Landon mengernyitkan dahi sebelum akhirnya berkata dengan tegas, "Aku percaya sama Janice dan Jason."Mendengar itu, hati Janice terasa hangat. Dia tersenyum tipis ke arah Landon. Ternyata, kepercayaan bisa sesederhana ini. Tidak perlu banyak bukti untuk membuktikannya.Di saat yang sama, dia merasakan tatapan dingin dan gelap mengarah padanya dari samping. Namun, Janice mengabaikannya dan melanjutkan, "Pak Landon, kalian saling kenal?"Rachel memijat pelipisnya dan berdiri tegak sebelum menjelaskan, "Fiona adalah temanku, juga bridesmaid-ku. Kami teman sekolah sejak SMA, lalu melanjutkan kuliah di luar negeri bersama.""Dia sering datang ke kampus menemuiku dan beberapa kali ketemu Jason, jadi dia sangat peduli sama pernikahanku. Janice, kalian ...." Saat Rachel berbicara, matanya mulai memerah.Namun, sebelum Janice bisa menjawab, Fiona kembali menyela. "Rachel, apa masih perlu ditanya? Jelas dia ini serakah, sudah punya pacar tapi masih ngincar yang lain! Dia pasti memanfaatkan situ
Melihat bahwa Arya sudah bisa membaca maksudnya, Janice tidak lagi repot-repot menutupi niatnya. "Ada apa dengannya? Apa ini karena insiden dengan Thiago waktu itu?"Arya mengernyit. Untuk sejenak, dia tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana. Setelah kejadian dengan Thiago, Janice semakin menjauhi Jason hingga ke titik ekstrem.Jason mungkin tampak tenang di luar, tetapi semua emosinya tercermin dari kondisi tubuhnya. Dia menjadi sangat pasif dan akhirnya harus menjalani operasi mikro pada tulang belakang. Sekarang dia masih dalam masa pemulihan. Itulah sebabnya dia harus menggunakan tongkat saat berjalan.Arya membuka mulut, tetapi kemudian teringat akan peringatan Jason.Jangan beri tahu Janice.Sejak hari pertama dia mengenal Jason, dia tahu pria itu sangat dingin dan obsesif.Jason meyakini bahwa Janice adalah miliknya. Dia menganalisis segala sesuatu dengan dingin, mempertimbangkan semua pro dan kontra, lalu menggunakan cara bisnis untuk memaksa Janice tetap berada di sisinya
Landon melepas mantelnya dan menyampirkannya di badan Janice. "Kalau sudah minum alkohol, jangan kena angin. Mari kuantar pulang.""Nggak usah, Rachel gimana?" tolak Janice sambil tersenyum."Yang penting ada Jason saja." Sambil berbicara, Landon menunjuk ke arah yang tidak jauh dari mereka.Janice secara refleks menoleh ke arah yang sama dan melihat Rachel sedang menggandeng lengan Jason, melambaikan tangan ke arahnya sebagai tanda perpisahan. Di sisi mereka, Fiona juga ikut meliriknya sekilas.Sebagai bentuk sopan santun, Janice mengangkat tangannya sedikit untuk membalas. Namun, tepat saat itu, angin dingin berembus kencang dan menerpa wajahnya. Tubuhnya seketika bergidik dan sedikit oleng.Landon dengan sigap merangkul bahu Janice untuk menstabilkan tubuhnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Janice menggeleng. "Nggak apa-apa.""Jangan memaksakan diri. Ayo, mobilku ada di dekat sini." Landon menundukkan kepala sedikit dan berbicara dengan suara rendah di dekatnya."Oke."Janice memb
Semuanya terjadi terlalu cepat.Meskipun refleks Landon sangat cepat untuk menangkis dengan tangannya, serangan mendadak lawan tetap saja membuatnya kewalahan. Salah satu matanya langsung menjadi kabur.Janice melihat ke luar dan terkejut. "Kak Naura? Apa yang kamu lakukan?"Begitu Naura melihat bahwa orang yang dia hadapi adalah Janice dan Landon, benda di tangannya langsung terjatuh ke lantai."Ma ... maaf, aku nggak tahu itu kalian."Janice menunduk dan melihat benda yang menggelinding di lantai ... semprotan merica.Janice segera membantu Landon masuk ke dalam rumah dan menggunakan air mineral untuk membilas matanya. Untungnya, Landon sempat menangkis sedikit, sehingga cairan yang masuk ke matanya tidak terlalu banyak.Setelah dibilas, Landon mengambil handuk dari tangan Janice dan menyeka wajahnya."Aku baik-baik saja."Janice menghela napas lega, lalu buru-buru membuka ponselnya untuk memesan obat mata agar segera dikirim. Setelah itu, dia baru menoleh ke arah Naura yang berdiri
Melihat salah satu mata Landon masih merah, Janice segera membuka kantong obat yang baru diterimanya dan mencari obat tetes. "Kubantu tetesin obat mata.""Kamu mau bantu aku?" tanya Landon dengan nada ringan."Iya." Tanpa berpikir panjang, Janice langsung mengangguk. Dia sama sekali tidak menyadari senyuman kecil di wajah Landon. Tanpa basa-basi, Landon langsung duduk di sampingnya dan menunggu Janice merawatnya.Janice membuka botol semprotan obat tersebut. Namun, begitu cairan itu keluar, aroma menyengat langsung menyeruak dan membuat mereka berdua terbatuk. Bau itu bahkan terhenti sangat lama di udara.Janice buru-buru menutup hidung dan mulutnya. "Aku buka jendela dulu biar udara masuk."Dia berjalan ke dekat tempat tidur dan membuka jendela. Barulah baunya terasa lebih pudar.Saat melihat labelnya, dia baru sadar bahwa ini adalah obat herbal khusus untuk mengatasi pembengkakan dan kemerahan. Hanya saja, baunya terlalu menyengat.Janice buru-buru menutup botolnya dan menghirup udar
"Siapa?" tanya Landon dengan tatapan dalam."Pak Jason. Dia terus berada di bawah sedari tadi," jelas Zion."Aku mengerti. Aku akan cari waktu untuk ngobrol sama dia."Setelah menutup telepon, Landon berjalan ke arah jendela dan melihat ke bawah. Di bawah sinar lampu jalan, seorang pria dengan postur tubuh tegap bersandar pada mobil sambil merokok. Hampir pada saat bersamaan, pria itu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah jendela.Tanpa ragu, Landon langsung menarik tirai untuk menutup pandangan dari luar.Janice yang melihatnya jadi penasaran. "Ada apa?"Landon menatapnya sejenak, lalu tersenyum santai. "Lebih aman begini.""Baiklah.""Karena pelakunya belum tertangkap, malam ini aku tidur di sofa saja. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, aku bisa langsung tahu," ujar Landon sambil berjalan kembali ke sofa dan duduk di sana.Janice awalnya ingin menolak, tapi mengingat orang itu belum benar-benar tertangkap, dia tidak bisa menemukan alasan untuk menolaknya. "Terima kasih.""Jangan
Setelah meminum obatnya, Jason menarik lepas dasinya dan melemparkannya ke samping. "Kamu pulang saja."Norman tidak langsung menjawab. Ini adalah pertama kalinya dia melihat Jason dalam kondisi seburuk ini. Bukan hanya fisiknya yang lelah, tetapi juga aura keseluruhan dirinya. Dia merasa tidak tenang.Setelah keluar dari kamar, Norman akhirnya memutuskan untuk bermalam di sofa. Saat duduk, pandangannya sekilas menyapu sofa itu. Sebenarnya, dia juga sulit memercayai bahwa Janice adalah wanita yang sembarangan.Apakah mungkin ada kesalahpahaman?Memikirkan hal itu, Norman mengeluarkan ponselnya dan membuka WhatsApp.Dengan sangat enggan, dia menemukan kontak Zion. Foto profil pria itu tidak lain adalah foto pamer otot yang tak berfaedah.[ Norman: Di mana kamu? ][ Zion: Transfer dulu 1 juta baru kukasih tahu. ][ Norman: Byebye. ][ Zion: Jangan gitu dong. Kamu masih belum lunas biaya pengobatan setelah terakhir kamu hajar aku. Dokter Edrick bilang lukaku lumayan parah, tahu? ][ Norma
Melihat orang di depannya, senyuman Janice langsung menghilang. Seketika, dia tampak sedikit canggung.Rachel berdiri di samping mobil sambil menggandeng tangan Jason, lalu tersenyum dan berkata, "Janice, sudah lama aku nggak melihatmu tersenyum sebahagia ini. Ya, 'kan? Jason?"Dia menarik lengan baju Jason. Jason menyapu pandangannya ke arah Janice dan Landon dengan dingin, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Senyuman di wajah Rachel sedikit menegang, bibirnya terkatup rapat. Suasana langsung menjadi sedikit canggung.Melihat itu, Janice segera mengalihkan topik pembicaraan, "Kenapa kalian kemari?"Rachel menjelaskan, "Tadi pagi aku melihat berita kalau ada penguntit di sekitar sini, aku khawatir padamu. Jadi, aku minta Jason menemaniku melihat keadaanmu. Kami malah bertemu Zion di bawah, dia bilang kalian berdua sudah keluar sejak pagi."Seketika, yang terdengar hanya suara angin yang berembus."Rachel!" Landon mengernyit dan memotong perkataannya, ekspresinya terlihat semakin dingin
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti