saja, kalau kamu nggak keberatan." Gunawan berkata dengan santai, kutatap wajah itu sejenak, lalu mengulas senyum tanda setuju dengan ajakkannya."Kujemput jam tujuh malam," ujarnya lagi sambil berdiri.Aku mengangguk."Aku pamit, selamat bekerja, Rosalinda." Gunawan berlalu sambi