Dia bahkan menirukan suara perempuan itu. "Kak Norman, maaf, aku salah kirim, jangan dilihat ya ...."Norman dan Arya langsung merinding."Kak Norman, ajarin dong, gimana caranya bikin cewek kirim uang dalam satu menit?" Usai berbicara, Zion meninju ringan dada Norman.Norman menahan napas. Apa Zion tidak tahu betapa keras pukulannya? "Dasar gila."Norman menerima uang itu, lalu langsung menghapus kontak si perempuan. Tindakannya sangat cepat dan tegas.Arya bengong. "Hah? Kamu langsung hapus? Kamu nggak rugi sama sekali lho! Sudah liat fotonya, dapat duit pula!""Mau direkomendasikan ke kamu?""Eh, jangan! Aku nggak sanggup. Mending kasih ke Zion saja, dua-duanya genit, pasti cocok." Arya menunjuk Zion.Zion menikmati teh sambil selonjoran. "Aku sukanya yang tinggi semampai kayak aku.""Gila." Norman menjelaskan, "Pak Jason sempat bilang bakal ada yang hubungin aku buat balikin uang. Sepertinya dia orangnya."Ketiganya sedang asik minum teh saat seorang pengawal tiba-tiba masuk dan me
Begitu membahas tentang Ivy, Janice akhirnya berhenti melangkah.Anwar memang punya kemampuan untuk menyelamatkan Ivy, tetapi Janice tahu pria tua itu pasti datang dengan maksud tertentu.Janice menarik napas panjang, lalu perlahan berbalik. "Kalau ada yang mau dibicarakan, bicaralah langsung. Nggak usah mutar-mutar."Anwar menatapnya sejenak, lalu langsung berkata terus terang, "Aku butuh satu hal dari tubuhmu."Tubuh? Janice menunduk, menatap dirinya sendiri. Apa yang berharga darinya? Barang-barang yang dimilikinya bahkan tidak sebanding dengan mobil Anwar.Dia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Anwar. Dengan bibir terkatup rapat, dia bertanya, "Hal apa?"Tatapan tajam Anwar menyapu tubuh Janice. "Setengah dari livermu."Janice terdiam, sempat berpikir dirinya sedang berhalusinasi. Liver? Bisa diminta begitu saja?Angin sore berembus dingin, membuat Janice menggigil dan langsung sadar. Dia mundur, menjauh dari mobil."Untuk apa kamu butuh liverku?""Untuk Rachel," jawab Anwar
Jadi, begitu kenyataannya.Mata Janice yang indah membelalak karena kaget dan takut. Hujan yang tertiup angin membasahi bulu matanya yang panjang, lalu menetes masuk ke mata. Semu dan kabur.Anwar menatapnya dingin. "Janice, dunia ini nggak pernah peduli pada keinginanmu."Begitu kata-kata itu diucapkan, dia menutup jendela mobil. Sopirnya perlahan menginjak gas dan mobil pun melaju pergi.Janice terdiam, tak menyangka Anwar akan membiarkannya begitu saja. Namun, dia segera sadar, dirinya terlalu naif.Begitu mobil Anwar meninggalkan lokasi, lampu sebuah mobil di seberang jalan tiba-tiba menyala. Dari dalam, keluar tiga pria bertubuh tinggi dan kekar.Janice baru sadar, dia sudah diawasi sejak tadi. Alasan kenapa Anwar pergi dulu baru menyuruh orang bertindak karena dia tidak ingin dirinya terseret secara langsung.Janice langsung merasa dadanya sesak. Tanpa peduli pada hujan, dia langsung berlari secepat mungkin.Namun, tiga pria itu seperti sudah tahu ke mana dia akan lari. Mereka se
Janice berjalan dalam keadaan linglung sepanjang perjalanan, hingga akhirnya dia masuk ke rumah yang hangat. Saat itu, dia mulai tersadar kembali. Melihat tangannya yang masih digenggam oleh Jason, dia segera menariknya seolah-olah tersengat listrik.Dengan wajah dingin, dia berkata, "Jason, kamu nggak perlu melakukan ini. Aku nggak akan setuju untuk mendonorkan hatiku!"Jason berhenti melangkah, menatapnya tanpa ekspresi, lalu perlahan mendekatinya. Janice mundur selangkah demi selangkah hingga punggungnya menempel pada dinding kaca yang dingin.Tubuh Jason basah kuyup, kemejanya menempel pada otot-ototnya yang tegang, memancarkan kekuatan yang tak terbantahkan."Kalau aku butuh hatimu, sekarang kamu sudah di rumah sakit," kata Jason sambil mendekat.Janice segera mengangkat tangan untuk menahan. "Jangan seperti ini!"Yang terdengar hanya suara klik. Seluruh rumah menjadi terang benderang. Ternyata Jason hanya menyalakan lampu.Dengan tangan menempel pada dinding kaca, Jason berta
