Benar, Janice sudah lama mengenali Thiago. Atau lebih tepatnya, mengenali dirinya dari kehidupan sebelumnya.Di kehidupan sebelumnya, Thiago dikenal sebagai pewaris keluarga kaya yang paling menakutkan. Karena sejak kecil, Thiago sudah memiliki sindrom XYY.Keluarga Tandiono selalu berusaha menutupi penyakitnya dengan uang, menyuap semua orang agar menutup mulut atas perbuatannya.Dia telah menyakiti banyak wanita. Beberapa bisa dibungkam dengan uang, sementara yang tidak bisa, keluarganya akan menekan mereka sampai hancur lebur.Hingga suatu hari, seorang anonim memberikan bukti lengkap, menangkap Thiago saat dia hendak berbuat kejahatan lagi.Saat itu, berita mengungkap beberapa detail. Misalnya, bagaimana dia mengurung para wanita itu.Jadi, sejak pertama kali bertemu Thiago, Janice sudah mulai belajar cara menyelamatkan diri. Namun setelah itu, investigasi lebih lanjut tidak pernah diumumkan lagi.Misalnya, siapa saja yang pernah menjadi korbannya. Atau hubungan antara dia dan Elai
"Kamu menyukai kekerasan, tapi selalu merasa nggak pernah mencapai bentuk yang paling sempurna. Jadi, kamu terus bereksperimen, sampai suatu hari kamu mematahkan kaki pacarmu.""Kamu menyukai kecantikan yang cacat, tapi mereka tetap nggak bisa mencapai standar sempurnamu.""Hingga akhirnya, kamu bertemu dengan Rachel yang mengalami amputasi karena cedera. Dia menjadi dewi dalam hidupmu. Di hadapannya, kamu tampil sebagai pria sopan dan penuh perhatian. Tapi, ada seseorang yang terus menanamkan dalam pikiranmu kalau kamu nggak pantas untuknya."Mendengar ini, Thiago tiba-tiba berhenti. Matanya menatap Janice dengan penuh kecurigaan dan penilaian. "Dari mana kamu tahu?""Kamu pikir aku cuma tahu sejauh ini? Aku bahkan bisa memberitahumu apa yang terjadi selanjutnya, lalu kamu akan tahu gimana aku mengetahuinya." Janice sengaja membuatnya penasaran.Semua detail ini sebenarnya adalah informasi yang pernah diungkap oleh polisi di kehidupan sebelumnya.Thiago jelas tidak sabaran. Dia mengep
Langit di luar diselimuti awan hitam yang pekat, sementara angin laut menerpa tubuh Janice dengan keras. Cuaca dan pemandangan ini terasa begitu familier.Di kehidupan lampau, Ivy meninggal di tempat ini. Kecelakaan mobil yang merenggut nyawanya. Siapa yang tahu bahwa tidak jauh dari lokasi kecelakaan, di dalam rumah itu, tersembunyi segala kebusukan.Tidak, ada seseorang yang tahu. Jason di kehidupan lampau.Saat ini, awan gelap menutupi langit. Laut yang luas terbentang seperti jurang yang siap menelan Janice kapan saja.Tiba-tiba, angin kencang dan hujan deras menerjang, sama seperti gejolak di hatinya yang tak bisa tenang.Matanya berkilat sedih. Di wajahnya, sudah tidak jelas lagi mana air hujan dan mana air mata. Dia berusaha mengendalikan tubuhnya, tetapi kakinya terasa berat.Detik berikutnya, tangan Thiago mencengkeram lehernya dan membantingnya ke tanah. "Aku akan membunuhmu sekarang juga, lalu melemparmu ke laut!"Wajah Janice memerah karena kekurangan oksigen. Dia bahkan ta
Thiago mengabaikan luka yang terus mengucurkan darah. Dengan penuh kegilaan, dia memutar setir dengan kasar, berusaha membuat mobil di atasnya terlempar.Janice terhantam dua kali sebelum berhasil mencengkeram kursi dan menstabilkan tubuhnya. Dia menarik napas dalam, lalu dengan sekuat tenaga menerjang ke depan, melingkarkan lengannya di leher Thiago dari belakang."Kamu begitu ingin mati? Aku akan mengabulkan keinginanmu!""Dasar jalang! Le ... lepaskan!"Wajah Thiago memerah, tetapi karena terlalu banyak kehilangan darah, bibirnya tampak pucat pasi. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya tanpa sadar memperlambat laju kendaraan.Jason memanfaatkan kesempatan itu untuk mengendalikan mobilnya dan turun dari atas. Dia lalu menabrakkan bagian depan mobilnya ke mobil Thiago, memaksa pria itu untuk berhenti.Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Thiago semakin murka. Dengan kekuatan penuh, dia melepaskan cengkeraman Janice.Tubuh Janice membentur kursi dengan keras, membuatnya kesulitan
Janice menutup matanya, merasakan tubuhnya jatuh dengan cepat sebelum akhirnya terhempas ke dalam laut yang sedingin es.Saat ini, dia tak lagi memiliki tenaga, bahkan tak ingin berusaha melawan. Dia membiarkan tubuhnya tenggelam ke dasar laut.Air laut menekan paru-parunya, rasa sesak yang mencekik perlahan-lahan membuat kesadarannya memudar.Tiba-tiba, ombak di atasnya bergejolak. Sebuah bayangan menerobos masuk ke air. Dia ingin sekali melihat dengan jelas siapa itu, tetapi tubuhnya sudah tak mampu bertahan.Lagi pula, mustahil itu Jason. Dari ketinggian seperti itu, dia tidak mungkin melompat.Sebelum kesadarannya sepenuhnya hilang, tubuhnya tiba-tiba dipeluk erat oleh seseorang. Sesaat kemudian, bibirnya ditahan oleh sesuatu.Seperti menemukan harapan terakhir, Janice langsung melingkarkan tangannya di leher orang itu. Tubuhnya mulai didorong ke permukaan air.Namun, tepat saat mereka hampir mencapai permukaan, orang yang memeluknya tiba-tiba melepaskannya. Janice mencoba menggapa
Janice tahu itu Landon, tetapi dalam mimpinya, dia selalu tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Pada akhirnya, dia memilih untuk membuka matanya, menatap kosong ke langit-langit yang putih bersih.Entah berapa lama kemudian, pintu kamar didorong oleh Arya. "Sudah sadar? Masih ada yang sakit nggak?""Aku baik-baik saja." Janice menopang tubuhnya, menggeleng pelan.Arya menggigit bibirnya, lalu bertanya dengan hati-hati, "Kamu masih ingat apa yang terjadi?"Janice menunduk, lalu menjawab dengan tenang, "Maksudmu aku yang merasa diri sendiri pintar, tapi tetap saja dimanfaatkan, lalu berakhir melompat ke laut? Aku ingat, sangat jelas."Ekspresi Arya menegang. Dia buru-buru menjelaskan, "Bukan, sebenarnya dia ...."Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Janice sudah menyela, "Dokter Arya, kamu masih ingat apa yang kukatakan saat kita bertemu di bar? Aku akan mengulanginya lagi sekarang. Aku lebih baik mati bersama musuhku daripada diselamatkan olehnya.""Kamu nggak tahu, dem
"Kalau begitu, lihat baik-baik siapa ini." Begitu Anwar selesai bicara, para pengawal menyeret Ivy masuk ke ruangan.Ivy didorong hingga tersungkur di samping tempat tidur. Janice bergegas turun dan membantunya berdiri.Namun, sebelum mereka berdiri dengan stabil, Elaine langsung menerjang ke depan dan menarik paksa kerah baju Ivy."Lihat ini, ini Nyonya Kedua Keluarga Karim. Masih ada tanda dari pria lain di tubuhnya. Pantas saja, dia bersembunyi. Kalau aku jadi dia, aku juga malu bertemu orang."Ivy berusaha sekuat tenaga untuk melawan, tetapi lukanya baru saja sembuh. Dia bukan tandingan Elaine. Janice akhirnya menarik kembali kerahnya dan membantunya merapikan pakaian.Wajah Ivy dipenuhi rasa hina, matanya memerah karena menahan emosi. "Elaine, kamu sudah keterlaluan."Elaine mencibir. "Aku keterlaluan? Setidaknya aku nggak mencari pria lain. Kamu berani bilang kalau wanita di foto ini bukan kamu?"Sambil berbicara, dia mengangkat foto-foto yang kotor itu.Ivy meliriknya sekilas, l
Detik demi detik berlalu, wajah Jason semakin terlihat suram. Akhirnya, dia menekan bibirnya rapat-rapat, menatap Janice dengan tatapan yang rumit.Janice sudah terbiasa dengan sikap dingin dan diamnya Jason. Jason tidak bisa dan tidak akan membantunya, meskipun yang dibutuhkan hanya dua kalimat sederhana untuk membuktikan kebenaran.Manusia itu rumit, begitu pula perasaan. Namun, Janice hanya menginginkan sesuatu yang lebih sederhana.Tanpa ragu, dia berkata, "Kalau begitu, silakan Bu Elaine menunjukkan lebih banyak bukti kalau foto-foto itu memang dapat dipercaya. Kalau nggak, aku berhak menganggap foto-foto itu hasil rekayasa."Elaine tidak menyangka Janice begitu keras kepala. Dengan kesal, dia bertanya, "Lalu, apa buktimu kalau ibumu nggak bersalah?""Kebetulan, aku memang punya." Janice mengambil laporan visum dari laci dan melemparkannya ke hadapan Elaine."Di hari pertama kejadian, aku langsung melapor ke polisi. Ini adalah laporan visum yang dilakukan di bawah pengawasan pihak
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can