Share

Bab 2

Penulis: Leona Valeska
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-31 13:56:13

Sudah satu minggu Ariana bekerja di rumah megah milik Jason.

Malam hari telah tiba dan Ariana tengah menata hidangan tambahan yang baru saja diantar dari dapur.

Tangannya cekatan meletakkan sup krim, salad, dan daging panggang di piring-piring kosong, sambil menjaga gerakannya tetap halus seperti yang diajarkan Berta di hari pertamanya.

Pintu ruang makan tiba-tiba terbuka dan seorang wanita anggun berusia akhir lima puluhan melangkah masuk.

Rambutnya tersanggul rapi, gaun malam warna pastel membalut tubuh rampingnya, ditambah kalung mutiara yang memantulkan cahaya lampu.

“Jason,” sapa wanita itu sambil tersenyum tipis dan langsung menuju kursi di hadapan putranya.

Jason menatap sekilas lalu kembali memotong daging di piringnya. “Mama datang tanpa kabar.”

“Aku ingin makan malam bersama anakku. Apa itu salah?” Violeta duduk dengan gerakan anggun lalu meletakkan tas tangan kecilnya di kursi sebelah.

Ariana buru-buru menuangkan air mineral ke gelas Violeta lalu menyingkir ke samping, namun tetap cukup dekat untuk membantu jika dibutuhkan.

Violeta memandang hidangan di meja dengan tatapan penuh dengan antusias. “Masakan malam ini terlihat lezat. Siapa yang menyiapkannya?”

“Semua pelayan dapur,” jawab Jason singkat lalu meneguk anggurnya.

Sejenak mereka makan dalam diam, sampai Violeta membuka percakapan yang Ariana tahu akan memecah ketenangan itu.

“Jason, Mama sudah memikirkan satu hal akhir-akhir ini.”

Jason mendengus ringan tanpa mengangkat kepala. “Apa lagi kali ini?” tanyanya ketus.

“Kau harus mulai memikirkan wanita baru. Untuk menikah.”

Pisau dan garpu Jason terhenti di udara. Matanya yang dingin menatap ibunya lurus-lurus. “Aku sudah tidak butuh wanita, Ma.”

Kata-kata itu terdengar tegas bahkan tak memberi ruang untuk negosiasi.

Ariana, yang sedang meletakkan sepiring roti di meja, tanpa sadar melirik Jason. Tidak butuh wanita? pikirnya.

Ia penasaran apa yang membuat pria seperti Jason—tampan, kaya, terpandang—mengucapkan itu seolah menikah adalah hal paling tidak perlu di dunia.

Violeta tersenyum tipis. “Jangan terpaku oleh satu wanita saja. Dunia ini luas, Jason. Kau masih muda untuk tidak mau menikah lagi.”

Violeta kemudian menatap anaknya dengan lekat. “Apa kau masih mencintainya?” tebaknya kemudian.

Jason menegakkan tubuhnya menatap sang ibu. “Tentu saja tidak!” jawabnya dengan tegas.

Ariana bisa merasakan perubahan suhu di ruangan itu, seolah udara menjadi lebih berat.

“Kalau begitu, kenapa kau terlihat seperti pria yang tidak ingin membuka hati lagi? Mama tahu, dia menyakitimu. Tapi bukan berarti semua wanita sama seperti mantan istrimu itu.”

Jason lantas meletakkan sendok garpu di atas piring dengan bunyi ting! yang tajam. “Mama, tolong jangan bahas tentang pengkhianat itu di meja makanku. Aku tidak ingin mendengar namanya lagi!”

Violeta memiringkan kepalanya lalu menatap putranya dengan sorot mata penuh analisa. “Kau masih marah.”

“Marah? Tidak, Ma. Aku muak. Aku sudah melihat cukup banyak wajah aslinya selama tiga tahun pernikahan kami. Sekarang aku hanya ingin fokus pada Ethan. Dia satu-satunya yang penting di hidupku.”

Ariana, sambil berdiri di sudut ruangan, merasa jantungnya ikut berdebar. Kata-kata Jason, meski dingin, namun terdengar tulus.

Jason menambahkan dengan suara yang lebih datar, “Aku bisa mengurus Ethan seorang diri. Mama tahu rumah ini punya cukup banyak pembantu. Dan Ariana ….” Jason menoleh sekilas ke arah Ariana yang membuat gadis itu kaku di tempat. “… Akan mengurus Ethan dengan baik.”

Ariana cepat-cepat menunduk sambil menahan napas. Ia tak menyangka Jason akan menyebut namanya di hadapan ibunya.

Violeta melirik Ariana dengan cepat, sorot matanya menilai dari ujung kepala hingga kaki, lalu kembali pada Jason. “Dia pembantu baru itu, ya? Aku baru melihatnya.”

“Ya. Sudah satu minggu yang lalu. Dan dia bisa dipercaya,” jawab Jason singkat.

Violeta tersenyum samar, namun Ariana tidak bisa menebak apakah itu senyum tulus atau sekadar basa-basi.

