Share

Bab 7. Make Over

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-20 16:43:10

Seharian kami sibuk.

Pesanan dadakan ayam lengkuas, langsung dieksekusi hari itu juga. Pak Maman sampai Pak Satpam dapat tugas mengupas lengkuas dan bumbu lainnya. Bik Inah memarut lengkuas. Mereka semangat dengan imbalan nasi kotak ayam lengkuas.

"Lama-lama kita buka pesanan nasi kotak ya, bu?" celetuk Bik Inah sambil tertawa. Aku tersenyum melihat kesibukan ini. Ini benar-benar tragedi!

Aku belanja peralatan untuk nasi kotak. Harus yang bagus, jangan sampai membuat malu. Jadi ingat kalau mau hajatan di kampung.

Tak lupa, siang hari nasi bekal makan siang untuk Tuan Kusuma. Kalau lupa, bisa diomelin lagi. Aku siapkan di food pack khusus, sehingga makanan tetap hangat sampai di tempat. Tadi sudah ada orang dari kantor ada yang mengambil.

Untuk besuk, serundeng lengkuas aku goreng dulu, disimpan di tempat kedap udara. Besuk tinggal goreng ayamnya dan masak nasi. Beres!

Tring ... Tring ... Tring ...

Ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Amelia. 

[Tante! Papa bilang, tante suruh jemput Amel ke sekolah. Langsung mau ke mall. Sekarang ya, Te]

[OK]

Aku segera siap-siap. Pilihan pakaianku  kemeja putih dan rok bunga-bunga. Tidak ada asesoris yang mencolok, karena memang tidak punya. Yang penting tampil rapi. Yang penting,  jangan sampai kena marah lagi sama pak bos.

"Pak Maman, ayok berangkat jemput Amel. Dia sudah menunggu! Dia pulang cepat."

*

Sekolah Amelia sangat besar, mobil penjemput berjajar panjang. Semua merk mobil mewah ada disana. Pasti sekolah mahal. Ya iyalah, anaknya bos.

[Tante sudah dimana?]

[Sudah dijalan masuk sekolah. Masih antri. Sabar ya]

[Tidak usah parkir. Amel tunggu di depan gerbang]

[OK]

Kata Pak Maman, antrian panjang mobil penjemput terjadi setiap hari. Ini terjadi juga ketika mengantar sekolah. Makanya, Amelia selalu buru-buru. Oh itu dia, kelihatan Amelia celingak-celinguk melihat mobil yang lewat. Pak Maman berhenti, aku turun membukakan pintu untuk Amelia.

"Tante, duduk di belakang, ya. Bareng Amel," katanya sambil menarikku masuk di bangku belakang. Kami langsung menuju mall sesuai arahan Amelia. 

Sampai tujuan, kami langsung menuju butik langganan mereka. Kata Amelia, ini butik langganan keluarga Adijaya. Selain kualitas bagus, koleksinya juga lengkap. Tersedia dari baju anak muda, tua, wanita atau pria bahkan asesoris juga ada. Ternyata butik ini berkerjasama dengan beberapa designer terkenal.

"Selamat siang, Non Amel." 

Kami disambut beberapa pegawai yang menjaga pintu, diantarkannya menuju ruangan seperti ruangan untuk tamu. Seorang wanita cantik keluar dari ruangan menghampiri kami.

"Hai Amel cantik. Tadi Papi telpon. Sudah tante disiapkan pesanannya. Ini yang namanya Bu Rani?" katanya, dia melihatku dari atas sampai bawah. Aku tersenyum membalasnya.

"Hmmm, badannya ideal. Perlu sedikit polesan saja. Saya Claudia, yang handle anda. Mari ikut saya!"

Kami mengikutinya. 

"Sayang, Tante mau diapain?" bisikku ke Amel.

"Tante mau dimake over," katanya sambil tersenyum.

Ruangan yang kami tuju seperti salon khusus. Aku di lulur, facial dan dirapikan rambutku sedikit. Setelah dua jam, aku dibawa ke ruangan sebelumnya. Terlihat Amelia duduk-duduk malas sambil menikmati camilan yang disediakan. 

"Wow, Tante Rani cantik sekali. Wangi!" teriak Amel sambil memelukku erat. 

"Kamu tidak capek, Sayang? Maaf ya, menunggu lama."

"Gak capek. Demi, besuk diantar jemput tante. Amelia belain, deh," katanya sambil menggelayut manja.

Iya, kemarin Tuan Kusuma bilang akan membelikan baju untukku supaya tidak memalukan anaknya. Ternyata sampai make over keseluruhan. Aku sebenarnya tidak terlalu suka berjam-jam di salon seperti ini. Tampilan sederhana itu saja sudah  cukup. 

Mungkin pikiranku yang kolot ini membuat Mas Bram berpaling ke wanita yang lebih modis dan cantik. Laki-laki memang kalau melihat yang lebih bening menjadi jelalatan. 

Huuft .... Kalau mengingat itu, hatiku terasa sesak.

Terdengar seperti rak didorong.

Benar. 

Tiga rak gantungan baju di dorong ke depan kami.  Diikuti wanita cantik tadi.

Oya, namanya Claudia.

"Coba, kesini Bu Rani. Bajunya pilih sendiri atau saya yang pilih?"

"Dipilihkan saja," jawabku. 

Semua bagus-bagus. Modelnya sederhana tetapi mewah dan elegan. Baju dirak itu aku lihat bandrol harganya ratusan ribu bahkan hampir satu juta bahkan ada yang lebih. Tidak enak, kalau memilih sendiri, bukan uangnya sendiri.

Setelah bolak balik mencoba baju, Amelia dan Claudia yang menilai. Tak hanya baju, tetapi juga sepatu dan asesoris. Aku dibantu dua asisten untuk mendandaniku. Serasa menjadi model dadakan.

Capek rasanya! Kakiku cenut-cenut!

Mungkin kalau perempuan yang gila belanja akan senang sekali. Tetapi, kalau aku tersiksa rasanya.

"Amel, ini belanjaan tidak kebanyakan, ya?"

Tumpukan baju lebih dari satu lusin, asesoris dari anting, kalung, gelang sampai kalung dan juga beberapa pasang sepatu. Berapa totalnya ini?

"Tidak, Tante. Papi tadi yang nyuruh langsung ke Tante Claudia. Sudah tenang aja. Tante nurut aja, Papi nanti marah, lo," katanya sambil senyum-senyum senang.

"Tante, tadi Papi telpon. Katanya langsung ke rumah eyang. Jadi nanti tidak usah ditingguin."

Tring ... Tring ... Tring ...

[Rani]

[Saya langsung rumah mama]

[Jangan ditunggu]

Ternyata Tuan Kusuma yang kirim pesan. Bukannya tadi sudah kasih tahu Amelia, ya. Ada-ada saja.

[Baik, Pak. Kami masih di butik sekarang. Terima kasih atas semuanya]

[OC :-)]

Langsung dijawab pesannya dengan tanda smile di belakangnya. Ternyata bisa santai juga dia.

Berarti, nanti aku bisa langsung istirahat. Tidak usah menyiapkan makan malam dan menunggu Tuan Kusuma yang pulang malam.

"Bu Rani, semua sudah selesai. Untuk semuanya, sudah saya laporkan ke Tuan Kusuma. Ada yang bisa saya bantu lagi?" kata Claudia menggangguk sopan. 

"Tidak terima kasih," ujarku. Aku sudah tidak sabar untuk pulang. Capek!

Ketika melewati cermin besar, aku melirik kebayanganku. Hasil make over, memuaskan!

Sangat memuaskan!

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (19)
goodnovel comment avatar
Kaysha Azkaida Almunir
tuan Kusuma pasti terkesima lihat rani
goodnovel comment avatar
Antoni Purba Hutaraja
ada rasa bangga disayangi orang lain
goodnovel comment avatar
Sri Yuliniarti
memuaskan...awal muka yg baik...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pembantu Rasa Nyonya   Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 615. Anak-Anak

    Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 614. Pesan Menyebalkan

    Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 613. Persiapan

    “Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 612. Desi Pegawai Teladan

    Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status