Mendengar wanita itu mengatakan parfum itu adalah racikan khusus Verica, Ivy terbelalak dan berkata, "Nggak mungkin."Kemudian, Ivy tiba-tiba pingsan. Janice segera memanggil dokter.Setelah memeriksa, dokter mengingatkan, "Jangan buat pasien emosional atau banyak pikiran."Zachary mengangguk berulang kali. Dia memberi isyarat agar semua orang keluar, membiarkan Ivy beristirahat dengan baik.Setelah keluar dari ruang rawat, wajah Zachary tegang. "Janice, pergi ke vila dan cari parfum milik ibumu. Pastikan apa itu sama dengan aroma yang kamu cium dari Verica.""Baik." Janice juga merasa mereka harus segera memastikan hal ini. Kebencian Verica terhadap dirinya dan Ivy jelas disertai faktor lain.Saat meninggalkan rumah sakit, Rensia mendapat telepon dari kantor polisi. "Yosep ingin bertemu denganku, sepertinya dia mau bernegosiasi.""Apa rencanamu?" Janice tahu bahwa Anwar pasti tidak akan membiarkan Yosep masuk penjara.Rensia tetap tenang. "Kalau memang mau bernegosiasi, kita lihat dul
Janice menjelaskan, "Waktu di rumah sakit, aku kebetulan bertemu Verica dan Leah. Mereka berdua ingin memakai cara seperti ini untuk menabrak ibuku, tapi aku sempat menghalangi.""Kalau turun tangga, saat orang banyak, tabrakan seperti ini wajar, kebanyakan orang nggak akan mempermasalahkannya."Rensia bertanya, "Tapi, masa orang yang mendorong ibumu sama sekali nggak merasa apa-apa?"Janice tidak bisa menjawab. Apa mungkin Verica punya orang dalam di Keluarga Karim?Jason menatap layar yang terhenti dan berkata, "Dengan posisi sekarang yang dimiliki Kak Zachary, siapa yang berani mengaku? Selama nggak ada yang mengaku, paling hanya dianggap kecelakaan."Janice menatap Jason dengan bingung.Jason menggeser layar ponselnya. "Orang di tengah ini melambat dua langkah, setelah itu ibumu jatuh. Mungkin kakinya diinjak atau ditendang. Saat menolong ibumu, dia nggak seperti orang lain yang ikut melihat keadaan, justru cepat-cepat bergeser ke pinggir."Janice menatap layar beberapa detik, lalu
"Verica. Hari ini dia sangat aneh, terus mencari gara-gara denganku dan ibuku." Janice berkata dengan suara rendah.Keluar dari aula leluhur hanya ada satu jalan dan waktu itu orang cukup banyak. Itu adalah momen paling tepat untuk berbuat sesuatu. Hanya saja, tanpa bukti, meskipun Janice curiga, dia tidak mungkin langsung menghadapi Verica.Mendengar ini, Jason menepuk lembut bahunya, memberi isyarat agar dia tenang. Dia berujar, "Aku sudah suruh Norman memeriksa rekaman CCTV.""CCTV? Sejak kapan aula leluhur dipasang CCTV?" Janice ingat aula leluhur adalah satu-satunya tempat di rumah Keluarga Karim yang tidak dipasangi CCTV.Dengan pandangan jauh ke depan, Jason menjawab, "Belakangan ini banyak masalah, untuk jaga-jaga saja."Tak lama kemudian, Norman mengirimkan rekaman CCTV. Janice tak sempat lagi menyebutkan yang tadi mau dia katakan. Dia langsung mendekat ke ponsel, begitu pula Zachary dan Rensia.CCTV itu mengarah tepat ke jalan masuk aula leluhur, semua terekam dengan jelas. S
"Kamu sengaja." Yosep hampir menggertakkan giginya sampai hancur."Benar." Rensia langsung mengaku.Memang pembunuh bayaran yang keluar dari kantor polisi itu disewa oleh Yosep. Namun, seorang pembunuh yang keluar tanpa cedera dari kantor polisi pasti terlihat mencurigakan.Diburu habis-habisan oleh sesama pembunuh begitu keluar dari kantor polisi itu tidak enak. Malah lebih enak di dalam penjara.Yosep dibawa pergi. Rensia pun menjadi satu-satunya yang benar-benar diakui secara resmi di tempat itu. Dia mengangkat cangkir teh dan memberi hormat, lalu terakhir menyerahkan tehnya kepada Anwar."Ayah, semoga panjang umur dan semakin luar biasa ke depannya.""Kamu ....""Minum tehnya."Rensia tersenyum cerah, mendesaknya. Demi menjaga harga diri, Anwar hanya bisa meminum teh itu, meskipun di hatinya sudah sangat marah.Setelah penghormatan leluhur selesai, prosesi pengakuan pun sah. Namun, Anwar tetap tak menyebut soal mengganti marga Rensia. Rensia pun tidak mempermasalahkannya.Anwar ber
Di aula leluhur.Para pelayan sudah menyiapkan persembahan untuk penghormatan leluhur. Begitu waktu baik tiba, mereka bisa langsung menyalakan dupa untuk prosesi pengakuan leluhur.Para senior berpengaruh di Keluarga Karim sudah duduk di tempatnya masing-masing. Kepala pelayan berdiri di bawah serambi, mengangkat tangan, lalu menurunkannya, menandakan waktu baik sudah tiba.Yosep dan Rensia membawa dupa ke depan, berjalan selangkah demi selangkah ke aula leluhur.Janice menatap Rensia. Dari wajahnya, tak terlihat ada kebahagiaan. Dia menginginkan identitas ini bukan untuk yang lain, hanya untuk harga dirinya. Namun, Keluarga Karim terkadang seperti sebuah penjara mewah. Terlalu banyak hal yang membuat orang tak punya pilihan.Rensia dan Yosep berdiri di depan altar leluhur, mengangkat dupa, lalu membungkuk. Saat hendak berlutut, Janice baru menyadari bahwa semula ada tiga bantalan di aula leluhur, tetapi kini yang tersisa hanya satu bantalan di bawah lutut Yosep.Jika Rensia ingin berl
"Kita ini satu keluarga, makan saja apa yang ingin dimakan. Nggak perlu membatasi diri." Seorang nyonya lain ikut menimpali.Sebenarnya ini sekaligus mengingatkan ibu dan anak dari Keluarga Azhara, bahwa semua orang di meja ini adalah anggota Keluarga Karim.Ini juga pertama kalinya mereka sejalan dengan Janice. Janice menerima mangkuk yang diberikan Ivy, lalu makan dengan tenang. "Enak sekali.""Ya, Jason memang tahu cara memilih." Ada yang menambahkan.Wajah ibu dan anak Keluarga Azhara menjadi kelam, tetapi hanya bisa memaksakan senyuman.Saat ini, ponsel Janice di atas meja menerima pesan.[ Seenak itu? Senyumanmu kelihatan bahagia sekali. ]Itu dari Jason. Janice mengangkat kepala, bertemu dengan tatapan nakal pria itu. Dia tersenyum dan membalas pesannya.[ Enak, lihat orang lain kesal buat tambah enak. ][ Jangan makan terlalu banyak. ][ Ya, ya. Kamu sudah tahu sebelumnya kalau Rensia akan datang? ]Janice bertanya dengan penasaran.[ Tebakanku begitu. Tapi, dia nggak bicara ba