“Kalau begitu, Mama harap dia benar-benar bisa menjaga Ethan. Tapi ingat, Jason! Anak juga butuh ibu, bukan hanya pembantu atau ayah yang sibuk bekerja.”

Jason tidak menjawab. Ia hanya menatap ibunya beberapa detik lalu melanjutkan makan dengan tenang, seolah pembicaraan itu sudah selesai.

Suasana kembali hening, tapi bagi Ariana, kata-kata Violeta masih menggantung di udara.

Dia melirik Ethan yang duduk di kursi kecilnya di ujung meja sedang asyik menyuap sendiri potongan kecil kentang. Bocah itu tampak bahagia, meski tanpa kehadiran sosok ibu di rumah ini.

Ariana kembali memutar otak. Kalau Jason tidak mau menikah lagi, apakah itu berarti dia benar-benar menutup hati? Atau dia hanya terlalu terluka untuk mencoba?

**

Setelah makan malam selesai, Ariana membereskan piring-piring dengan hati-hati, memastikan tidak ada bunyi berlebihan.

Setelah Jason pergi, Ariana tetap tinggal di ruang makan untuk membereskan sisa piring.

Tangannya bergerak otomatis, namun pikirannya masih tertinggal pada percakapan antara Jason dan ibunya tadi.

Ia teringat tatapan tajam Jason saat mengatakan tidak butuh wanita, dan cara dia menyebut namanya di hadapan Violeta.

Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa gelisah yang tiba-tiba hadir. Baru saja ia hendak membawa baki piring kotor ke dapur, getaran ponsel di saku rok panjangnya membuatnya terhenti.

Ariana buru-buru mengeluarkan ponsel itu. Nomor tak dikenal tertera di layar. Dengan ragu, ia menggeser ikon hijau.

“Halo?”

Suara di seberang langsung membuat darahnya dingin. “Ariana. Waktumu sudah habis.”

Ia mengenali suara itu—keras, berat, dan penuh ancaman. Rentenir yang dulu memberi keluarganya pinjaman.

“S-saya … saya sedang berusaha, Tuan. Saya sudah dapat pekerjaan. Saya hanya butuh sedikit waktu lagi,” suara Ariana bergetar. “Tolong, beri saya waktu satu bulan lagi, Tuan—"

“Kau pikir aku mau mendengar alasan? Kalau besok kau tidak melunasi semuanya, kami akan datang. Rumah ibumu akan jadi milik kami. Kau dengar itu? Besok! Dan aku tidak main-main dengan ancamanku!”

Ariana terpaku dan matanya membesar mendengarnya. “T-tolong … jangan sekarang. Saya—”

Klik! Sambungan terputus begitu saja.

Tangan Ariana gemetar memegang ponsel. Suara denting jam dinding di ruang makan terdengar begitu jelas di telinganya, seperti menghitung mundur waktu yang nyaris habis.

“Bagaimana ini? Ke mana aku harus mencari uang sebanyak itu dalam waktu singkat?” bisiknya lirih. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 206

    Kirana bangun dengan perasaan yang tidak nyaman. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pagi, sebuah firasat buruk yang membuat dadanya seperti terikat.Semalam dia mencoba menelepon Jason, dan seperti biasanya belakangan ini, panggilannya langsung dialihkan.Pesan singkatnya hanya dibaca, tidak dibalas. Dan itu membuat Kirana tersentak tiap kali layar ponselnya menyala tanpa ada notifikasi dari Jason.Ia berjalan mondar-mandir di apartemennya, tubuhnya gelisah. Rambutnya dia tarik ke belakang lalu dilepas lagi, bibirnya dia gigit hingga nyeri.Ia tidak pernah melihat Jason sebegitu jauh darinya. Dulu, Jason selalu menemuinya, bahkan ketika tidak diminta. Dulu, Jason selalu marah kalau dia tidak memberi kabar. Dulu Jason selalu berada dalam genggamannya.Namun sekarang?Jason sulit ditebak. Sulit dijangkau. Sulit dikendalikan. Dan Kirana tidak sadar jika sekarang Kirana sudah tidak dibutuhkan.Dan untuk Kirana, itu adalah ancama

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 205

    Ariana tidak pernah membayangkan hari itu akan datang. Ia pikir Jason hanya ingin membawanya mencari gaun, sepatu, atau barang-barang resepsi lainnya.Namun begitu mobil berhenti dan Ariana menatap papan besar di depan mereka, warna hitam elegan dengan huruf perak bertuliskan L’Intime Lingerie—jantungnya langsung berdebar kencang.“Ja–Jason ….” Ariana memegang lengan Jason dan suaranya tercekat. “Kita tidak perlu masuk ke sini. Serius.”Jason menoleh dengan ekspresi sedatar batu marmer, tapi sudut bibirnya terangkat nakal. “Kita perlu. Calon istri Lubis harus punya koleksi lingerie yang memadai.”Ariana memerah seketika. “Aku tidak perlu lingerie apa pun! Aku bahkan belum—”Jason tidak memberi kesempatan. Dia mengunci mobil, meraih tangan Ariana, lalu menariknya ke dalam butik seakan itu hal paling biasa di dunia.Pintu kaca terbuka dengan denting lembut, memperlihatkan interior butik yang mewah: cahaya hangat, dinding krem, pajangan satin dan renda berwarna nude hingga burgundy.Aria

