Pada malam yang sunyi, terdengar suara tangisan pelan.
Papa Farel terbangun dan melihat istrinya menangis tersendu-sendu dalam tidurnya.
“Mama, mama, mama, bangun!” Papa Farel menggoyang-goyangkan tubuh mama Lia.
“Pa.” Mama langsung memeluk papa.
“Mama kenapa?”
“Pa, Mama bermimpi Maya berlarian di sebuah taman yang indah.”
“Ya Allah, itu hanya mimpi Ma. Pasti Maya bakal ketemu cepat atau lambat.”
“Tapi, saat Maya mama ajak pulang, dia nggak mau pulang Pa. Dia malah tersenyum dan terus lari-larian dan nggak menggubris mama.”
“Udah Ma, itu hanya mimpi.”
Papa berusaha menenangkan istrinya, meskipun tidak bisa dibohongi papa Farel juga takut dan kepikiran dengan mimpi istrinya.
“Maya, Maya, Mayaaa!” Ratih teriak sangat keras sampai membangunkan Luthfi. Sedangkan papa dan mama yang sedari tadi sudah bangun, langsung kaget dan berlari menuju kamar Ratih.
“Ratih, Ratih, bangun!” Luthfi menggoyang-goyangkan badan adiknya itu.
“Luthfi, kenapa adikmu?” Tanya papa dan mama.
Ratih terbangun.
“Papa, Mama, Kak Luthfi, aku tadi ketemu Maya. Dia tersenyum ke aku, tapi pas aku dekati dia malah lari menjauh. Makanya aku teriak-teriak.”
Mendengar ucapan Ratih, mama kembali menangis. Mama menceritakan bahwa dia juga bermimpi tentang Maya.
Malam itu semua kesedihan bertumpuk menjadi satu. Tidak ada hiburan apa pun yang bisa menjadi pelampiasan menutup rasa kehilangan anak dan adik tercinta mereka. Setelah mimpi itu orang satu rumah tidak bisa tidur kembali, mereka terjaga sampai pagi.
Pukul empat pagi telepon berdering,
Ternyata telepon itu dari keluarga Siska.
Papa mengangkat telepon itu,
“Ada apa kamu menelpon sepagi ini?” Tanya Papa Farel.
“Pagi ini Siska pulang ke rumah.” Jawab Papa Deon, papanya Siska.
“Serius kamu?”
“Iya. Ini kami sedang bersama Siska.”
“Alhamdulillah, kalau gitu kami kesana sekarang.”
Mendengar kabar Siska sudah pulang, keluarga Maya sangat bahagia. Dia berharap Siska juga tahu keberadaan Maya atau Maya juga pulang bersama Siska.
Setelah 30 menit perjalanan, sampailah di rumah Siska.
Keluarga Maya menengok sekeliling berharap ada Maya di sana, namun kosong tidak ada tanda-tanda keberadaan Maya.
Keluarga Maya tidak menanyakan keberadaan Maya saat itu juga, melihat kondisi Siska yang masih ling-lung dan banyak melamun.
“Deon, bagaimana ceritanya Siska bisa pulang?” Tanya papa Farel.
“Dia diantarkan sama temannya cowok, ternyata semua ini ulah Radian. Tapi kami tidak bisa langsung memenjarakannya karena tidak ada bukti.”
“Radian, calon mantumu?”
“Iya.”
“Lantas siapa sahabat Siska yang mengantarkan dia pulang?”
“Namanya Kai. Aku juga belum kenal Kai sebelumnya, tapi setelah Siska menjelaskan, Kai itu temannya sejak di bangku SMA. Tapi kami belum bisa mengorek lebih jauh informasi itu karena kamu lihat sendiri kondisi Siska bagaimana.”
Keluarga Maya juga menyadari, pasti ada kejadian luar biasa yang dialami oleh Siska sampai kondisinya separah itu. Namun, karena mama Lia penasaran, dia akhirnya menanyakan keberadaan Maya.
“Nak Siska, tante mau tanya dan jika belum berkenan menjawab tidak perlu dijawab sekarang. Pada waktu kejadian kamu bersama Maya atau tidak?”
Mendengar itu, Siska langsung memandang mama Lia.
Siska langsung berlari memeluk mama Lia dan menangis sangat keras.
“Nak, kamu kenapa? Tidak perlu kamu jawab sekarang jika kamu belum siap untuk menjawab.” Jelas mama Lia.
“Waktu itu aku bersama Maya. Tapi aku tidak tahu kemana Maya, aku dibawa pergi oleh para laki-laki bangsat itu dan sejak saat itu aku tidak tahu kondisi Maya.” Siska masih menangis tersendu-sendu.
Mendengar itu, keluarga Maya lemas. Jika kondisi Siska sudah kembali dalam keadaan sehat meski mengalami trauma berat, namun berbeda dengan Maya yang sampai saat ini keberadaannya belum diketahui.
“Siska, kamu istirahat dulu dan pulihkan kondisimu. Jika nanti kamu sudah dalam kondisi yang baik beri tahu kami ya? Karena selain kami sangat merindukanmu, kami juga sangat merindukan Maya.” Ucap kak Ratih.
Mendengar ini Siska memeluk mama Lia lebih erat dan menangis sejadi-jadinya.
Setelah kejadian itu, Siska menjalani pengobatan intens ke psikolog. Dia belum bisa dimintai keterangan lebih lanjut, polisi masih terus berusaha membongkar kasus penculikan dan penyiksaan yang dialami Siska. Polisi juga terus mencari keberadaan Maya yang belum ada tanda-tandanya sama sekali.
Selama menjalani pengobatan, Kai sering datang berkunjung ke rumah Siska. Berbeda dengan Radian sejak Siska hilang dan ditemukan, dia tidak pernah menunjukkan rasa simpati dan perhatian kepada Siska. Hal inilah yang semakin memperkuat bahwa Radianlah dalang dibalik semua trauma yang dialami Siska meski belum terbukti sama sekali.
Kai memberikan perhatian lebih kepada Siska, bahkan dia tidak segan-segan menggelontorkan banyak uang untuk membeli hadiah untuk Siska agar Siska bisa bahagia.
Sikap Kai ini membuat keluarga Siska terenyuh dan mereka yakin bahwa Kai lebih cocok bersama anaknya dibandingkan Radian.
Setelah menjalani pengobatan kondisi Siska berangsur-angsur membaik, dia mulai bisa dimintai keterangan kepolisian. Siska memberikan penjelasan secara detail, dia juga meminta polisi untuk menemukan Maya dan mobilnya yang hilang entah kemana.
Terlebih saat kejadian, Siska tidak bisa mengenali wajah pelaku karena dia diperkosa dalam kondisi wajah ditutup kain, mulutnya dilakban, dan diikat. Jadi, saat polisi meminta keterangan Siska tentang ciri-ciri pelaku, Siska tidak mengetahuinya sama sekali. Dia hanya tahu beberapa ciri-ciri pelaku pria hidung belang yang juga memperkosanya pada hari-hari berikutnya.
Karena Kai yang menyelamatkan Siska, Kai juga dimintai keterangan oleh kepolisian. Namun, Kai menjelaskan bahwa dia melihat info orang hilang dan mengetahui kalau itu Siska, dia berusaha mencarinya dan ketemu setelah mendengar ada suara rintihan dan minta tolong dari rumah kosong itu. Kai berdalih, dia lewat rumah kosong itu karena arah jalan pulang alternatif menuju apartemennya.
Pada tahap interogasi ini, polisi menampung semua informasi yang didapatkan. Kini pencarian polisi fokus kepada Maya dan mobil milik Siska. Mereka yakin dalam mobil itu ada petunjuk penting kemana Maya menghilang.
Maya sedang belanja dengan mak Linlin ke pasar, sebenarnya dia tidak diizinkan untuk ikut, namun dia maksa. Saat mereka sedang berangkat ke pasar, ada seseorang naik sepeda motor mendempet mereka. “Ya Allah.” Ucap mak Linlin yang terserempet setir sepeda motor orang itu. Tidak tinggal diam, Maya langsung mengambil batu dan melemparkannya ke orang tersebut. Karena pengendara motor tersebut tidak terlalu ngebut, jadi batu itu terkena helm-nya. Pengendara motor langsung berhenti dan dia turun dari motornya. “Kurang ajar, lu ngapain nimpuk gue pake batu?” Tanya seorang pria muda dengan garangnya. Pria itu berperawakan tinggi kekar berkacamata. Maya tidak bisa melihat wajahnya karena menggunakan masker dan helm full-face.“Loh, seharusnya saya yang tanya ke masnya. Mas nggak punya mata? Udah lihat ada orang jalan ngapain mengendarai motor terlalu minggir. Mas nggak bisa lihat jalan selebar ini?” Maya menjawab ketus. Sebenarnya mas Linlin sudah mencegah Maya agar membiarkannya, karena
Luthfi sedang bersiap untuk pulang kerja,“Luthfi, kamu pulang kerja sama siapa?” Kata bapak manager. “Nanti saya dijemput sopir pak pakek mobil. Ada apa ya pak?” “Kabarnya adikmu disiram air keras sama orang tidak dikenal ya? Bapak khawatir kamu juga mengalaminya. Jadi, kamu harus selalu hati-hati.” “Iya pak, beberapa hari lalu memang adik saya terkena musibah, disiram air keras sama orang tidak dikenal. Tapi, syukurlah kondisi adik saya tidak parah pak dan sekarang sudah bisa beraktivitas seperti biasanya.” Setelah percakapan itu, pak Kisman datang menjemput. Luthfi berpamitan kepada bapak managernya dan pulang. Saat diperjalanan, “Mas, saya tadi tidak sengaja melihat dua orang yang dulu pernah datang ke rumah dan mengintai rumah mas. Mereka berdua sedang nongkrong di warung dekat tempat kerja mas.” Jelas pak Kisman. “Bapak yakin, kalau itu memang mereka?” Luthfi penasaran. “Yakin mas.” Jawab pak Kisman.“Bapak, kita putar balik dan coba lewat warung yang bapak maksud. Siap