Namun, hal itu tetap tak bisa menyembunyikan pesona khasnya.Tangan Jason menyusuri rambut Janice dengan gerakan lembut, membuatnya merasa diperlakukan dengan penuh hati-hati.Tanpa sadar, Janice bahkan tidak tahu kapan suara pengering rambut itu berhenti. Saat pikirannya kembali, dia baru sadar Jason membawanya keluar dari kamar utama.Dia tak mengerti apa yang sedang direncanakan pria itu, sampai dia melihat tiga hidangan rumahan di atas meja makan.Jason menarik kursi untuknya, menyajikan sepiring nasi hangat di depan Janice. "Masakanku biasa saja, makan seadanya."Janice tidak tahu harus berkata apa, akhirnya hanya mengangguk pelan. "Hm."Dia tahu Jason bisa masak sedikit, tetapi dia hanya pernah mencicipi mie dan sandwich buatannya yang gagal.Hidangan di depan mata ini memang tak seindah buatan koki Keluarga Karim, tetapi tetap terlihat menggugah selera.Janice mencicipi telur orak-arik tomat. Ternyata enak. Tanpa sadar, dia memuji, "Enak.""Masih ada di panci.""Masih ada?" Jani
Masih pura-pura tidak tahu.Janice memejamkan mata rapat-rapat, bibirnya terkatup kuat.Beberapa detik kemudian, film langsung melompat ke bagian akhir yang penuh tarian dan nyanyian. Irama musiknya ceria dan menggembirakan.Janice diam-diam membuka satu mata, memastikan bahwa layar sudah aman. Kemudian, dia baru membuka matanya sepenuhnya.Harus diakui, adegan tarian dalam film musikal ini memang indah. Warna keemasan berkilau, air mancur yang menyala, kelopak mawar merah berserakan di tanah, dan para wanita cantik dengan pakaian mewah menari sambil menyanyi. Semuanya kontras dengan adegan sebelumnya.Janice refleks menoleh ke arah pria di sampingnya, tidak menyangka Jason masih menatapnya. Tatapan mereka bertemu dari jarak dekat. Sedikit saja dia bergerak, bibir mereka bisa langsung bersentuhan.Janice kaget. Saat dia mencoba menghindar dengan menyandar ke belakang, dia malah jatuh dari sofa.Jason langsung menangkapnya dan menariknya kembali. Gerakan itu membuat mereka berdua terjat
Janice segera bangkit dari sofa, lalu merapikan pakaiannya sejenak setelah berdiri tegak. "Satu malam sudah berlalu."Mendengar perkataan itu, tangan Jason langsung terhenti dan tersenyum. "Sekarang kamu bahkan malas berbohong padaku."Melihat Janice hanya terdiam, Jason pun berdiri dan berkata, "Sarapan dulu baru pergi saja.""Nggak perlu, aku nggak lapar," jawab Janice.Namun, perut Janice tiba-tiba berbunyi sampai dia segera menutupi perutnya dengan tas karena malu.Pada saat itu, bel pintu berbunyi. Setelah berbunyi tiga kali, Norman baru membuka pintu dan masuk. Melihat dua orang yang berdiri di dalam, dia sempat tertegun sejenak dan bertanya-tanya apakah dia datang di waktu yang salah lagi. Padahal tadi dia sudah sengaja menekan bel terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam. "Pak Jason, Nona Janice, selamat ... pagi."Saat Janice tidak fokus, Jason langsung mengambil tasnya. Melihat Jason meletakkan tasnya di kursi, dia hanya bisa duduk dengan patuh.Norman meletakkan satu per satu
Saat keluar dari lift, Janice kebetulan bertemu dengan Naura.Naura menatap ke arah Janice terlebih dahulu, lalu melihat ke belakang Janice. "Eh? Mana abang pengawal itu?""Sudah pulang ke tempat Pak Landon," kata Janice dengan tenang.Naura berdecak, lalu mengeluh, "Hah? Mereka hanya menjagamu sehari? Pak Landon ini jadi pacar terlalu santai. Tapi, kalian benar-benar romantis, semalam juga nggak peduli aku yang ada di sebelah."Mendengar perkataan itu, ekspresi Janice terlihat curiga. Dia ingin menjelaskan pada Naura bahwa semalam dia tidak tidur di rumah, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu dan segera mengeluarkan kunci untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka, dia dan Naura langsung tercengang karena hampir seluruh isi rumah Janice sudah diubrak-abrik dan hanya tinggal lantai saja yang utuh.Naura terkejut dan berkata, "Rumahmu dirampok? Jangan-jangan semalam .... Aku kira kalian sedang bermesraan. Kalau begitu, aku lapor polisi dulu."Setelah mengatakan itu, Naura mengeluarkan p
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can