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 204

    Pagi itu, matahari baru saja muncul menyinari ruang makan dengan cahaya lembut keemasan.Ariana sedang menuang susu ke dalam mangkuk Ethan ketika Jason turun dari lantai dua.Pria itu mengenakan kemeja putih kasual dengan lengan digulung sampai siku, rambutnya basah sehabis mandi.Ariana sempat terpaku sedetik. Jason jarang terlihat santai seperti itu.“Pagi,” ucap Jason sambil mencium puncak kepala Ethan, lalu menatap Ariana. “Kau juga.”“Pagi,” jawab Ariana dengan pelan.Jason duduk, namun sebelum Ariana sempat kembali ke dapur, Jason berkata, “Setelah sarapan, bersiaplah. Kita ke mall.”Ariana berhenti di tempat. “Mall? Untuk apa?” tanyanya bingung.Jason menatapnya dengan santai. “Ya. Ada yang perlu kita beli untuk keperluanmu.”Ariana langsung menggeleng. “Tidak perlu. Aku tidak butuh apa-apa, Jason.”Jason menegakkan tubuhnya

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 203

    Jam dinding di kamar menunjukkan pukul sembilan malam ketika Ariana menutup pintu kamar Ethan perlahan.Anak itu sudah terlelap, tubuh kecilnya meringkuk memeluk boneka dinosaurus yang tadi ia ceritakan panjang lebar kepada Ariana.Senyum lembut terbit di bibir Ariana sebelum dia mematikan lampu dan melangkah keluar.Koridor rumah Jason begitu sunyi. Cahaya kuning temaram dari lampu dinding memantulkan bayangan lembut di lantai marmer.Ariana menarik napas panjang, mencoba menenangkan degup jantungnya. Ini malam pertamanya kembali tinggal di rumah ini setelah menerima lamaran Jason dan rasanya semuanya masih seperti mimpi yang terlalu cepat terjadi.Ketika dia masuk ke kamar utama, Jason sudah ada di sana.Pria itu sedang duduk di tepi ranjang, tanpa jas seperti biasanya, hanya mengenakan kaus hitam dan celana santai.Rambutnya sedikit berantakan seolah sudah beberapa kali ia mengacaknya sendiri. Namun justru itu membuatnya terlihat j

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 202

    Sejak kedatangan Ariana sore itu, Ethan sama sekali tidak mau jauh darinya. Anak kecil itu seperti bayangan kecil yang terus mengikuti ke mana pun Ariana melangkah.Bahkan ketika Ariana hendak ke dapur untuk mengambil segelas air, Ethan langsung menarik ujung bajunya sambil berkata, “Aku ikut.”Ariana hanya tersenyum lalu mengusap kepala Ethan yang kini sedikit lebih panjang rambutnya.“Kalau Ethan ikut, nanti Ariana tidak bisa ambil air dengan dua tangan, Sayang.”“Aku bisa pegang gelasnya!” Ethan mengangkat kedua tangan mungilnya dengan bangga.Ariana tidak mampu menolak. Anak itu tampak begitu bahagia.Di dapur, Ethan duduk di stool bar sementara Ariana mengambil gelas dari rak. Ethan mulai bercerita panjang lebar tentang mainan barunya, bagaimana ia belajar menggambar dinosaurus bersama Jonas, bagaimana Maria membuatkan kue cokelat kemarin, sampai bagaimana dia menangis sedikit karena merindukan Ariana.Ariana mendengarkan semuanya dengan penuh perhatian. Sesekali dia tertawa keci

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 201

    Perjalanan panjang yang melelahkan dari kota tempat Jason melamar Ariana akhirnya berakhir ketika mobil hitam itu perlahan memasuki halaman rumah Jason.Sore itu langit tampak cerah dengan jingga lembut menyelimuti langit, seolah ikut menyambut kepulangan mereka.Ariana memandang rumah itu tanpa sadar menggenggam ujung rok yang dia kenakan.Ada sensasi aneh berputar lembut di dadanya. Rumah ini kini bukan hanya tempat dia menginap ketika diminta membantu Ethan. Rumah ini adalah tempat masa depannya akan dimulai. Rumah calon suaminya.Mobil berhenti. Jason mematikan mesin dan menoleh ke Ariana yang tampak menelan salivanya beberapa kali.“Hey,” panggil Jason lembut sambil menyentuh tangan Ariana, “kau tidak perlu gugup seperti itu.”Ariana tersenyum canggung. “Aku tidak gugup.”Jason mengangkat alisnya, jelas tidak percaya. “Ariana, bahkan aku bisa dengar hatimu berdetak sampai tempat duduk ini

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status