"Nona, Tuan Anwar ada di ruang kerja," kata kepala pelayan itu."Ya," jawab Rensia sambil tersenyum dingin, lalu berbalik dan mengikuti kepala pelayan itu masuk ke ruang kerja.Saat menutup pintu, kepala pelayan bahkan sengaja membanting pintunya dengan keras.Pada detik berikutnya, terdengar suara benda terjatuh ke lantai dan teriakan. "Dasar nggak berguna! Bisa-bisanya dikembalikan orang dalam keadaan utuh."....Di ruang terapi rumah sakit.Setelah mengenakan alat penyangga, Janice langsung merasa sangat sakit sampai seluruh tubuhnya penuh dengan keringat dingin. "Sakit sekali.""Tahan sebentar, ini untuk mencegah ototmu mengecil," kata dokter mengingatkan."Ya," jawab Janice sambil menahan rasa sakit dan menganggukkan kepala. Namun, begitu dokter pergi, dia langsung menggigit bibir karena tidak sanggup menahan rasa sakitnya lagi sampai mulutnya penuh dengan amis darah. Karena tidak ingin orang lain melihatnya dalam keadaan lemah, dia hanya bisa menundukkan kepala dan terus menahann
Suara Jason dan Janice sudah mengganggu pasien lainnya yang sedang menjalani terapi di ruangan depan, bahkan beberapa dari mereka sampai menoleh ke arah keduanya.Setelah menjaga jarak, Janice juga tidak menatap Jason lagi.Melihat sikap Janice yang dingin, tatapan Jason menjadi makin muram dan berkata, "Aku tunggu kamu di luar."Setelah mengatakan itu, Jason berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Namun, Janice yang berada di belakang kembali berkata, "Pak Jason, bisakah kamu pergi? Makin jauh makin baik, aku benar-benar nggak ingin melihatmu lagi."Jason tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu kembali melangkah dengan punggung yang terlihat sepi.Satu jam kemudian, terapi Janice akhirnya selesai. Saat dia hendak berdiri, sebuah tangan tiba-tiba mengambil tasnya."Maaf, aku datang terlambat," kata Landon dengan ekspresi menyesal."Nggak apa-apa. Kondisi Nona Rensia sudah membaik?" tanya Janice."Kamu kenal dia?" tanya Landon yang langsung menangkap sesuatu dari perkataannya.
Janice tidak marah saat mendengar perkataan Fiona, melainkan tersenyum. "Kalau begitu, kenapa Keluarga Luther nggak mau kamu yang sehat dan punya latar keluarga bagus?""Dasar sombong! Hubunganmu dan Pak Landon hanya sementara, kamu pikir dia benar-benar akan menikahimu?" kata Fiona sambil mendengus.Janice menatap Fiona dan berpikir sejenak, lalu mendekati Janice dan berbisik, "Mungkin aku nggak bisa, tapi aku tahu kamu juga nggak bisa."Dia tidak menjelaskan maksudnya, melainkan mengangkat kantongnya dan berpamitan dengan rekan kerja lainnya.Fiona yang masih belum mengerti pun mengejar Janice dan berteriak, "Janice, berhenti. Jelaskan ucapanmu tadi, kenapa kamu bisa yakin aku nggak bisa bersama Pak Landon?"Janice pun meniru sikap Fiona sebelumnya, pura-pura terkejut dan berkata, "Ternyata kamu benar-benar nggak tahu ya?""Tahu apa?" tanya Fiona dengan kesal sambil menarik tas Janice."Kamu yakin bisa menikah dengan Pak Landon karena Bu Elaine membantumu, 'kan? Tapi, aku dengar Pak
Saat pulang, Janice melihat Naura sudah menyiapkan makan malam. Dia pun bertanya dengan heran, "Kak Naura, hari ini kamu nggak masuk kerja lagi?"Setelah berhenti sejenak, Naura kembali menyajikan hidangannya dan menjelaskan sambil menundukkan kepala, "Cutiku masih banyak, jadi bos mengizinkanku untuk istirahat dua hari lagi.""Ya," jawab Janice sambil mencuci tangan dan bersiap untuk makan.Begitu duduk, Janice melihat Naura menyajikan hidangan lainnya. Hidangan itu adalah sup burung dara dengan banyak herbal di dalamnya, sama seperti hidangan yang pernah disajikan pelayan di rumah Keluarga Karim. Meskipun tidak mengenal semua herbal itu, ada satu herbal yang dia tahu harganya sangat mahal sampai mencapai jutaan.Janice menyendok sepotong irisan herbal itu dan bertanya, "Kak Naura, apa aku sudah sekarat sampai harus makan tanduk beludru?""Jangan sembarangan."Setelah menyodorkan sepotong iga pada Janice, Naura berdeham dan menjelaskan, "Sup burung dara dengan tanduk beludru ini sanga
Janice menutup ponselnya dan menggigit sepotong kue, lalu berkomentar, "Kuenya nggak seenak yang waktu itu. Kayak ada rasa yang aneh."Rasa aneh?" Landon tampak curiga.Janice menyodorkan kuenya ke hadapan Landon. "Kalau nggak percaya, coba cium."Landon menunduk untuk menciumnya, tapi tiba-tiba ekspresinya berubah. "Kamu tahu aku sempat ketemu Rensia?""Mm, aroma parfumnya sangat khas. Sulit dilupakan," jawab Janice tenang.Landon menatapnya selama beberapa saat. "Kamu marah?"Janice menjawab refleks, "Nggak kok. Memangnya dia nyari kamu karena urusan penting?"Kalimat itu terdengar biasa saja, tetapi cukup untuk membuat suasana di meja makan seketika hening. "Janice, kamu seharusnya marah," ujar Landon dengan suara rendah."Aku ... aku cuma nggak mau salah paham sama kamu," Janice menjawab gugup.Landon meraih tangannya dan menggengganya. "Nggak apa-apa, pelan-pelan saja. Aku cuma berharap kamu bisa sedikit lebih khawatir sama aku. Kamu nggak takut aku direbut orang?"Landon melontar
"Janice, ada apa?" panggil Landon.Janice tersadar dan meletakkan ponselnya. "Rachel barusan mengonfirmasi lagi soal waktu pesta lajang. Katanya dia sudah nyiapin baju untuk pesta topeng.""Pesta topeng? Ternyata dia benar-benar nurutin ide Fiona," gumam Landon pelan."Fiona? Jadi itu ide Fiona?" Janice bertanya penasaran."Ya, kemarin Rachel sempat bilang. Katanya waktu di luar negeri dia seharusnya ikut pesta topeng yang sangat terkenal, tapi karena cedera, dia batal ikut. Jadi Fiona ingin bantu mewujudkan keinginannya sebelum dia menikah."Begitu mendengar soal cedera, Janice refleks menunduk dan menatap tangannya yang masih belum sepenuhnya pulih.Landon menyadari arah pandangannya, lalu langsung berkata, "Kalau kamu nggak mau pergi, aku bisa bantu tolak Rachel.""Nggak apa-apa, aku sudah janji. Jadi ya, ikut saja."Janice benar-benar tidak mau merusak hari bahagia orang lain, apalagi acara ini ada hubungannya dengan Fiona. Kalau urusan ngomong sembarangan, Fionamemang jagonya.Ber
Barulah saat itu Janice menyadari bahwa dirinya telah dipermainkan oleh Rensia. Dia mengatupkan bibirnya, lalu berkata dengan nada dingin, "Urusanku nggak ada hubungannya denganmu. Sepertinya kamu salah orang.""Aku ke sini bukan untuk berdiskusi denganmu, Janice. Kamu seharusnya tahu, kamu nggak akan bisa mengalahkanku."Rensia memainkan cangkir kopinya. Sorot mata hitamnya tiba-tiba menjadi sedingin es.Janice menahan napas. Untuk sesaat, dia bahkan merasa seperti sedang berhalusinasi. Dia pernah melihat tatapan seperti itu dari mata Jason.Dalam keadaan linglung, pelayan datang mengantarkan hidangan penutup dari paket makan. Salah satu pelayan baru saja mengangkat tangannya, Rensia langsung menghindar secara refleks dengan ekspresi yang aneh.Bahkan pelayan itu juga terkejut dengan reaksi Rensia, seolah-olah seseorang baru saja mencoba memukulnya.Mengingat persoalan sepatu datar itu, Janice segera berdiri di hadapan Rensia. "Berikan padaku saja."Pelayan itu mengangguk dan menyerah
Di pesta lajang.Baru saja Janice selesai menelepon Landon, taksi pun berhenti di depan hotel. Karena kondisi tubuh Rachel yang kurang sehat, pesta lajang ini ditangani langsung oleh Landon sepenuhnya.Sejak pagi, dia sudah datang ke hotel untuk mengatur semua keperluan.Janice tidak ingin merepotkannya, jadi dia memutuskan untuk naik taksi sendiri.Masih teringat akan peringatan dari Rensia, Janice sengaja datang belakangan agar tidak menarik perhatian siapa pun. Begitu masuk ke dalam hotel, lobi memang sudah cukup sepi. Namun, dekorasi yang ada membuat Janice sedikit terkejut.Selain dekorasi hotel yang memang sudah mewah, demi memenuhi selera feminin Rachel, sebuah komidi putar raksasa benar-benar dibawa masuk ke dalam lobi.Awalnya Janice mengira itu hanya dekorasi biasa. Namun, saat berjalan mendekat, barulah dia sadar komidi putar itu benar-benar bergerak, bahkan mengalunkan lagu.Bukan lagu yang kekanak-kanakan, melainkan ... lagu Wedding March.Sangat sesuai dengan tema acara.
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se