Melihat bahwa Arya sudah bisa membaca maksudnya, Janice tidak lagi repot-repot menutupi niatnya. "Ada apa dengannya? Apa ini karena insiden dengan Thiago waktu itu?"Arya mengernyit. Untuk sejenak, dia tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana. Setelah kejadian dengan Thiago, Janice semakin menjauhi Jason hingga ke titik ekstrem.Jason mungkin tampak tenang di luar, tetapi semua emosinya tercermin dari kondisi tubuhnya. Dia menjadi sangat pasif dan akhirnya harus menjalani operasi mikro pada tulang belakang. Sekarang dia masih dalam masa pemulihan. Itulah sebabnya dia harus menggunakan tongkat saat berjalan.Arya membuka mulut, tetapi kemudian teringat akan peringatan Jason.Jangan beri tahu Janice.Sejak hari pertama dia mengenal Jason, dia tahu pria itu sangat dingin dan obsesif.Jason meyakini bahwa Janice adalah miliknya. Dia menganalisis segala sesuatu dengan dingin, mempertimbangkan semua pro dan kontra, lalu menggunakan cara bisnis untuk memaksa Janice tetap berada di sisinya
Landon melepas mantelnya dan menyampirkannya di badan Janice. "Kalau sudah minum alkohol, jangan kena angin. Mari kuantar pulang.""Nggak usah, Rachel gimana?" tolak Janice sambil tersenyum."Yang penting ada Jason saja." Sambil berbicara, Landon menunjuk ke arah yang tidak jauh dari mereka.Janice secara refleks menoleh ke arah yang sama dan melihat Rachel sedang menggandeng lengan Jason, melambaikan tangan ke arahnya sebagai tanda perpisahan. Di sisi mereka, Fiona juga ikut meliriknya sekilas.Sebagai bentuk sopan santun, Janice mengangkat tangannya sedikit untuk membalas. Namun, tepat saat itu, angin dingin berembus kencang dan menerpa wajahnya. Tubuhnya seketika bergidik dan sedikit oleng.Landon dengan sigap merangkul bahu Janice untuk menstabilkan tubuhnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Janice menggeleng. "Nggak apa-apa.""Jangan memaksakan diri. Ayo, mobilku ada di dekat sini." Landon menundukkan kepala sedikit dan berbicara dengan suara rendah di dekatnya."Oke."Janice memb
Semuanya terjadi terlalu cepat.Meskipun refleks Landon sangat cepat untuk menangkis dengan tangannya, serangan mendadak lawan tetap saja membuatnya kewalahan. Salah satu matanya langsung menjadi kabur.Janice melihat ke luar dan terkejut. "Kak Naura? Apa yang kamu lakukan?"Begitu Naura melihat bahwa orang yang dia hadapi adalah Janice dan Landon, benda di tangannya langsung terjatuh ke lantai."Ma ... maaf, aku nggak tahu itu kalian."Janice menunduk dan melihat benda yang menggelinding di lantai ... semprotan merica.Janice segera membantu Landon masuk ke dalam rumah dan menggunakan air mineral untuk membilas matanya. Untungnya, Landon sempat menangkis sedikit, sehingga cairan yang masuk ke matanya tidak terlalu banyak.Setelah dibilas, Landon mengambil handuk dari tangan Janice dan menyeka wajahnya."Aku baik-baik saja."Janice menghela napas lega, lalu buru-buru membuka ponselnya untuk memesan obat mata agar segera dikirim. Setelah itu, dia baru menoleh ke arah Naura yang berdiri
Melihat salah satu mata Landon masih merah, Janice segera membuka kantong obat yang baru diterimanya dan mencari obat tetes. "Kubantu tetesin obat mata.""Kamu mau bantu aku?" tanya Landon dengan nada ringan."Iya." Tanpa berpikir panjang, Janice langsung mengangguk. Dia sama sekali tidak menyadari senyuman kecil di wajah Landon. Tanpa basa-basi, Landon langsung duduk di sampingnya dan menunggu Janice merawatnya.Janice membuka botol semprotan obat tersebut. Namun, begitu cairan itu keluar, aroma menyengat langsung menyeruak dan membuat mereka berdua terbatuk. Bau itu bahkan terhenti sangat lama di udara.Janice buru-buru menutup hidung dan mulutnya. "Aku buka jendela dulu biar udara masuk."Dia berjalan ke dekat tempat tidur dan membuka jendela. Barulah baunya terasa lebih pudar.Saat melihat labelnya, dia baru sadar bahwa ini adalah obat herbal khusus untuk mengatasi pembengkakan dan kemerahan. Hanya saja, baunya terlalu menyengat.Janice buru-buru menutup botolnya dan menghirup udar
"Siapa?" tanya Landon dengan tatapan dalam."Pak Jason. Dia terus berada di bawah sedari tadi," jelas Zion."Aku mengerti. Aku akan cari waktu untuk ngobrol sama dia."Setelah menutup telepon, Landon berjalan ke arah jendela dan melihat ke bawah. Di bawah sinar lampu jalan, seorang pria dengan postur tubuh tegap bersandar pada mobil sambil merokok. Hampir pada saat bersamaan, pria itu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah jendela.Tanpa ragu, Landon langsung menarik tirai untuk menutup pandangan dari luar.Janice yang melihatnya jadi penasaran. "Ada apa?"Landon menatapnya sejenak, lalu tersenyum santai. "Lebih aman begini.""Baiklah.""Karena pelakunya belum tertangkap, malam ini aku tidur di sofa saja. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, aku bisa langsung tahu," ujar Landon sambil berjalan kembali ke sofa dan duduk di sana.Janice awalnya ingin menolak, tapi mengingat orang itu belum benar-benar tertangkap, dia tidak bisa menemukan alasan untuk menolaknya. "Terima kasih.""Jangan
Setelah meminum obatnya, Jason menarik lepas dasinya dan melemparkannya ke samping. "Kamu pulang saja."Norman tidak langsung menjawab. Ini adalah pertama kalinya dia melihat Jason dalam kondisi seburuk ini. Bukan hanya fisiknya yang lelah, tetapi juga aura keseluruhan dirinya. Dia merasa tidak tenang.Setelah keluar dari kamar, Norman akhirnya memutuskan untuk bermalam di sofa. Saat duduk, pandangannya sekilas menyapu sofa itu. Sebenarnya, dia juga sulit memercayai bahwa Janice adalah wanita yang sembarangan.Apakah mungkin ada kesalahpahaman?Memikirkan hal itu, Norman mengeluarkan ponselnya dan membuka WhatsApp.Dengan sangat enggan, dia menemukan kontak Zion. Foto profil pria itu tidak lain adalah foto pamer otot yang tak berfaedah.[ Norman: Di mana kamu? ][ Zion: Transfer dulu 1 juta baru kukasih tahu. ][ Norman: Byebye. ][ Zion: Jangan gitu dong. Kamu masih belum lunas biaya pengobatan setelah terakhir kamu hajar aku. Dokter Edrick bilang lukaku lumayan parah, tahu? ][ Norma
Melihat orang di depannya, senyuman Janice langsung menghilang. Seketika, dia tampak sedikit canggung.Rachel berdiri di samping mobil sambil menggandeng tangan Jason, lalu tersenyum dan berkata, "Janice, sudah lama aku nggak melihatmu tersenyum sebahagia ini. Ya, 'kan? Jason?"Dia menarik lengan baju Jason. Jason menyapu pandangannya ke arah Janice dan Landon dengan dingin, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Senyuman di wajah Rachel sedikit menegang, bibirnya terkatup rapat. Suasana langsung menjadi sedikit canggung.Melihat itu, Janice segera mengalihkan topik pembicaraan, "Kenapa kalian kemari?"Rachel menjelaskan, "Tadi pagi aku melihat berita kalau ada penguntit di sekitar sini, aku khawatir padamu. Jadi, aku minta Jason menemaniku melihat keadaanmu. Kami malah bertemu Zion di bawah, dia bilang kalian berdua sudah keluar sejak pagi."Seketika, yang terdengar hanya suara angin yang berembus."Rachel!" Landon mengernyit dan memotong perkataannya, ekspresinya terlihat semakin dingin
Kalau bukan karena Janice memegang kunci di tangannya, dia mungkin akan mengira dirinya salah rumah.Beberapa saat kemudian, Rachel akhirnya melihatnya. "Janice, maaf, aku nggak membuatmu kaget, 'kan?""Nggak. Kalian duduk saja, aku akan menuangkan teh untuk kalian." Janice meletakkan kunci dan menunduk untuk mengambil bahan makanan di dekat pintu masuk.Landon langsung maju dan mengambil kantong belanja dari tangannya. "Biar aku bantu."Janice tidak menolak, lalu mereka pun masuk ke dapur bersama.Di sofa, Rachel menatap punggung mereka, lalu tersenyum ke arah Jason. "Ini pertama kalinya kakakku begitu serius mengejar wanita."Jason menatapnya, ekspresinya tetap dingin. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung berdiri dan berjalan ke dapur.Rachel menggigit bibir dan mencoba menarik ujung bajunya, tetapi tidak berhasil menahannya. Dia hanya bisa diam dan melihat ke arah dapur.Di dapur, Janice menatap ketel air, pikirannya sedikit melayang. Landon meliriknya dan bertanya, "Cangkirnya ada d
Hanya dari perbandingan desain, Zion langsung tahu bahwa kalung itu adalah karya Janice. Dia memang ada di sini.Zion melanjutkan, "Aku menemukan kalung milik ibu hamil itu dipesan secara custom oleh suaminya di toko perhiasan daring bernama Vega Jewelry. Lokasinya juga ada di Moonsea Bay. Penulis komik itu juga tinggal di Moonsea Bay."Landon mengangguk. "Masih ingat waktu Rachel ngotot ingin punya anak? Aku ingat dia bilang sudah menyiapkan nama anaknya, namanya ....""Vega. Dia belum hamil, tapi dia sudah yakin banget kalau itu anak perempuan," ucap Zion.Landon menatap nama toko perhiasan itu, seakan-akan semakin yakin. "Sepertinya nama ini Rachel dengar langsung dari mulut Jason."Begitu kalimat itu selesai dilontarkan, ponsel Zion berbunyi."Pak, dia baru saja pulang dari rumah sakit. Jangan-jangan dia sudah tahu Bu Janice dan anaknya di Moonsea Bay? Setahuku di Moonsea Bay cuma punya satu TK, hari ini baru saja ada kejadian."Kening Landon berkerut. "Berarti semua omonganku wakt
Janice kembali menggendong Vega, lalu menurunkannya dan mulai berkemas lagi. Saat hendak pergi, dia teringat pada kecelakaan di taman kanak-kanak.Dia mengenal sebagian besar anak-anak di sana. Jadi, dia segera membuka ponsel dan mentransfer 100 juta kepada guru, dengan catatan untuk anak-anak yang terluka.Tak lama kemudian, guru mengembalikan uang itu dan mengirimkan sebuah pesan.[ Mama Vega, Pak Jason sudah menanggung seluruh biaya pengobatan anak-anak yang terluka. ]Kenapa Jason bisa ada di rumah sakit? Jangan-jangan dia memang datang untuk menyumbang?Saat sedang berpikir, guru mengirim pesan lagi.[ Kata Kepala Sekolah, Pak Jason memang sudah lama ada di grup donor darah. Tapi karena nggak bisa donor darah, dia cuma menyumbang. Ternyata masih banyak orang baik di dunia ini. Terima kasih, Mama Vega. Bagaimana kondisi Vega sekarang? ][ Baik. Oh ya, aku ingin mengajukan cuti seminggu untuk Vega. ][ Boleh. Mohon tetap perhatikan kondisi Vega ya. Kalau ada masalah, beri tahu kami
Jason menggigit bibirnya. "Bagaimana kalau kami nggak setuju?"Jason menjawab dengan tenang, "Aku akan membuatmu setuju."Namun, kalimat ini terdengar seperti ancaman bagi Janice. Dia menatap Jason dengan tajam, lalu memasukkan tangannya yang sudah diobati ke dalam sakunya. Saat Jason sedang mengobati luka di tangan lainnya, dia mengeluarkan tongkat listrik mini anti pemerkosa.Setelah disetrum, tubuh Jason langsung menjadi kaku. Dia menatap Janice dan bertanya dengan nada bicara yang biasanya dingin dan sombong menjadi serak, "Apa kamu begitu membenciku?""Benci! Aku benci kamu!" teriak Janice sambil memalingkan wajahnya.Jason langsung terjatuh ke tanah dengan kuat.Setelah mematikan tongkat listrik itu, Janice segera menggendong Vega dan berlari keluar.Beberapa detik kemudian, Jason membuka matanya. Setelah perlahan-lahan bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, dia menatap ke arah perginya Janice sambil menghela napas. Saat seorang perawat masuk, dia langsung melirik dan memperin
Teringat dengan putrinya, Janice akhirnya berhenti melangkah dan memberi isyarat pada putrinya untuk segera ke sampingnya. Namun, Vega yang sedang memegang susunya pun langsung menarik keluar kakinya dari dalam jaket Jason sebagai isyarat dia tidak memakai sepatu. Dia hanya bisa berjalan mendekat, lalu mengulurkan tangan dan berusaha untuk tetap tenang. "Pak Jason, ini bukan anakmu.""Apa aku sudah tanya?" kata Jason sambil menarik pakaiannya dan membungkus kaki Vega, lalu perlahan-lahan berdiri di depan Janice.Saat Jason menatapnya, Janice merasa punggungnya sudah penuh dengan keringat dingin. Tatapan Jason terlihat dominan dan obsesif, tetapi terasa ada sebuah perasaan yang berbeda saat mendekatinya sampai dia tidak bisa bergerak sedikit pun. Dia menggigit bibirnya karena menyadari Jason pasti sudah menyelidiki segalanya baru bisa muncul di sini.Namun, saat Janice ingin menghindar, tatapannya malah bertemu dengan tatapan Jason. Begitu keduanya saling memandang, waktu terasa berhent
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar