Share

Part 4

Ada perasaan takut dan puas saat menggertak Fitri seperti itu, perasaan takut akankah ia nanti bertindak lebih menyakitkan terhadapku, perasaan puas saat batin ini sudah begitu tersiksa dan terluka dan ada keinginan untuk membalasnya. Aku mengira setelah ia menikah dan bertambahnya usia kami ia tidak membayangiku lagi dengan lisannya yang pedih perih itu, tetapi ternyata tidak, ia bak anak baru gede yang kalau bicara tanpa disaring terlebih dahulu, aku bagaikan seonggok daging yang bisa ia perlakukan seenaknya, jika penampilanku kolot, ya memang seperti ini penampilan yang diajarkan keluarga, menutup aurat, untuk bersolek? Aku bukan tipe wanita yang suka menebar pesona, mungkin bisa dikatakan aku ini introvert. 

Tanpa terasa tergenang lagi air mata ini, pandanganku mengabur seiring jatuhnya air mata membasahi pipi. 

Brugh

Tanpa sengaja tubuh ini menabrak seseorang.

"Kamu menangis Nur?"

"Eh, Bang Riki," ucapku sambil mengapus air mata dengan ujung jilbabku. 

"Bedakmu luntur, Nur." 

"Maklum Bang, bedak murah harga lima ribuan."

"Sebenarnya kau cantik Nur, tanpa make up juga kau juga sudah cantik, maafkan aku telah menyakiti hatimu ya, kemaren Fitri sibuk merayuku, apakah aku bisa mengulang ajakan makan siang?" 

"Enggak Bang, aku sudah tidak ada minat."

"Tapi aku masih berminat untuk menjadikanmu kandidat calon istriku?"

"Kandidat?"

"Iya, aku memang mencari calon istri tapi bukan seperti Fitri yang hanya modal diajak belanja sudah bisa menikmati tubuhnya, kasihan sekali suaminya, istrinya bebas dicelup oleh lelaki manapun," ucap Bang Riki dengan terkekeh, sungguh jijik sekali aku mendengarnya. 

"Bagaimana, Nur? Kita coba untuk pengenalan, siapa tau Nur adalah pemenang hati Abang."

"Ga Bang, emang Abang raja arab atau sultan Brunai pakai kandidat segala, kayak sayembara aja, Nur mundur Bang, lillahi ta ala Nur ikhlas Bang Riki menikah sama yang lain asal jangan sama Nur."

"Hahahaha ... cukup sombong juga kau Nur, tapi aku malah suka dan malah membuatku lebih tertantang, biasanya cewek selalu klepek-klepek tiap kali aku ajak kencan, kau malah abang jadikan kandidat kok menolak."

"Kayak ayam Bang, klepek-klepek."

"Abang tunggu nanti saat jam makan siang, nanti sore Bang Riki ajak Nur ke counter Make up di mall ternama biar ga abu-abu monyet wajah Nur, kandidat calon istri abang harus glowing."

"Ga bang, Nur bawa bekal, mau abu-abu monyet atau kuning busuk tak apalah Bang, asal jangan sama Bang Riki, tak perlu repotlah menunggu, mending abang jenguk si Fitri, entah apa yang abang lakukan semalam padanya sampai ia tidak enak badan."

"Tuh si Fitri emang binal, ketagihan dia sama abang sampai minta tambah-tambah, untung Abang mempunyai stamina gladiator jos kandos sampai pagi pun abang bor, beruntung sekali nanti istri abang, bisa puas tiap malam, apakah Nur mau menjadi orang yang beruntung itu?" 

"Enggak lah Bang!" Hiii memuakkanlah laki-laki ini, ganteng-ganteng pekok.

"Hahaha, Nur ini ternyata lucu juga ya, semakin ditolak semakin penasaran Abang, biasanya cewek malah nagih-nagih, ini Nur dengan terang-terangan menolak, apakah kau cemburu Nur?"

"Apalah Abang ini, Nur tidak cemburu, lagian cemburu untuk apa?"

"Karena kemarin Abang jalan sama Fitri."

"Ya Allah, mau Bang Riki jalan sama Fitri, genderuwo atau wewe gombel, sedikitpun Nur ga cemburu," ucapku, sambil meninggalkan Riki dan masuk ke dalam ruangan kerjaku

"Abang tunggu nanti jam makan siang, Nur!" 

Bang Riki berteriak, aku hanya menggeleng kuat, sungguh lelaki tidak tau malu, ternyata Allah menunjukkan belangnya sebelum aku sempat jatuh terlalu dalam, bodohnya lah dirimu Fitri, sudah dapat berlian malah selingkuh sama batu empang. 

