Rachel sudah mulai terbiasa memanggil Ivy dengan sebutan kakak. Kelihatannya, Ivy juga sudah mengakuinya."Hm." Janice melangkah maju dan duduk. Dari sudut matanya, dia melihat daftar tamu. "Sebanyak ini tamunya?"Rachel tersenyum. "Ini masih sedikit! Kami cuma mengundang keluarga dan orang-orang penting saja. Sisanya baru akan diundang saat pernikahan nanti."Janice melihat daftar nama yang hampir mencapai 200 orang dan langsung terdiam. Keduanya berasal dari keluarga besar, yang paling mereka miliki adalah koneksi.Ivy menyadari kecanggungan Janice dan mengalihkan topik, "Rachel, tadi kita sampai mana?""Oh, aku tanya soal urutan sembahyang sebagai istri Jason. Ribet sekali!" Rachel memanyunkan bibirnya."Nggak ribet. Jason adalah pewaris utama dan akan menjadi Kepala Keluarga Karim di masa depan. Apa pun harus mengutamakan dia. Karena kamu istrinya, tentu saja kamu yang pertama," jelas Ivy.Mendengar itu, Rachel menopang dagunya dan matanya berbinar penuh kekaguman. "Aku tahu dia me
Dua kotak itu berisi dua jenis gaun tidur. Yang satu bergaya imut, yang satu lagi lebih seksi. Namun, tidak terlalu terbuka, hanya memiliki beberapa desain yang menggoda.Rachel takut Janice tidak bisa melihat dengan jelas, jadi dia sengaja mengeluarkan kedua gaun tidur itu dan membandingkannya di depan cermin. Tidak cukup hanya dengan membandingkan pada diri sendiri, dia juga menempelkan gaun itu ke tubuh Janice."Janice, aku benar-benar iri padamu. Kamu cantik, tubuhmu juga sempurna, pakai apa pun pasti terlihat bagus."Janice terdiam, diam-diam menyesuaikan napasnya agar tetap tenang sebelum tersenyum ringan. Secara refleks, dia menolak gaun tidur itu dengan mendorongnya sedikit."Kamu juga cantik. Pakai saja dua-duanya secara bergiliran.""Lalu, mana yang harus kupakai duluan? Aku berencana mengenakannya di malam pertunangan. Pilihkan yang bisa membuat Jason ... terpana."Rachel agak malu, tetapi tatapannya penuh dengan cinta yang tulus. Menatap wanita yang begitu bebas mengekspres
Rachel mengangkat syal itu dan melihatnya. Dia memasukkan jarinya ke lubang kecil di kainnya, lalu terkekeh-kekeh. "Malah robek. Mungkin dia lupa membuangnya. Ini juga bukan gayanya, bahannya bukan kasmir, jadi nggak lembut sama sekali. Simpan saja dulu.""Baik."Rachel adalah calon istri Jason, jadi para pelayan tidak berani membantahnya. Mereka segera mengambil syal itu dan memasukkannya ke salah satu kotak di sebelahnya.Setelah selesai berkemas, Rachel melihat sekeliling ruang pakaian. Penuh dengan kopernya dan pakaian yang sudah dia putuskan untuk disingkirkan. Bagaimana jika Jason melihatnya dan menganggapnya berantakan?"Tolong bantu aku bereskan ini. Kalau kalian suka beberapa pakaian di dalamnya, kalian boleh mengambilnya.""Terima kasih, Nona!"Para pelayan membawa semua kotak keluar dari ruangan dengan cekatan.....Janice kembali ke tempat tinggal Ivy. Saat ini, Ivy sedang mengatur tempat duduk para tamu.Begitu melihat Janice dari sudut matanya, dia menggigit bibirnya dan
Saat pertama kali melihat syal itu, Janice sudah terkejut. Dia sendiri yang telah membuangnya ke tempat sampah. Bagaimana bisa muncul di tempat tinggal Jason? Kecuali, Jason benar-benar mencarinya di truk sampah.Namun, setelah mendengar ucapan pelayan itu, Janice langsung merasa bagaimana syal itu bisa kembali ke tangan Jason sudah tidak penting lagi. Pada akhirnya, itu tetaplah sampah.Jason pasti tahu Janice mengunjungi tempat tinggalnya, jadi membuang syal itu begitu saja. Apa maksudnya? Janice tentu mengerti.Pelayan itu menatap Janice dan bertanya, "Nona, apa masih ada urusan lain?"Janice melepaskan pegangannya dan menggeleng. "Nggak ada."Pelayan itu menarik syalnya sedikit dan kembali bekerja. Janice melihat kain merah itu menghilang dari pandangannya. Telapak tangannya terluka karena mencengkeram terlalu keras, tetapi dia sama sekali tidak merasakan sakit.Dia hanya bisa tersenyum pahit dan kembali sadar, lalu berbalik dan melihat Ivy mulai menyuruh orang-orang memindahkan ha
