Share

Bab 6

Auteur: Danira Widia
Tadi malam? Janice memang mengatakan banyak hal. Dia tidak tahan melihat penderitaan Jason, sehingga dia terpaksa menuruti keinginan pria itu. Saat suasana semakin memanas, dia menahan penyiksaan dari Jason sambil mengungkapkan isi hatinya dengan serius.

Saat itu, dia berpikir bahwa mungkin besok Jason akan melupakan semuanya. Namun, dia akan selalu mengingat momen ini. Setidaknya, dia pernah berada sangat dekat dengan Jason.

"Jason, aku menyukaimu. Aku sudah lama menyukaimu, sejak aku masuk ke Keluarga Karim dan kamu membantuku mengatasi kesulitan. Aku tahu kamu nggak akan peduli padaku, tapi aku ... sungguh ...."

"Mencintaimu."

Janice pertama kali masuk ke Keluarga Karim ketika dia berusia 16 tahun. Ivy mendandaninya seperti boneka yang siap untuk dipersembahkan. Pada saat itu, Ivy tidak memahami gaya berpakaian minimalis para wanita sosialita. Dia hanya ingin putrinya terlihat secantik mungkin ketika memasuki Keluarga Karim.

Namun, hal itu malah membuatnya menjadi bahan ejekan bagi seluruh Keluarga Karim. Semua orang mengatakan bahwa dia terlihat seperti ayam kampung yang mencoba menyamar menjadi burung phoenix.

Ivy yang penakut bahkan tidak berani membantah ucapan pelayan. Saat itulah, Jason muncul.

Dengan tubuh tegap yang mengenakan mantel hitam panjang, dia berdiri di bawah beranda sambil menepuk-nepuk rokok di tangannya dan mengembuskan asap yang menutupi wajahnya. Di belakangnya, salju turun perlahan, membuat sosoknya semakin memancarkan aura dingin dan bahaya.

Namun, tidak ada yang bisa menyangkal betapa tampannya pria itu. Hanya dengan satu tatapannya, para pelayan langsung ketakutan dan tidak berani mengatakan apa pun lagi.

Saat itu, dia berusia 23 tahun dan baru saja lulus dari universitas. Namun, reputasinya sudah dikenal di seluruh ibu kota sebagai pria yang ditakuti.

Jason menatapnya dan berkata dengan nada datar, "Lumayan."

Janice terus mengingat ucapan tersebut sangat lama. Saking lamanya hingga aroma yang melekat pada Jason saat itu pun masih terasa meski bertahun-tahun telah berlalu. Setelah itu, mereka sesekali bertemu.

Suatu hari di musim semi, Janice sedang berada di taman. Dia hampir menangis karena peringkatnya di sekolah turun. Jason yang sedang bersandar di paviliun, melirik sekilas soal di tangan Janice, lalu berkata, "Dasar bodoh, sini pulpennya."

Di musim panas saat Janice belajar berenang, kakinya tiba-tiba kram. Jason langsung melompat ke dalam kolam untuk menolongnya dan bahkan memarahi Janice yang kikuk.

Di jalanan pada musim gugur, Janice diganggu oleh anak-anak lainnya dan tidak sempat melarikan diri. Jason turun dari mobil, lalu merangkul pundaknya dan pergi bersama-sama.

Cintanya kepada Jason terkumpul dari pertemuan singkat mereka di setiap musim. Namun ... kata-kata ini sudah pernah diucapkan Janice di kehidupan sebelumnya. Dulu, hatinya yang begitu tulus dan hangat mulai tumbuh di tengah-tengah hasrat Jason.

Hanya saja, yang dia dapatkan hanyalah penghinaan dan fitnah, serta kematian tragis putrinya. Jika Jason tidak pernah peduli pada cintanya, mengapa Janice harus peduli sekarang? Janice menundukkan kepalanya karena tidak berani menatap Jason.

"Kamu salah dengar, aku nggak bilang apa-apa," ucapnya pelan.

"Nggak panggil aku Paman lagi?" tanya Jason dengan nada dingin.

"Paman."

Sejenak, suasana di dalam mobil menjadi canggung. Janice melirik ke arah Jason di sampingnya. Di antara jarinya yang ramping, terjepit sebatang rokok yang sedang dimainkannya.

Tatapan mereka bertemu. Jason mematahkan rokoknya menjadi dua dengan santai, hingga tembakau dalam rokok itu jatuh ke pangkuannya. Pesan dari tindakannya ini sangat jelas ... dia sedang memberi peringatan. Dada Janice terasa sesak.

"Pinggirkan mobilnya," perintah Jason dengan dingin.

Norman segera menepi. Mobil itu masih berada di area milik Keluarga Karim, sehingga Jason bisa menghentikannya sesuka hatinya. Setelah mobil berhenti, Jason melirik sekilas ke arah Norman yang keluar dari mobil dengan buru-buru.

Janice juga mencoba untuk keluar, tetapi pinggangnya tiba-tiba dicekal dengan erat dan tubuhnya ditarik ke arah Jason.

"Mau lari? Janice, aku cuma diracuni, bukannya mati," kata Jason dengan suara rendah. Nada bicaranya tidak terdengar marah, melainkan penuh dengan sindiran.

Janice merasa sesak karena tertekan oleh aura berbahaya yang meliputi Jason. Dia hanya bisa menggigit bibir dan mencoba untuk melawan, tetapi usahanya sia-sia.

Tangan yang baru saja diangkatnya, langsung ditangkap dan dipelintir ke belakang oleh Jason. Jason menekannya ke jok kulit mobil yang terbenam, lalu membelitnya dengan erat. Posisi mereka membuat Janice merasa sangat malu.

"Lepaskan aku!"

Pria itu masih memancarkan minat dan aura panas seperti semalam. Janice ditekan oleh tubuh Jason, sehingga membuatnya terpaksa menelungkup di atas kursi. Rasa malu dan marah meluap di dalam dirinya, sedangkan kedua pergelangan tangannya dikunci oleh salah satu tangan Jason.

Dengan tangan yang satunya lagi, Jason menyibak rambut Janice hingga memperlihatkan bekas yang sengaja dia tutupi. Semua itu adalah bekas yang ditinggalkan oleh Jason tadi malam. Jason mengusap bekas itu dengan jari-jarinya, yang dingin dan menakutkan.

"Setelah menarik perhatianku, jangan harap bisa lolos begitu saja," ucapnya dengan nada datar tetapi mengandung ancaman.

Jari-jarinya menekan lebih kuat, lalu perlahan-lahan menyusuri leher Janice dan terus bergerak ke bawah. Kemudian, dia menyusuri tulang punggung Janice dan mengusap setiap incinya.

Janice menggigit bibirnya karena merasa terhina. Dia teringat kembali dengan penyiksaan Jason selama delapan tahun penuh di ranjang pada kehidupan sebelumnya.

Jason adalah seorang pebisnis yang memprioritaskan keuntungan. Meski tidak pernah mencintai Janice, hal itu tidak menghalanginya untuk mengendalikan dan memiliki tubuh Janice. Seolah-olah Janice adalah barang pribadi yang tidak dicintai, tapi juga tidak akan direlakan begitu saja.

Memikirkan hal itu, tubuh Janice mulai gemetaran, sama seperti di kehidupan sebelumnya. Jason berhenti sejenak. Matanya menjadi kelam dan minatnya langsung memudar. Dia mendorong Janice untuk menjauh dengan kasar.

Janice terkulai dan berusaha keras untuk menahan ketakutannya yang semakin kuat.

Jason menurunkan jendela mobil, lalu menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya perlahan. Cincin merah di jarinya, memancarkan kilatan berbahaya dalam kegelapan.

Dia menyeringai tipis di bawah cahaya lampu jalan. Sorot matanya tampak malas, tetapi terasa seperti pisau tumpul yang menyayat kulit Janice perlahan-lahan.

Bau tembakaunya memenuhi seisi mobil. Perlahan-lahan, Janice mulai menenangkan diri. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu merapikan pakaiannya dan duduk tegak.

"Apa yang harus kulakukan supaya kamu bisa melepaskanku?" tanya Janice dengan suara gemetaran.

Jason menengadah sambil mengembuskan asap rokok. Kemudian, dia melirik Janice dari sudut matanya bagaikan binatang buas yang terbangun dalam kegelapan.

Sambil masih memegang rokok, jari-jari Jason mengusap pipi Janice. Kemudian, tangannya turun perlahan dari pelipis ke matanya, hingga menyentuh tahi lalat di bawah matanya dengan lembut. Sentuhan halus itu seharusnya terasa nyaman. Namun bagi Janice, sentuhan itu justru seperti lidah ular yang menjilati kulitnya dan membuat napasnya tercekat.

Jason menatapnya dari atas dengan angkuh. Mata Janice ini benar-benar pandai mengelabui orang.

Tadi malam, mata itu penuh dengan perasaan cinta. Ketika Jason memperlakukannya dengan kejam, air mata mengalir turun dari tahi lalat di bawah mata Janice sehingga membuatnya terlihat begitu menyedihkan, tetapi begitu memikat.

Tak disangka, hari ini Janice malah bersikeras tidak mau mengaku.

Tidak masalah. Jason sendiri juga bukan orang baik.

Detik selanjutnya, dagu Janice dicengkeram oleh Jason. Dia memaksa Janice untuk mendongak dan menatap langsung ke matanya. Jason mengusap bibir keringnya, sementara rokok yang sudah terbakar hampir habis itu nyaris menyentuh leher Janice. Matanya dipenuhi dengan tatapan bengis.

"Melepaskanmu? Janice, waktu kamu meracuniku, seharusnya kamu sudah tahu bahwa masalah ini belum selesai."

Janice tercekat. Dia tahu, apa pun yang dikatakannya sekarang, Jason tetap tidak akan percaya. Sebaliknya, dia hanya akan dihukum lebih keras lagi. Saat ini, Janice merasakan roda nasib seolah-olah berputar kembali dan menjeratnya dalam siklus yang sama. Padahal, dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri.

....

Setengah jam kemudian.

Mobil Jason berhenti dan di luar jendela tampak rumah pribadinya. Janice keluar dari mobil. Namun, entah itu karena efek obat atau karena emosinya yang bergejolak, rasa mual kembali menyerang perutnya.

Janice menekan perutnya dan hendak pergi, tetapi Jason menariknya dengan paksa menuju rumah. Janice tertegun sejenak, lalu segera memberontak. "Lepaskan aku! Kamu mau apa sebenarnya?"

Jason menyudutkan Janice di samping pintu dan tertawa dingin. "Meskipun kamu sudah minum pil kontrasepsi, obat itu nggak selalu efektif. Kamu akan tinggal di sini selama sebulan sampai aku kita pastikan kamu nggak hamil. Kalau ternyata kamu hamil ...."

Tatapan Jason yang dingin itu tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun.

Perut Janice mendadak terasa sakit. Gambaran mengerikan tentang Vega yang mati di ranjang rumah sakit, kembali menghantam pikirannya. Dengan bibir bergetar, Janice bertanya, "Kalau aku hamil, apa yang akan kamu lakukan?"

"Gugurkan," jawab Jason dengan nada datar, seolah-olah itu hanyalah keputusan biasa yang tidak perlu dipikirkan.

Saat itulah Janice benar-benar menyadari betapa bodohnya dirinya di kehidupan sebelumnya. Dia mengira Jason menikahinya karena mempertimbangkan keberadaan anak mereka. Ternyata, justru keberadaan Janice-lah yang membuat Jason tidak menyukai anak itu.

Sejak awal, Jason memang sudah berniat untuk membunuh anak itu. Perut Janice terasa mual. Bukan hanya karena obat, tapi juga karena rasa jijik yang mendalam di hatinya.

"Hoek ...."
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (8)
goodnovel comment avatar
Dewisuryani Dewi
lanjut thor
goodnovel comment avatar
Sukwanti
lanjutkan, lawan terus
goodnovel comment avatar
Henna Marlina
bagus sekali
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 1122

    Saat Janice terbangun kembali, malam sudah larut dan dia merasa lapar serta lelah. Mengingat Louise dan Vega masih di rumah, dia pun merasa bersalah dan segera mengambil ponselnya. Namun, tak disangka, mereka malah sudah mengirim pesan padanya terlebih dahulu.[ Nggak perlu mengkhawatirkan kami, aku akan jaga Vega. ][ Mama, aku boleh pesan adik perempuan dulu nggak? ]Janice tidak tahu harus menangis atau tertawa."Nggak perlu khawatir, aku sudah telepon Louise dan Vega," kata Jason dari belakang.Saat berbalik, Janice melihat Jason berdiri di dalam kamar itu dengan tanpa mengenakan atasan.Kulit Jason basah karena uap air dan memperlihatkan luka-luka, sehingga dia sedang memerbannya. Saat memerban ke bagian pinggang, celana tidurnya agak melorot sampai memperlihatkan otot perutnya yang kencang dan otot inguinal yang mengarah ke suatu tempat. Celana tidur hitam membalut kedua kakinya yang panjang dan kuat, tetapi baju tidurnya sedang dipakai Janice.Melihat itu, tenggorokan Janice ter

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 1121

    Hal ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Vega memiliki masalah dengan jantung sejak lahir.Saat ini, kondisi Jason sangat rapuh, keesokan harinya suaranya langsung serak dan batuk jika terkena angin dingin. Kondisi Jason ini sebenarnya masih bisa disembuhkan, hanya butuh waktu perawatan yang cukup lama. Oleh karena itu, Janice sangat memperhatikan perubahan cuaca. Saat tadi melihat sudah hujan deras, dia langsung mengkhawatirkan Jason.Saat Janice meletakkan tangan yang masih dingin karena angin dan hujan dari luar ke keningnya, Jason langsung merasa sangat nyaman. Sama nyamannya dengan tatapan Janice yang perhatian. Dia menarik tangan Janice dan menempelkannya ke pipi, lalu berkata dengan muram, "Aku nggak apa-apa.""Ada urusan apa yang harus diselesaikan dengan begitu buru-buru? Nggak bisa istirahat sebentar?" keluh Janice sambil meletakkan kantong di tangannya ke atas meja.Jason mengernyitkan alisnya dan menatap wajah Janice, lalu berkata dengan tenang. "Memang ada satu

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 1120

    Sebenarnya, Janice juga mencium aroma harum itu. Namun karena Ivy tidak bereaksi apa pun, dia sempat mengira hanya perasaannya saja yang terlalu sensitif. Aroma ini sebenarnya sudah pernah dia cium sebelumnya. Itu adalah wangi bunga anggrek.Janice memandang bagian lengannya dan bertanya untuk memastikan, "Mungkin tadi waktu bertabrakan dengan Bu Verica, wanginya menempel. Menurutmu, baunya seperti apa?"Louise mencium kuat-kuat, lalu menjawab, "Ini wangi bunga anggrek yang sangat unik. Aromanya menenangkan banget.""Kamu bilang apa barusan?" Reaksi Ivy begitu besar. Suaranya nyaris meledak tepat di telinga Janice.Janice sedikit terkejut, lalu bertanya, "Bu, kamu sama sekali nggak cium baunya? Apa Ibu tadi pakai minyak angin lagi?"Ivy menyentuh hidungnya sambil berkata, "Sejak hamil, Ibu jadi nggak tahan sama banyak aroma. Tapi, kalian yakin tadi itu wangi anggrek yang khas?"Janice dan Louise mengangguk mantap. Ivy pun menyimpulkan, "Jangan-jangan, itu parfum baru? Dengan status Bu