Saat jam kerja agak sedikit tenang, apalagi Fitri tidak masuk kerja hari ini, kadang setan-setan di dalam hati menginginkan dia sakit terus agar aku bisa tenang dan tanpa terasa waktu jam makan siang pun tiba. 

Aku mengambil kotak makan siang yang aku bawa. 

"Nur Nur … kamu itu seperti anak sekolah saja pake bawa bekal makan siang, ayo makan siang sama Abang." Aku menoleh malas pada lelaki itu, sudah berulang kali aku menolak, kenapa dia begitu agresif, aneh. 

"Bang Riki lihat sendiri kan, Nur ini sedang makan, tolong jangan mengganggu, kalau tidak Nur teriak." 

"Oke, oke, Abang tidak akan menganggu, tapi nanti, boleh kan kita pulang bareng, kebetulan rumah kita searah, rumah Nur kan di depan ruman Fitri kan?"

"Nggak Bang, Nur bisa pulang sendiri."

" Nur, aku memang pernah tidur dengan banyak wanita, tetapi aku ingin berubah, aku ingin wanita baik-baik yang menjadi istriku, ya seperti Nur ini, maafkan Abang jika tadi berbicara vulgar, izinkan Abang mengenal Nur lebih jauh, entah kenapa ada perasaan berbeda di hati Abang tentang Nur, ini feeling yang positif, Abang janji akan setia pada Nur."

Uhuk

Uhuk 

Uhuk. 

Mendadak tenggorokanku terasa gatel sekali. 

"Ini Nur, minum dulu." Bang Riki menyodorkan air mineral padaku, ku tolak secara halus, 

"Bang, sudahlah, ya Allah, cari saja wanita lain Bang."

"Tidak bisa, hari Abang udah yakin jika Nur lah orangnya, sampaikan pada orang tua di rumah, kapan Abang bisa melamar adinda Nuri Fatmala?"

Mendadak tubuh ini panas dingin seumur-umur Baru kali ini ada seorang lelaki yang berkata langsung di depanku ingin melamar diriku, sempat kupandang sebentar wajah

Bang Riki. tidak, pasti lelaki ini sedang bercanda, lagian jika  memang dia serius, tidak mungkin aku menikah dengan lelaki yang sudah tidur dengan banyak wanita, tidak menutup kemungkinan jika nanti menikah dengannya, ia juga akan melakukan hal yang sama, karena tabiat itu susah untuk dirubah. Tapi, karena diri ini seorang wanita yang haus akan kasih sayang lelaki, diperlakukan seperti ini, dilamar secara mendadak, jujur membuatku sedikit melambung, buru-buru aku menyadarkan diri agar tidak terlena. 

"Sudah cukup Bang, jangan coba merayu lagi," ucapku menunduk, wajahku memanas, mungkin saat ini wajahku bukan abu-abu monyet lagi. Mungkin seperti kepiting rebus gosong, laju detak jantung tidak dapat dikendalikan, keringat dingin mulai mengucur apalagi Bang Riki menatapku syahdu, aku baru menyadari ruangan ini sepi hanya ada aku dengan Bang Riki karena karyawan yang lain sedang makan siang, mendadak tremor, baru kali ini aku dipandang dengan begitu lekat oleh seorang lelaki yang mengatakan ingin melamarku.

"Kecantikanmu sungguh alami Nuri, Abang yakin engkaulah yang pantas untuk menjadi ibu dari anak-anak Abang kelak."

Ya Allah, aku berharap seseorang ada yang masuk dalam ruangan ini, rayuan Bang Riki semakin berat dan sedikit sukses membuatku melayang. 

"Nur," ucap Bang Riki pelan, dengan sengaja ia menyentuh tanganku. 

"Bang, jangan lancang ya!" 

"Maaf Nur, maaf, Abang tidak bermaksud lancang. Subhanallah, disentuh tangannya saja reaksi Nur sudah seperti itu, dari lubuk hati yang paling dalam, Abang yakin Nur lah istri yang selama ini Abang cari. Tolong, jangan patahkan hati Bang Riki, secepatnya kabarin Abang, kapan Abang bisa melamar Nur, karena yang berhak untuk menjadi istri Bang Riki adalah wanita soleha dan syariah seperti Nur."

"Cukup Bang, keluar dari ruangan ini, tolong Bang."

Bang Riki bukannya menjauh, malah melangkah mendekat, sepertinya aku bisa pingsan, belum pernah aku sedekat ini dengan pria, aku takut terlena dengan semua perkataan manis Bang Riki, apalagi ia sangatlah tampan, ingin rasanya berlari, tetapi kaki ini tidak dapat dilangkahkan, hanya diam dan gemetaran, berharap semoga para karyawan yang sedang makan siang cepat kembali masuk ke dalam kantor. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
jangan mau nur itu cuma akal nya Rizky nuri
goodnovel comment avatar
nata Johi
mantap ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status