Karena marah, wajah Anwar menjadi sangat suram.Kepala pelayan menunduk dengan hormat dan bertanya lagi, "Lalu, selanjutnya ...?"Anwar memejamkan mata sejenak untuk berpikir. Sesaat kemudian, dia membukanya kembali dan bertanya balik, "Gimana dengan Ivy?""Dia mengatur semuanya dengan teliti.""Hm." Anwar melirik kepala pelayan.....Setelah keluar dari dapur, Ivy kelelahan hingga punggungnya terasa sakit. Janice memapahnya kembali. Saat melewati koridor, Jason mendekat dari arah berlawanan.Ivy tersenyum. "Kamu sudah kembali, Jason.""Hm." Jason mengangguk ringan, lalu pandangannya melewati Ivy dan jatuh pada Janice.Janice menunduk. Suaranya datar tanpa emosi. "Paman."Jason tidak merespons. Janice juga tidak ingin berbicara lebih banyak dengannya, jadi dia langsung menarik Ivy untuk pergi.Namun, saat melewati Jason, tangannya tiba-tiba digenggam oleh pria itu. Janice tertegun. Jari-jari panjang pria itu bertautan dengan jemarinya, seakan-akan ingin menyampaikan sesuatu.Namun, Jan
Setelah Jason pergi, Janice bersandar pada pilar dengan lemas. Salju tebal di luar tidak ada bedanya dengan wajahnya yang pucat pasi.Janice berpegangan pada pilar dan melangkah maju. Di atas kepalanya, pita merah yang baru digantung berkibar tertiup angin. Pita-pita itu tampak begitu hidup, sementara dirinya seperti sudah mati.Setelah kembali ke tempat tinggalnya, Janice merasa tubuhnya sangat tidak nyaman dan langsung berbaring di ranjang kamar tamu. Selimut baru yang menyelimuti tubuhnya sama sekali tidak memberinya rasa aman.Pada akhirnya, dia pun terlelap dalam keadaan setengah sadar.....Jason duduk di sofa. Ujung jarinya menekan pelipisnya, bulu matanya yang panjang sedikit menutup dan menyembunyikan emosi di matanya."Jason, kamu sudah balik." Rachel menghampiri dengan gembira. Melihat mantel Jason di sofa, dia langsung mengambilnya dan merapikannya dengan penuh perhatian."Aku sudah merapikan lemari pakaianmu. Biar aku gantungkan mantel ini ya?""Hm." Jason menjawab dengan
Janice tidur dengan sangat tidak nyenyak. Dia selalu merasa ada sebilah pisau yang tergantung di atas kepalanya.Di tengah kesadarannya yang samar, dia merasakan seseorang menyentuh wajahnya. Dengan susah payah, dia membuka matanya dan melihat pria yang membelai wajahnya dengan lembut. Dia langsung tahu bahwa semua ini hanyalah mimpi.Hanya dalam mimpi, Janice bisa menghadapi Jason dengan tenang. Dia menatap pria itu sambil bergumam, "Perutku nggak nyaman sekali."Setelah mengatakan itu, tubuhnya secara refleks meringkuk. Jason mengusap lembut bibirnya yang pecah dengan ujung jari, lalu bertanya dengan nada kesal, "Masih mau berulah?"Janice menggeleng, tampak begitu patuh. Jari Jason membeku sejenak, lalu sorot matanya semakin dalam saat menatapnya.Detik berikutnya, Janice merasakan tubuhnya ditarik ke dalam pelukan yang hangat. Sebuah tangan besar menempel di perutnya, memijatnya dengan lembut.Entah sudah berapa lama berlalu, Jason menunduk dan mendekati telinga Janice. Dia bertany
Pada hari pertunangan, Ivy bangun sejak pukul 5 pagi untuk bekerja, demi menunjukkan dirinya dengan baik di hadapan Anwar.Janice khawatir akan kesehatan ibunya, jadi ikut bangun pagi. Mereka berdua menghabiskan waktu 2 jam untuk memeriksa semua keperluan yang akan digunakan. Setelah memastikan semuanya tidak ada masalah, mereka akhirnya kembali dengan tubuh lelah.Tak disangka, Zachary yang bekerja hingga larut malam kemarin, juga sudah bangun. "Ayo, ayo, aku sudah menyiapkan sarapan. Cepat duduk dan makan."Setiap generasi muda dalam Keluarga Karim selalu dikirim ke luar untuk berlatih saat masih muda. Makanya, Zachary bisa memasak.Meskipun tidak bisa dikatakan sempurna dalam aspek warna, aroma, dan rasa, setidaknya cukup lezat untuk disantap.Zachary menarik Ivy untuk duduk, lalu memijat bahunya dengan lembut. Di wajah Ivy yang lelah, perlahan muncul senyuman. "Kamu pulang larut semalam, nggak perlu bangun sepagi ini.""Kalian berdua sudah bekerja keras beberapa hari ini, aku cuma
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can