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 1119

    "Um." Ivy hanya mengangguk pelan ke arah mereka berdua, lalu langsung membalikkan badan dan pergi.Begitu masuk ke dalam mobil, Ivy langsung menepuk-nepuk dadanya. Dia berkomentar, "Si Verica itu maksudnya apa sih? Orang-orang luar memujinya pintar bersikap dan bisa akrab ke mana-mana, tapi kenapa malah begitu kejam padaku? Jelas-jelas dia tahu aku harus bersusah payah baru bisa hamil, tapi malah sengaja mendorongku begitu!"Janice juga merasa itu tidak masuk akal. Seolah-olah, Verica memang menyimpan rasa benci pada mereka berdua.Janice pun bertanya, "Bu, Bu Verica sudah kembali ke kota ini cukup lama. Teman-teman Ibu yang biasanya suka gosip itu, masa nggak ada yang tahu apa-apa?"Kalau soal gosip, Ivy biasanya yang paling cepat dapat kabar. Dia sempat tercengang sebentar, lalu buru-buru mengeluarkan ponsel untuk menghubungi grup temannya. Meskipun kelompok teman lamanya seperti Kristin dan Fenny sudah jarang kumpul, karena sifat Ivy yang ramah, dia masih menjalin hubungan baik deng

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 1118

    Begitu mendengar kata-kata yang menyangkut anak di dalam kandungannya, napas Ivy langsung memburu. Dia refleks memegangi perutnya dan menunjukkan sedikit kepanikan. Pada akhirnya, dia tetap kehilangan kendali.Verica dan Leah saling memandang dan tersenyum tipis. Ivy ini berlagak menjadi nyonya dari keluarga terpandang, tetapi baru ditakut-takuti sedikit saja, dia sudah panik seperti itu. Hamil di usia segini, suaminya pun tidak terlihat menemaninya. Sepertinya, hubungan mereka biasa-biasa saja.Saat itu, Janice mengangkat tangan untuk melindungi Ivy. Dia tidak langsung membalas ucapan mereka, melainkan meniru sikap Verica dan mulai menatap lengan Leah dengan saksama. Tatapan itu membuat Leah merasa tidak nyaman. Dia akhirnya bertanya, "Janice, apa yang kamu lihat?"Janice menyindir, "Ah, bukan apa-apa. Aku cuma benar-benar mengagumi sikap optimis Bu Leah. Padahal lukamu cukup parah. Tapi kata suster, ayahmu cuma sempat mampir sebentar untuk menjengukmu. Bagaimanapun, kamu itu anak kan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 1117

    Ivy yang sedang hamil dan sering linglung, butuh beberapa detik untuk mencerna maksud ucapan tadi. Dia akhirnya tertawa sebelum membalas, "Sudahlah, lagian semuanya memang sudah kacau dari awal."Mereka bertiga pun tertawa bersama. Beberapa saat kemudian, Zachary datang terlambat. Dia mengeluarkan sebuah kantong kertas dari saku mantel dan menyerahkannya kepada Ivy.Zachary memberi tahu, "Ivy, ini ubi panggang yang baru matang."Ivy sempat tertegun sebelum membalas, "Aku cuma kebetulan lewat dan bilang sekilas kalau aku mau makan itu. Tapi, kamu benaran pergi beli?"Zachary menimpali, "Ya, mau makan ubi panggang doang bukan hal besar. Masa kamu mau makan, tapi nggak kupenuhi?"Memang benar, siapa yang dekat dengan kebaikan akan terpengaruh juga. Di Keluarga Karim, Zachary adalah orang yang karakternya paling mirip dengan ibunya Jason. Dia tenang, bersahaja, dan tidak suka pamer.Louise menghirup aroma dari ubi panggang itu, lalu berkata, "Wangi banget. Kalau dipikir-pikir, dari semua o

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status