Share

Bab3

Astri menarik kopernya dan juga koper Syifa keluar gerbang. Ketika berjalan cukup jauh dari gerbang rumah, Astri melihat Alin dan Ayah mertua sedang berpelukan. Lalu Astri pun menghampiri mereka.

" Ayah, Alin... Kenapa ada disini?" tanya Astri penasaran.

"Astri..." ucap Ayah tak melanjutkan kata-katanya matanya menatap koper yang Astri bawa.

"Alin pergi dari rumah kak," Jawab Alin lirih. Sedangkan Ayah hanya menunduk.

" Kenapa bisa dek? Terus sekarang kamu mau kemana?" tanya Astri lagi. Namun, Alin hanya menggelengkan kepala.

"Alin akan Ayah Carikan penginapan untuk sementara, sebelum Ayah dapat kos-kosan yang dekat dengan sekolah nak,"jawab Ayah.

Aku kasihan melihat Alin, aku yakin Ayah pasti sedih, biar bagaimanapun, Ayah sangat menyayangi Alin. Tapi Ayah tidak bisa berbuat banyak, Karena selalu di marahi ibu mertuaku.

"Apa Ayah ada uang untuk nanti biayanya, Alin?" aku bertanya dengan hati-hati takut Ayah akan tersinggung.

"Ayah belum ada uang. Untuk sekarang, Ayah cuma punya untuk menyewa tempat tinggal Alin saja. Tapi ayah akan berusaha mencari uang, untuk biaya kehidupan Alin kedepannya," jawab Ayah sambil menunduk sedih. Aku yakin, Ayah mau yang terbaik buat Alin. Hanya saja, uang Ayah selalu di ambil semua oleh Ibu. Selama ini uang yang Ayah berikan untuk Alin, hasil dari sampingan Ayah yang tidak di ketahui Ibu.

" Kalau Ayah tidak keberatan, boleh tidak Alin ikut dengan, Astri? Biar Syifa juga ada temennya, Yah!" Ayah melihat ke arah ku masih diam belum menjawab. Jujur saja aku takut ayah akan tersinggung.

" Apa kamu serius nak?" tanya ayah penuh harap. Syukurlah berarti ayah tidak tersinggung dengan usul ku.

" Iya Ayah! Itu juga kalau Alin mau dan Ayah tidak keberatan," ucap ku.

"Alin mau kak... Memangnya, kakak mau tinggal dimana? Apa kakak tidak repot harus mengurus Alin juga?" tanya Alin padaku. Namun, tatapannya penuh harapan padaku.

" Iya nak, apa tidak merepotkan? Apalagi Ayah tau, suamimu tidak memberi mu apa-apa. Biaya hidup Alin tidak sedikit nak! Apa lagi biaya sekolah Alin! Terus Syifa juga pasti banyak kebutuhannya untuk kedepan nya! Ayah juga malu dengan kamu nak, harta yang kamu miliki di ambil semua sama anak ayah," ucap ayah sambil menunduk, aku tahu Aya pasti tau semua yang di rencanakan anak dan istrinya. Namun, lagi lagi Ayah tidak berdaya.

"Ayah tenang saja, tidak usah mikirin biaya Alin dan Syifa. Astri pasti akan berusaha membuat Syifa dan Alin supaya bisa sekolah tinggi. Ayah jangan takut Allah pasti selalu memberi jalan," ucapku dengan yakin.

" Apa kamu benar yakin nak?" tanya ayah memastikan.

"Sangat yakin Yah, tapi.... Astri punya syarat untuk Ayah?" Ayah menegang mendengar ucapanku.

"Apa nak?" Ayah berkata dengan lirih terlihat putus asa.

"Ayah tidak boleh memberi tahu siapapun, kalau Alin ikut dengan ku! Aku akan pergi dari kota ini. Ayah tidak boleh memberi tahu siapapun tempat tinggal ku nanti! Ayah boleh jika mau mengunjungi Alin dan cucu Ayah. Tapi tidak ada yang boleh tau. Apa ayah bersedia berjanji?" aku bertanya pada ayah.

Ayah tampak berpikir, mungkin ayah sedang menebak apa yang aku rencanakan. Tak lama Ayah pun mengangguk." Baiklah nak, Ayah berjanji tidak akan memberi tahu siapapun!" ucap Ayah yakin.

"Baik lah kali begitu, Alin ikut kakak ya!" ucapku pada Alin. Alin mengangguk dengan semangat, lalu melangkah menemui Syifa, yang sedari tadi duduk di bangku pinggir taman.

" Kamu mau pergi kemana nak? Apa kamu ada uang?" tanya ayah, lalu tangannya merogoh saku celananya. Ayah memberikan amplop ke pada ku, yang aku yakin itu isinya uang tabungan ayah. Aku mendorong pelan tangan Ayah yang memegang amplop.

"Ini ayah simpan untuk tabungan ayah, Ayah jangan takut, aku dan anakku juga Alin tidak akan kekurangan. Aku akan menjamin kehidupan anak dan cucu kesayangan Ayah, jadi ayah tidak perlu khawatir," ucap ku meyakinkan, Ayah mengangguk, lalu memasukan kembali amplop berisi uang itu ke saku celananya.

'Tin tin tin tin'

Bunyi klakson mobil dari arah belakang. Aku menengok, ada dua mobil di sana. Terlihat Maya dan seorang laki-laki turun dari mobil masing-masing. Lalu mereka menghampiri ku.

" Selamat siang, Bu Astri ? Ibu apa kabar?" tanya Maya ramah.

" Siang May, alhamdulilah baik! Kamu apa kabar? Makin cantik saja!" ucapku menggoda Maya. Dia asisten pribadiku, yang selama ini selalu mengabdi di perusahaan peninggalan papa dan mamaku. Maya sudah lama ikut kerja denganku, dia yang selama ini mengurus perusahaan di bawah pengawasan ku.

"Ibu bisa saja, Maya kan jadi malu Bu!" Ucap Maya malu-malu. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Lalu aku melihat Ayah yang seperti nya merasa heran.

"Bu ini kunci mobil yang Ibu minta. Saya juga sudah pesan kan kamar untuk ibu menginap dekat Bandara Bu!" ucap Maya.

Aku menerima kunci mobil yang di berikan Maya." Makasih May kamu memang selalu bisa saya andalkan!" ucapku memuji Maya.

" Beres Bu... Jangan lupa gajih saya naikin, Bu!" canda Maya, dia memang kalau di puji pasti balas bercanda dengan minta naik gaji.

"Kamu ini, giliran naik gaji paling cepat!" ucap ku pura-pura ngambek.

"Yah ngambek deh, yaudah deh Maya kembali ke kantor ya, Bu! Kalau ibu butuh sesuatu, Ibu telepon Maya ya!" Aku pun mengangguk dan Maya langsung pergi bersama laki-laki yang tadi datang bersama Maya. Yang ku perkirakan pasti supir atau bawahan Maya di kantor. Setelah mobil Maya tidak terlihat Ayah bertanya pada ku.

" Itu siapa nak?" tanya ayah penasaran.

"Itu asisten Astri, Yah! Selama ini, Maya yang setia dan membantu Astri di kantor!" jawabku Ayah melongo tak percaya. Tapi biarlah aku sedang tidak mau menjelaskan nanti saja pikirku untuk berjaga jaga.

"Astri pergi ya Yah! Astri izin bawa Alin sekarang, Astri tidak mau keburu ada orang rumah yang melihat Astri masih disin! Ayah masih ingat kan janji Ayah tadi? Ayah juga harus merahasiakan apa yang ayah lihat sekarang. Nanti pasti Astri jelaskan semua ke Ayah," ucap ku.

" Baik nak, Ayah janji Ayah akan jaga rahasia ini. Ayah paham meskipun, tidak secara terinci. Ayah tenang membiarkan Alin ikut bersamamu. Ayah yakin, kehidupan Alin akan jauh lebih baik bersamamu!" ucap ayah senyum namun ada setetes air mata di pipinya.

Aku peluk ayah, aku yakin ayah pasti berat berpisah dengan putri yang sangat di sayangnya." Ayah jangan khawatir aku pasti jaga Alin dengan baik!" ucapku sambil masih memeluk Ayah mertuaku.

" Jaga cucu yang paling Ayah sayangi nak!" ucap ayah lagi. Memang di antara cucu cucunya, Ayah paling menyayangi Syifa. Aku melepas pelukan Ayah, lalu aku memanggil Alin dan Syifa karena kami harus segera pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status