Share

Pembalasan sang Kaisar Iblis
Pembalasan sang Kaisar Iblis
Author: Jasminesuckle

BAB 1 - Kematian Kaisar dan Permaisuri

“Ya Dewa! Darah keluar dari mulut Permaisuri dan Kaisar!” teriak pelayan yang melihat kejadian itu. Seluruh mata orang yang berada di istana tertuju pada apa yang dimaksud pelayan tersebut.

“A-apa yang terjadi?” ucap Adrellina, sang permaisuri.

“Ad-Adrell . . . .” Kaisar jatuh terbaring di lantai setelah mengeluarkan banyak darah.

Dalam sekejap pesta itu senyap sampai suara jatuhnya Kaisar dan Permaisuri memecahkan heningnya. Teriakan saling bersahutan membuat suasana ricuh.

“Tutup semua akses keluar istana! Jangan sampai ada orang yang kabur! Tahan pelayan itu!” titah Panglima perang kekaisaran dengan sigap.

“Ayahanda! Ibunda!” Putra mahkota berlari mendekat ke arah Ibundanya yang sudah pucat.

“S-saya tidak tahu, saya hanya mengantarkan minuman!” kata si pelayan tadi. Pelayan tersebut gemetaran tak karuan, merasa malam ini akan menjadi malam terakhirnya.

Aula istana ricuh karena kejadian itu. Tabib istana segera memeriksa keadaan kaisar dan permaisuri di tempat.

“Mohon maaf, yang mulia putra mahkota. Kaisar dan permaisuri … sudah tidak bernyawa,” lirih tabib yang menggemparkan seluruh aula istana.

“Ti-tidak! Tidak mungkin!” ucap Adam dengan air mata yang berlinang. Adam menggelengkan kepalanya dengan senyuman yang berharap semua ini hanya gurauan.

Semua orang di sana terdiam mendengar berita duka tersebut. Putra Mahkota yang terbujur kaku dengan air mata yang tak henti-hentinya jatuh menjadi pemandangan paling menyedihkan di hari pengangkatannya sebagai Putra Mahkota.

Malam itu kekaisaran Vanrize tengah merayakan pesta untuk pengangkatan Adam menjadi Putra Mahkota. Yurize dan Adrellina selaku Kaisar dan Permaisuri hanya memiliki Adam sebagai putra tunggal mereka dan satu-satunya penerus dari Kekaisaran ini.

“Segera bawa Kaisar dan Permaisuri. Tangkap pelayan itu!” titah Penasihat Kaisar.

Para ksatria kekaisaran mengepung seluruh aula istana, sebagian menahan pelayan yang kini menangis tak berdaya. Putra Mahkota yang pingsan memperkeruh suasana, semua anggota keluarga kekaisaran dan para bangsawan tidak diperkenankan meninggalkan istana sebelum terlepas dari dugaan pembunuhan ini.

“Ke mana perginya Tuan Jean?” tanya Penasihat Kaisar.

“Lapor, Tuan Jean pergi keluar untuk bertemu dengan Brahmana Yang Agung satu jam yang lalu,” jawab prajurit itu.

“Pergi ke Brahmana? Untuk apa?” gumam Penasihat Kaisar.

“Mohon maaf, Penasihat Kaisar, saya tidak mengetahui alasan pastinya,” jawab prajurit itu lagi. Penasihat tersebut menyuruhnya pergi dan dengan segera memerintahkan untuk membawa pelayan itu ke penjara bawah tanah.

Sebelum itu, “Periksa semua barang bawaan para bangsawan yang hadir, lakukan pengecekan rutin saat memulangkan bangsawan, perketat keamanan dan awasi Yang Mulia Putra Mahkota!” titah Penasihat Kaisar.

“Siap!”

-

Di penjara bawah tanah, pelayan itu terduduk dengan lemas, wajahnya yang pucat menandakan dia begitu ketakutan.

“Katakan! Siapa yang menyuruhmu!” ucap Penasihat dengan nada dingin.

Dia tahu pasti, pelayan tidak mungkin mengambil resiko besar dengan membunuh kaisar dan permaisuri. Pasti ada dalang dibalik rencana keji ini.

“S-saya benar-benar tidak tahu, Tuan Penasihat yang agung! Saya hanya disuruh mengantarkan minuman oleh kepala dapur!” katanya dengan menggigil.

“Bawa kepala dapur ke sini!” titah Penasihat dengan tegas.

“Baik!”

