"Baik, aku pasti nggak akan mengecewakan Bu Sera," sahut Vania.Vania berdiri dan mengangguk dengan pelan. Senyumannya seolah-olah mengejek Sera. Dia sudah mengatakan sejak awal bahwa Sera akan memilih desainnya.Sera pasti sangat kesal memakai perhiasan yang melambangkan kekasih mendiang suaminya di setiap acara besar. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Vania adalah tunangan Jason.Herisa tidak bisa menahan diri saat mendengar hasilnya. Dia memprotes, "Nggak mungkin! Bu Sera, kenapa kamu bisa memilih desainnya? Dia jelas-jelas ...."Sera menatap Herisa dengan dingin sebelum bertanya, "Kenapa? Kamu mau meragukan keputusanku?"Herisa tertegun. Dia segera menggeleng dan membalas, "Bukan begitu. Aku hanya mengira Bu Sera akan memilih desain Janice."Herisa benar-benar mencari masalah.Janice tersenyum sembari berkata, "Aku menghormati pilihan Bu Sera. Ke depannya, aku akan terus berusaha."Ekspresi Sera tampak lebih tenang. Dia menunjuk Janice seraya bertutur, "Aku pamit dulu karena masih
Beberapa hari kemudian, ketika Vania sibuk berurusan dengan Herisa, Janice fokus menyelesaikan desainnya secara diam-diam. Lantaran khawatir timbul masalah, dia memutuskan untuk mengantarnya sendiri ke perusahaan Sera.Sera mengelus perhiasan itu dengan puas. Dia mengangkat alisnya sembari menatap Janice dan bertanya, "Apa kamu nggak mau tahu kenapa aku memilih desainmu juga?"Janice sangat menyadari posisinya sendiri. Jadi, dia tidak banyak bertanya. Dia tersenyum seraya menimpali, "Yang penting Bu Sera suka."Sera bertopang dagu sambil tersenyum dan berkata, "Sepertinya ada yang akan rugi besar." "Hm? Apa maksudnya?" tanya Janice memandang Sera dengan bingung.Sera tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan. Dia bertanya, "Kamu naik apa kemari?"Janice tertegun sejenak sebelum menjawab, "Naik taksi."Sera tersenyum menggoda sembari berujar, "Kalau begitu, aku minta orang untuk mengantarmu kembali."Janice membalas, "Nggak perlu, nggak ...."Sera mengabaikan penolakan Janice dan langsun
"Apa maksudmu?" Janice membelalakkan matanya."Menurutmu?" Tatapan Jason terlihat mendalam.Di ruang kantor, Sera membaca pesan dari Jason. Memang tidak ada yang gratis di dunia ini.Sera segera menelepon ruang pemantauan. "Matikan CCTV yang mengarah ke ruang kantorku.""Baik."Nyatanya, kedua orang yang berada di dalam lift tidak melakukan apa-apa. Lebih tepatnya, ponsel Jason tiba-tiba berdering saat dia ingin melakukan sesuatu.Janice melirik layar ponselnya. Itu adalah panggilan dari Vania. Dia menatap Jason yang begitu dekat dengannya, lalu memperingatkan, "Paman, calon istrimu."Jason tidak merespons ataupun melepaskan Janice, hanya menjawab panggilan. Di ujung telepon, terdengar suara lembut Vania."Jason, gaun yang kamu kasih indah sekali. Aku suka. Terima kasih. Hari ini, Bu Sera akan memakai rancanganku. Aku mau sampai lebih awal supaya bisa foto dengannya untuk promosi. Kapan kamu balik?""Sebentar lagi." Suara Jason terdengar datar, tetapi membuat orang yang mendengarnya me
Sesampainya di sana, Janice menyebutkan namanya. Staf menyambutnya dengan hormat. Setelah membawa Janice ke sofa, staf menyajikan teh dan camilan."Tunggu sebentar ya, Bu. Aku suruh orang bawakan gaunnya.""Oke."Janice menyesap tehnya. Ketika hendak merilekskan diri, berita tentang pesta malah muncul di layar lebar depan. Toko gaun ini seharusnya mensponsori selebritas.Janice tiba-tiba teringat pada ucapan Jason yang menyuruhnya menonton berita malam nanti. Atas dasar apa?Janice mengambil remot di meja teh dan hendak mematikannya. Namun, staf tiba-tiba kembali dan berdiri di depannya sehingga menghalangi layar lebar."Bu, ini gaunmu. Silakan diperiksa dulu.""Ya."Janice menghela napas, lalu meletakkan remot dan bangkit. Meskipun sudah pernah dipakai, Janice selalu takjub dengan gaun ini.Staf mengangkat ujung gaun dan tersenyum. "Gaun ini memang sangat cocok denganmu. Apalagi, gaun ini dibuat sesuai ukuran tubuhmu. Aku rasa nggak ada orang yang bisa memakai gaun ini selain kamu."T
"Ya." Jawaban Jason ini langsung membuat semua orang menatap Vania dengan iri. Sepertinya, perhiasan misterius itu adalah hadiah ulang tahun untuk Vania.Wajah Vania tersipu. Reporter mengarahkan mikrofon kepadanya. "Bu Vania, apa kamu punya keyakinan dengan perhiasan rancanganmu?"Jelas-jelas hanya pertanyaan sederhana, tetapi Vania tidak lupa memamerkan kemesraan. Vania mengejapkan matanya, lalu menyahut dengan lembut, "Jason mendukungku, aku tentu yakin. Perhiasanku dirancang berdasarkan bunga krisan. Kalian akan berkesempatan melihatnya nanti. Jangan lupa dipotret ya."Tiba-tiba, suasana menjadi makin heboh. Ternyata Sera sudah tiba. Vania pun mengangkat dagunya sedikit, bersiap-siap untuk menerima pujian.Sera tampak memakai gaun satin berwarna hijau tua dengan ekor panjang. Pinggang dan bokong seksinya membuatnya terlihat sangat menggoda. Namun, kalung yang dipakainya bukan hasil rancangan Vania, melainkan hasil rancangan Janice. Kalung itu membuat auranya terlihat lembut.Mengej
Sera mengelus anjingnya, lalu tersenyum dan meneruskan, "Apa yang kamu pikirkan? Tentu saja karena pupuk yang kupakai bagus. Bu Vania, kamu harus ingat margamu belum berubah jadi Karim. Dalam hal ini, Janice lebih dewasa darimu."Jadi, jangan sombong sebelum jadi Nyonya Ketiga Keluarga Karim. Selesai berbicara, Sera pun pergi tanpa menghiraukan Vania lagi.Vania sungguh gusar. Dia berbalik dan hendak mengadu kepada Jason, tetapi Jason sudah berjalan pergi. Dia hanya bisa tersenyum kepada kamera, lalu menyusul Jason."Jason, aku ....""Aku nggak mau dengar penjelasan sampah. Kamu seharusnya tahu konsekuensi tema desainmu," ucap Jason."Tapi, kamu bisa memperingatkanku." Vania tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Dia sampai mengeluhkan sikap Jason.Jason lantas memicingkan mata menatapnya dengan tatapan suram dan dingin. "Kamu merusak hubungan kerja samaku dengan Bu Sera. Aku bakal menarik semua investasi untuk Keluarga Tanaka.""Jangan! Kamu nggak boleh begitu padaku. Kamu janji bakal
Itu artinya, Jason tidak bisa mengancamnya lagi.Janice menghampiri staf dan bertanya, "Permisi, aku mau tanya, Pak Jason buat baju untuk siapa ya?"Kedua staf itu seperti melihat setan. Mereka terperanjat. "Bu, kamu belum pergi?""Belum. Kebetulan aku mendengar obrolan kalian tadi.""Kamu salah dengar. Permisi, kami masih punya kerjaan."Kedua staf itu langsung kabur. Sepertinya, dia tidak bisa mendapat informasi apa pun. Janice hanya bisa menghela napas.....Janice awalnya ingin pulang dan menyerahkan gaunnya kepada Ivy. Namun, di mobil, dia tiba-tiba mendapat telepon dari Hamdan."Janice, kenapa kamu belum pindah dari asrama? Semua orang sudah pindah. Kalian sudah magang sekarang. Asrama akan direnovasi untuk siswa baru. Cepat kemasi barang-barangmu.""Ya, aku sudah tahu."Janice baru teringat pada pesan di grup obrolan dua hari lalu. Mereka menyuruhnya untuk pindah. Karena terus memikirkan desain untuk Sera, dia jadi lupa masalah ini.Hamdan berujar dengan kesal, "Besok sudah haru
Jason! Suara rendahnya terdengar sangat tenang. Dengan kedua lengannya yang kuat, dia mengangkat Janice dengan mudah.Janice mendongak dan pandangannya bertemu dengan sepasang mata yang misterius. Dalam sekejap, dia terdiam kebingungan.Bukankah yang seharusnya datang adalah Ivy?Kakinya yang telanjang menyentuh lantai, dinginnya ubin keramik menyebar ke seluruh tubuh dan membuatnya tiba-tiba tersadar."Mana ibuku?""Kakinya keseleo," jawab Jason dengan dingin."Aku bisa panggil taksi sendiri, nggak perlu repotin Paman."Setelah Janice selesai berbicara, dia berbalik dan melompat dengan satu kaki. Di belakangnya, Norman memegangi kepalanya sambil mengangkat sebuah sepatu. "Bu Janice, sepatumu," panggilnya."Nggak butuh lagi ... ah ...!"Embun pagi menutupi permukaan ubin dengan tetesan-tetesan air. Janice baru melompat dua kali sebelum terpeleset, tubuhnya kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh.Sebuah tangan menangkapnya dan menariknya kembali. Dia terhuyung keras ke arah dada
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can
Setelah bertemu dengan pemilik penginapan, Janice mengatakan bahwa dia ingin menginap dulu di penginapan tersebut.Pemiliknya tampak ketakutan karena insiden bunuh diri wanita sebelumnya. Melihat Janice datang sendirian, tatapannya pada Janice terlihat aneh. Bukan karena nafsu, melainkan karena takut Janice mati di penginapannya tanpa ada yang tahu.Pemilik penginapan pun berbaik hati mengajak Janice tinggal di properti lain miliknya yang tidak dekat dengan pantai.Saat memberikan kunci, dia bahkan menasihati, "Kamu masih muda dan cantik, harus bisa move on. Di dunia ini masih banyak pria."Janice sudah berkali-kali menjelaskan bahwa dia tidak ada niat bunuh diri, tetapi si pemilik tetap tak percaya.Keesokan harinya, setelah Janice menandatangani kontrak sewa, dia baru percaya bahwa Janice memang serius menyewa tempat itu. Dia bahkan bersikap sopan dan mengajak Janice sarapan bersama.Setelah sarapan, Janice mulai menjelajah layaknya seorang turis. Saat waktu di luar negeri sudah sama
Pada suatu liburan musim panas, Ivy tiba-tiba dipecat tanpa alasan yang jelas. Kebetulan saat itu Janice jatuh sakit parah. Pengobatannya menghabiskan banyak uang.Ivy menangis sepanjang malam. Sebelum fajar menyingsing, dia sudah menggandeng Janice berdiri di pinggir jalan tol menunggu kendaraan.Dia bahkan bersumpah tak akan membiarkan siapa pun menemukan mereka. Namun, setelah kabur seminggu, lokasi mereka terdeteksi karena tempat penginapan.Zachary pun menjemput mereka pulang. Kalau diingat sekarang, Janice ingin tertawa.Saat sedang tenggelam dalam kenangan, sebuah bus besar berhenti di depannya. Katanya ada pemeriksaan sebelum masuk tol, tetapi orang-orang di sekitar sudah naik dan memasukkan barang ke dalam bagasi.Janice sendiri tak punya tujuan tertentu. Yang penting bisa membawanya keluar dari Kota Pakisa.Dia menarik masker dan ikut naik ke dalam bus. Setelah membayar, dia memilih tempat duduk kosong secara acak.Tak disangka, penumpang dalam bus itu cukup ramai meskipun ha
Rachel mencengkeram baju Jason seolah-olah menggenggam cahaya terakhir dalam hidupnya. Sampai akhirnya, Jason perlahan menunduk dan mendekatinya.Air mata berlinang di wajah Rachel, seberkas harapan terpancar dari tatapannya. Rachel yakin, Jason tidak akan meninggalkannya begitu saja.Namun, detik berikutnya, hatinya seakan-akan tenggelam ke dalam danau es.Jason menggenggam tangannya, melepaskannya satu per satu. Suaranya datar, dingin seperti es. "Aku akan menemanimu sampai akhir. Hanya itu. Itu adalah utangku padamu."Rachel menatap tangannya yang terlepas perlahan. Air matanya jatuh makin deras. Dia tak sanggup menerima. Benar-benar tak sanggup.Karena tahu hidupnya tidak akan lama lagi, dia makin terobsesi pada apa yang benar-benar dia inginkan. Sekarang, satu-satunya yang dia pedulikan hanyalah Jason.Mau itu egois, mau itu obsesi, dia hanya ingin Jason tetap bersamanya. Dengan tidak rela, Rachel kembali menarik Jason dan akhirnya mengucapkan alasan sebenarnya kenapa Jason bersed
Sebelum dia sempat berbicara, lengannya sudah lebih dulu dicengkeram erat oleh pria itu. Dengan suara benturan keras, sepanci sup hangat yang baru saja matang langsung tumpah.Tatapan Jason tajam, jemarinya menegang, matanya merah, auranya penuh kemarahan dan niat membunuh. "Kenapa kamu harus mencarinya?"Rachel mendongak dengan kesakitan, menatap pria yang mengerikan itu dengan air mata mengalir. "Jarang sekali aku melihatmu sepanik ini. Kamu marah? Kalau marah, lampiaskan saja padaku!"Melihat air matanya, Jason seperti melihat kutukan yang memaksanya melepaskan cengkeramannya. Namun, Rachel malah menangis semakin keras. Dia melangkah pelan, ingin mendekatinya.Jason justru mundur dua langkah, menghindari sentuhannya. Mata hitam legamnya redup, seperti tenggelam dalam kabut yang hening, memandang Rachel seperti menatap laut tanpa gelombang.Rachel terisak-isak. "Kamu bahkan nggak mau marah padaku? Kenapa kamu rela melakukan apa saja demi dia?""Kakakku bantu Janice cari apartemen, la