Polisi khawatir Bayu kehilangan terlalu banyak darah. Sambil membalut lukanya, mereka mengarahkan kapal kembali ke kapal pesiar.Janice menoleh ke arah kapal pesiar, tepat saat matahari terbenam di ufuk barat. Saat dia termenung, pria di belakangnya menarik selimut dan menyelimutinya rapat.Janice bersandar pada Jason. "Semua sudah berakhir?"Jason merangkulnya erat tanpa menjawab.Janice tidak banyak berpikir, meskipun di hatinya masih menyisakan banyak keraguan.Kapal perlahan merapat ke kapal pesiar. Dari kejauhan, Janice samar-samar melihat sosok yang berdiri di pagar dek.Itu Verica. Dia juga menatap Janice. Dalam tatapan yang sulit ditebak itu, Janice bisa merasakan kebencian dari Verica.Namun, sesaat kemudian, Verica justru tersenyum, lalu berbalik melangkah ke arah matahari terbenam.Janice menengadah memandang senja. Apa benar sudah berakhir? Matahari belum benar-benar tenggelam, artinya belum selesai. Terlebih lagi senyuman Verica barusan, terlalu mengerikan.Setelah kembali
"Baik." Jason tanpa ragu melemparkan senjata di tangannya. Dia mengendarai perahu motor mendekati kapal, lalu naik ke dek.Bayu waspada, menatap Jason tanpa berkedip. "Angkat tanganmu, sebaiknya jangan main-main. Aku sudah di ujung jalan, jadi aku nggak keberatan menyeret satu orang bersamaku."Saat Bayu berbicara, Janice menahan rasa sakit di dagunya akibat ditekan. Tangannya sedikit menarik ujung jaket di pinggang. Tampak gagang pistol hitam.Jason menunduk sebentar, lalu perlahan mengangkat tangan. Dia menoleh ke Janice, sorot matanya bergetar halus. "Menahan Janice nggak ada gunanya. Aku lebih berharga darinya. Aku tukar diriku dengan dia."Mendengar itu, Bayu sedikit terkejut. "Kamu mau menggantikannya? Kamu nggak takut mati?""Mau atau nggak?"Alis tegas Jason menurun, tatapannya dingin menusuk Bayu. Meskipun posisinya tidak unggul, auranya tetap membuat orang gentar.Bayu sadar betul keadaan dirinya. Kalau bisa menguasai Jason, masih ada secercah harapan. "Mau."Moncong pistolny
Satu hal yang bisa dipastikan Janice, ucapan itu sama sekali bukan ditujukan untuknya. Dia menahan napas, memaksa diri tetap tenang. Kemudian, dia sengaja memancing Bayu untuk menggali informasi."Kita nggak akan pernah bisa bersama!""Bisa! Kalau aku bilang bisa, berarti bisa! Jangan pernah berpikir untuk mati, aku nggak akan membiarkanmu mati!"Tatapan Bayu begitu menakutkan, seakan-akan di detik berikutnya dia akan mengikat Janice.Dari sorot mata Bayu, Janice seolah-olah menemukan jawaban. Rasa takut yang amat besar perlahan menyelimuti dirinya.Kalau Bayu begitu peduli pada wanita yang mirip dengannya, kenapa tidak mencari orang aslinya? Kecuali ... wanita itu sudah mati.Segera, Bayu mengubah wajah garangnya menjadi penuh senyuman. Dia mendekat dan berucap, "Sejak pertama kali melihatmu, aku sudah tahu kamu kembali untukku. Tenang saja, kita akan bersama selamanya."Selesai berbicara, dia langsung memeluk Janice, berpura-pura mesra, dan mencoba menciumnya.Janice meronta sekuat t
Ujung pistol menempel semakin keras di pelipis Janice. Janice tersadar kembali, lalu mendengar suara sombong Yosep di telinganya."Jason, kamu kalah. Aku sudah bilang, kamu pasti akan hancur total karena seorang wanita.""Masa? Terus, kenapa kamu cemburu?" Jason menatapnya dengan dingin.Mata Yosep hampir terbelalak, giginya bergemeletuk. "Karena kamu nggak peduli pada Janice, biar aku membersihkan sampah ini untuk Keluarga Karim."Tangannya hendak menarik pelatuk.Mata Jason sontak memerah dan bergejolak. "Yosep, targetmu bukan dia. Katakan saja apa yang kamu mau.""Kalau begitu, aku nggak akan bertele-tele." Yosep menatap Jason dengan tatapan penuh kebencian."Aku mau kamu mati.""Jason, kalau kamu melompat ke laut, aku akan melepaskan Janice. Kalau nggak, sekarang juga aku kirim dia ke alam baka."Janice langsung berteriak, "Nggak! Jangan dengarkan dia!"Plak! Yosep menampar keras wajah Janice. Tanpa persiapan, tubuh Janice terhempas ke lantai. Belum sempat bangkit, keningnya sudah
Janice segera berkata, "Chelsea dan anak-anak ada di ruang medis, cepat beri tahu Pak Landon, suruh dia lindungi mereka.""Anak-anak?""Sekarang bukan waktu untuk menjelaskan, pokoknya cepat!"Jason tidak banyak bertanya, langsung mengirim pesan pada Landon.Baru saja meletakkan ponsel, pintu dari luar terbuka. Hampir bersamaan dengan itu, Jason menekan tubuh Janice, lalu mengangkat pistol dan menembak.Anak buah Keluarga Azhara terbelalak dan jatuh ke lantai.Jason menarik Janice. "Kita keluar dari sini dulu.""Ya."Saat berlari ke luar, Janice menerima pesan dari Ariel yang ada di gudang.[ Ponsel Yahir barusan dapat pesan dari atasan, katanya polisi sudah datang. Mereka suruh dia segera musnahkan bukti. Sekarang banyak orang menuju gudang. Bukti apa yang mau mereka hancurkan? ]Membaca itu, dada Janice terasa sesak. Dia teringat pada mesin yang bisa mendorong kontainer ke laut."Gawat, mereka mau mendorong kontainer ke laut untuk hancurkan bukti.""Di samping ada lift langsung."Sat
Janice terkejut bukan main. Pantas saja setelah pameran seni, Yosep masih melindungi Leah. Ternyata inilah alasannya.Saat Janice masih hanyut dalam pikiran, dokter mencoba memanfaatkan kesempatan untuk merebut telepon, tetapi Janice langsung menghantam kepalanya dengan gagang pistol. Seketika, dokter itu jatuh dari kursi ke lantai.Untungnya, Lid sudah mendapat suntikan.Chelsea berjongkok cepat, melepas jas putih sang dokter, lalu menyerahkannya kepada Janice. "Cepat pergi selamatkan Pak Jason, di sini biar aku yang jaga.""Terima kasih." Janice mengenakan jas putih itu, menutupi wajah dengan masker, lalu berpura-pura mengambil beberapa obat sebelum buru-buru pergi.Sepanjang jalan, dia melihat banyak pengawal. Untunglah dengan penyamaran itu, dia tidak terlalu diperhatikan. Namun, melihat begitu banyak pengawal, Janice tetap waswas."Dokter, kenapa lama sekali?" Saat Janice berpikir, seorang pengawal besar dan kekar berdiri di depannya.Janice segera berdeham dua kali, menekan suara