Sang panglima perang sekaligus ajudan sang Kaisar merasa gagal dalam melaksanakan tugasnya. Bagaimana bisa dia membiarkan kaisar dan permaisuri tergeletak berdarah-darah di depannya tanpa bisa melakukan apa-apa?

“Sebenarnya, racun apa yang digunakan si pembunuh? Bagaimana bisa efeknya bisa sesingkat itu?” tanya Panglima pada Penasihat.

“Entahlah, aku yakin dalangnya bukan orang sembarangan.”

Cukup lama beberapa prajurit pergi untuk menjemput kepala dapur, mereka akhirnya kembali menghadap kedua petinggi itu. Namun, mereka tidak membawa apa pun.

“Mana kepala dapur?” tanya Panglima.

“Mohon maaf, Panglima! Saat kami sampai di dapur, Kepala dapur . . . sudah tewas bunuh diri!” lapor salah satu prajurit.

Semua orang di sana terkejut, situasi ini semakin rumit karena kasus bunuh diri kepala dapur. Sang Penasihat memegangi kepalanya pusing, lantas bagaimana caranya dia menangkap dalang sebenarnya?

“Bereskan mayatnya, bawa semua orang di dapur dan suruh mereka menghadapku!”

 “Baik!”

-

Dalam ruangan pemeriksaan tabib, terbaring kaisar dan permaisuri dengan tubuh yang membiru. Adam memaksa tabib untuk mengupas tuntas alasan dibalik meninggalnya kaisar dan permaisuri.

“Mohon ampun Yang Mulia Putra Mahkota, hamba benar-benar belum pernah menemui pasien yang terkena racun dengan efek secepat ini. Kemungkinan membirunya tubuh mendiang kaisar dan permaisuri dikarenakan bunga terlarang yang sudah dilarang tumbuh di wilayah selatan. Namun, setahu saya bunga itu bekerja secara lambat dengan perlahan membusukkan organ dalam si korban. Kemungkinan ada campuran bahan lain yang membuat efek bunga ini berlangsung dengan cepat,” jelas Tabib Istana.

Adam sudah sadar dari pingsannya dan segera untuk menemui lagi jasad Ayahanda dan Ibundanya. Sejujurnya dia masih tidak percaya akan kejadian yang terjadi. Yurize dan Adrellina masih tertawa bersamanya beberapa jam yang lalu, sulit rasanya untuk menerima kenyataan jika kini mereka terbujur kaku tanpa nyawa.

“Bagaimana mungkin . . . mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Bukankah minuman itu minuman yang sama? Lantas mengapa hanya Ayahanda dan Ibunda saja?” racau Adam tak karuan.

“Tabib! Katakan! Apa yang harus kulakukan? Perlukah aku membawa ramuan? Apa masih sempat untukku menyelamatkan mereka?! Katakan tabib! Aku akan melakukan semuanya!” teriak Adam kacau.

Penampilannya urakan, air mata menetes tak henti-henti, jiwanya terguncang. Dia putra tunggal dari Yurize dan Adrellina, ditinggal secara tiba-tiba begini membuat Adam ingin ikut mati. Tidak ada yang bisa menolongnya saat ini. Adam hancur di sini sendirian.

“Mohon maaf Yang Mulia, racunnya sudah menyebar dengan cepat dan menyerang inti saraf dari Kaisar dan Permaisuri. Saya tidak bisa menghidupkan orang yang sudah mati,” jelas Tabib Istana.

“Tidak . . . aku tidak mau seperti ini,” isak Adam.

Sang Tabib turut merasakan rasa sakit yang diderita Adam, kehilangan orang tua adalah hal yang paling menyakitkan. Apalagi mengetahui orang tuanya dibunuh walaupun menyandang gelar Kaisar dan Permaisuri.

“Pembunuh … siapa dia?! Berani-beraninya melakukan hal yang kejam seperti ini!” racau Adam.

Adam bangkit dengan amarah yang menggebu-gebu, “Prajurit! Cepat cari orang yang membunuh orang tuaku! Cari sampai dapat! Akan kubunuh mereka!” titah Adam dengan bengisnya.

Kilatan amarah, benci dan dendam terpancar sangat nyata dalam bola matanya. Aura dari anggota kekaisaran membuat para prajurit bergidik ngeri. “Si-siap, yang mulia putra mahkota!”

Jasminesuckle

Hai! Terima kasih sudah tertarik dengan cerita pertamaku ini. Semoga kalian suka yaa, baca terus dan ikuti petualangan Adam sampai menjadi kaisar.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status