Pertemuan Siska dengan Radian menjadi awal mula Siska mulai menyelidiki lebih lanjut keterlibatan suaminya dalam semua kejadian yang selama ini terjadi. Awalnya Siska masa bodoh dengan ini semua, namun sekarang dia harus mencari tahu dan ikut menyelidikinya. “Pumpung hari ini dia tidak di rumah. Kesempatan bagiku untuk mulai membuka kedoknya.” Batin Siska dalam hati. Dia berjalan menuju ruangan kerja Kai dan berusaha membuka pintunya,“Dan seperti ini, pintunya selalu dikunci.” Batin Siska. Tidak kurang akal, Siska menyuruh satpam mencarikan tukang kunci dan membuatkan kunci baru. Syukurlah proses pembuatan kunci duplikat tidak terlalu lama. “Siska, ngapain kamu panggil tukang kunci ke rumah?” Tanya papa Deon. “Membuatkan duplikat kunci untuk ruangan kerja Kai, pa.” Jawab Siska sambil menunjukkan kunci duplikat yang dipegangnya.“Lah kenapa kamu buat kunci duplikat?” “Siska mau tahu apa isi di dalam ruangan kerja Kai.” “Kamu curiga sama Kai?” Mama Sintya yang sejak tadi mengupi
Maya, Galih, Cika, dan Mak Linlin sedang menikmati makan siang bersama di teras belakang rumah. Mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Tidak berapa lama, telepon Galih yang tergeletak di sampingnya berdering. Galih melihat ke arah telepon itu dan jelas tertulis “Ratih” yang menelpon. “Kak Ratih menelpon. Mas Galih angkat teleponnya?” Maya yang duduk di samping Galih langsung ngeh dan bersemangat. Galih menerima telepon itu. “Halo Ratih, ada apa?” “Loudspeaker mas, please!” Maya memohon dengan suara sangat pelan. Galih menurut. Semuanya mendengarkan apa yang dikatakan Ratih. “Mas Galih, aku tadi pagi disiram air keras sama orang tidak dikenal. Pelakunya tadinya ketangkap, tapi berhasil kabur.”Kata Ratih. Maya kaget. “Ka…” Cika menepuk paha Maya untuk menenangkan, jangan sampai ketahuan jika Maya ada di sana. Maya berhasil menahan suaranya.“Kenapa kok mereka bisa menyiram air keras kepadamu? Sekarang kamu kondisinya bagaimana? Lantas kenapa pelakunya bisa lari?” Tanya Gal
Setelah kejadian teror yang menimpa Ratih dan Luthfi. Kedua orang tuanya sangat parno dan menyuruh keduanya selalu hati-hati. Bahkan saking khawatirnya mereka menyuruh kedua anaknya untuk work from home atau kalau bisa keluar dari pekerjaan dan di rumah saja sampai kondisi benar-benar aman. Namun, Ratih dan Luthfi tidak mungkin menuruti kemauan orang tuanya tersebut. Mereka juga tidak mungkin resign dari pekerjaanya. Untuk menjaga keselamatan mereka berdua, mama dan papa menyuruh mereka tidak menggunakan motor melainkan diantarkan sopir menggunakan mobil. Ratih dan Luthfi yang sudah terbiasa menggunakan motor sendirian saat bekerja, merasa kurang nyaman jika harus menggunakan mobil dengan sopir. Namun, mendengar penolakan mereka, mama dan papa sangat marah,“Papa dan mama nggak mau tahu, mulai sekarang kalian harus antar jemput menggunakan mobil dan sopir. Nanti pak Prayit akan antar jemput Ratih dan pak Kisman antar jemput Luthfi. Kalian harus nurut, ini semua demi keselamatan kali
Setelah kejadian malam itu, Siska dan Kai masih menjaga jarak. Meski satu rumah, tapi mereka tidak saling sapa. Ketika mereka berangkat kerja, juga tidak ada interaksi apapun.Siska berpamitan untuk berangkat kerja, setelah Kai pergi kerja duluan. Kai juga tidak berpamitan kepada papa dan mama Siska. Melihat itu, mama Sintya dan papa Deon sangat khawatir.“Siska, kalian masih marahan.” Tanya mama Sintya. “Mama, please! Ini urusanku dengan Kai. Mama tolong kali ini saja jangan ikut campur! Soalnya Siska lelah ma, nggak mau Siska terus tunduk dengan Kai.” Mendengar perkataan Siska, mama memahaminya. Pagi itu perjalanan menuju tempat kerja macet cukup parah. Sambil menunggu kemacetan, Siska melihat-lihat hp-nya. Dia melihat video tentang orang mereview makanan. Tiba-tiba Siska tergoda dengan salah satu review makanan zaman dulu yang sering disebut cenil. Jenis makanan dari tepung kanji yang beraneka warna dan diberi gula jawa. Melihatnya saja Siska sudah sangat ngiler. Siska kemudian