Indah tercengang, ternyata kecurigaannya benar terbukti.
"Mengapa kamu menyembunyikan semua ini dari aku, Ra? Kamu itu teman lamaku, kenapa kamu malah memihak suamiku?" tanya Indah meradang. "Maaf, Ndah. Aku bukan membela suamimu atau mau menutupi kesalahannya. Aku pernah mengingatkan Aryo, bahwa perbuatannya itu salah dan akan menyakiti hatimu. Tapi Aryo justru marah padaku. Dia mengancam kalau aku memberitahukan semuanya ini, ia akan membuat aku kehilangan pekerjaan. Kamu tahu kan? Jabatan Aryo di kantor lebih tinggi daripada aku. Dia sudah lama bekerja dan dekat dengan pimpinan. Aku takut ancamannya itu menjadi kenyataan. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini, Ndah," beber Clara. Indah menutup wajahnya, air matanya kini luruh tak tertahan. Sekalipun selama ini ia sudah menaruh rasa curiga pada Aryo, tetapi mendengar kenyataan itu, hati Indah tetap hancur dan sakit. "Maafkan aku, Ndah. Kamu yang sabar, ya," kata Clara sambil mengulurkan tisu pada Indah. Indah mengambil tisu itu dan menghapus air matanya, ia berusaha menenangkan diri. "Aku tidak menyangka kalau Mas Aryo tega berbuat seperti itu di belakangku, Ra," kata Indah sambil menundukkan kepalanya dan terisak. "Awalnya aku juga tidak menyangka, Ndah. Kita sudah lama saling mengenal, dan aku tahu persis bagaimana perjalanan cinta kalian. Sejak masa pacaran kalian sangat harmonis dan penuh cinta. Aku tidak menyangka Aryo tega mengkhianati kamu," ucap Clara. Seorang pelayan kafe mengantarkan makanan dan minuman pesanan mereka. Namun selera makan Indah sudah hilang, ia tidak berminat untuk menyentuh makanan yang sebenarnya terlihat nikmat itu. "Siapa wanita itu, Ra? Siapa pelakor itu?" tanya Indah. "Namanya Tania, dia baru bekerja sekitar satu tahun. Dia dan Aryo bekerja di bagian yang sama. Aryo adalah supervisor marketing, dan Tania adalah anak buahnya. Awalnya hubungan mereka wajar seperti rekan kerja yang lain. Namun semakin lama mereka terlihat semakin dekat dan intim," jawab Clara. "Apa semua teman di kantor sudah mengetahui tentang hubungan mereka?" tanya Indah. Clara menganggukkan kepalanya, ia berkata, "Yah, sepertinya saat ini semua sudah tahu. Tak jarang ada teman yang memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak peduli," jawab Clara. "Jadi cuma aku yang selama ini tidak tahu, atau aku berusaha menyangkal kenyataan ini. Bodohnya aku," ucap Indah dengan getir. Air mata Indah mengalir lagi, ia merasa sakit dan pilu. "Lalu apa rencanamu selanjutnya, Ndah?" tanya Clara. "Siap ataupun tidak, mau atau tidak mau, aku harus mengakhiri semua ini. Aku mau menemui mereka, Ra. Apa kamu bisa membantu aku?" ujar Indah. Clara menatap Indah, ia mengerti bahwa sahabatnya itu tengah terluka. Clara memutuskan untuk menebus kesalahannya, yang tidak memberitahu Indah sejak awal mengenai perselingkuhan suaminya. Apapun resikonya nanti, Clara akan mendukung dan membantu Indah kali ini. "Aku akan membantumu, Ndah. Aku mengetahui alamat rumah kontrakan Tania. Aryo pasti akan mengantar Tania pulang kerja nanti. Bagaimana kalau kita menemui mereka? Apa kamu siap menghadapi mereka?" tanya Clara sambil menatap Indah. "Iya," jawab Indah dengan yakin. Indah dan Clara berpisah, Clara kembali ke kantornya. Sementara itu Indah kembali ke rumah ibunya. Indah menceritakan semua pada ibunya. Ibu Indah tentu turut merasa sakit hati atas perbuatan menantunya itu. Sore harinya, Indah kembali bertemu dengan Clara. Mereka menuju ke rumah kontrakan Tania dengan menggunakan sepeda motor. Mereka menunggu di warung yang berlokasi tak jauh dari rumah Tania. Sekitar lima belas menit kemudian, Indah terpaku melihat mobil suaminya berhenti di depan rumah itu. Aryo membukakan pintu dan menggandeng tangan Tania turun dari mobil. Suatu tindakan kecil yang tidak pernah dilakukan Aryo pada Indah. Hati Indah terasa teriris dan sangat sakit. Aryo dan Tania terlihat sangat bahagia dan mesra. Wajah Aryo terlihat sangat bahagia menatap Tania. Tania melingkarkan tangannya di lengan Aryo. Tania membuka pintu rumah itu, dan mereka masuk ke dalam rumah. Indah tercekat melihat pemandangan menyakitkan di hadapannya itu. Ia menarik nafas panjang dan menutup matanya sejenak. "Kamu yakin akan menemui mereka sekarang?" tanya Clara. "Iya, Ra. Aku lelah, semua harus berakhir sekarang juga," jawab Indah. "Ya sudah, aku akan temani kamu. Kamu harus kuat menghadapi mereka," kata Clara. "Terimakasih, Ra," jawab Indah. Mereka segera berjalan menuju rumah itu. Indah mengepalkan tangannya dan berusaha menahan rasa kesal yang siap meluap dari dalam dirinya. Indah mengetuk pintu rumah itu dengan keras. Tak lama kemudian Aryo membukakan pintu rumah itu. Indah yang merasa kesal langsung menampar wajah Aryo. "Ternyata ini yang kamu lakukan di belakangku, Mas?" seru Indah.Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru