Tin, tin, tin
Suara klakson bersaut-sautan membuat Maya terbangun.
Maya samar-samar melihat dunianya gelap dan ada dua suara laki-laki di sekelilingnya.
Maya mencoba membuka matanya lebih lebar dan ternyata matanya ditutup kain yang membuatnya tidak bisa melihat dunia luar.
Dia juga sadar saat ini mulutnya dilakban dan kedua tangannya diikat.
“Apa yang terjadi sama gue?” Tanya Maya dalam hati.
Ingatannya kembali ke kejadian tadi siang, di mana dia keluar dari mobil dan langsung dibius oleh orang tidak dikenal.
Setelah itu, Maya lupa dengan kejadian selanjutnya.
“Kita apakan dia?” Tanya satu laki-laki ke laki-laki lainnya.
“Bos suruh kita menghabisinya atau kita perkosa saja, kita bunuh, dan kita buang mayatnya di hutan.” Jawab laki-laki satunya.
Mendengar obrolan laki-laki itu, Maya deg-degan, pikirannya meracau kemana-mana.
Dia tidak berani menggerakkan badannya dan terus pura-pura pingsan.
Tiba-tiba terdengar bunyi telepon.
“Iya bos. Gadis ini sudah ada di mobil kami. Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?”
Tidak terdengar jawaban apa pun.
“Oke bos, akan kita lakukan.”
Di sini jantung Maya sudah dag-dig-dug.
“Kayaknya hari ini bakal jadi hari terakhir gue di dunia.” Ucap Maya dalam hati.
“Papa, mama, Kak Luthfi, Kak Ratih semoga kalian bisa menemukan jasad gue nanti, jika gue benar-benar mati hari ini.” Maya menitikkan air mata.
Maya menunggu detik-detik kematiannya, dia sudah yakin hari ini bakal mati ditangan dua laki-laki itu.
Mobil berhenti,
Maya sudah mulai takut, dia berpikir itulah tempat dia akan dieksekusi.
Keduanya membopong tubuh Maya keluar mobil.
Sekarang Maya mendengar suara riuh menandakan ada banyak orang di sekitarnya. Tapi dia tidak tahu tempat itu. Dia ingin berlari, tapi dia takut kalau tempat itu tidak seperti ekspektasinya.
“Gue ada di mana ini? Kemana mereka membawa gue?” Batin Maya.
Maya dibaringkan di suatu tempat.
“Ini yang bos Kai janjikan kepada Anda, mau Anda apakan dia itu hak-hak Anda, untuk urusan harga nanti tanyakan dengan bos Kai.” Ucap salah satu pria itu.
“Oke, akan saya cek dulu, jika dia sesuai dengan kesepakatan maka harga yang saya bayarkan akan sesuai juga.”
“Baiklah, kami permisi dulu.”
Terdengar bunyi langkah demi langkah dan diakhiri oleh suara pintu ditutup.
“Kayaknya gue dijual sama mereka.” Batin Maya dalam hati.
Perlahan kain yang menutupi wajah Maya dibuka dan Maya langsung memejamkan mata kembali.
“Oke juga ni cewek. Pintar juga dia cari barang.” Gerutu laki-laki itu.
Laki-laki itu tiba-tiba menjamahi leher Maya dan mencoba membuka kancing baju Maya.
Di sini Maya tidak bisa pura-pura pingsan lagi, dia langsung bangun dan menendang laki-laki itu.
Bruak
Tubuh laki-laki itu terpental menghantam meja di dekat tempat tidur.
“Kurang ajar.” Gertak laki-laki itu.
Maya langsung berlari mencari pintu keluar, tapi ternyata pintunya terkunci.
“Gue harus keluar dari sini?” Maya berusaha membuka pintu tersebut.
Tapi belum sempat bisa membuka pintu itu. “Arghh.” Maya langsung tersungkur.
Laki-laki itu menusuk punggung Maya dengan membabi buta.
Rasa sakit mulai dia rasakan, dia mengerang kesakitan, dan satu tusukan menujam punggungnya lagi, setelah itu pandangannya gelap dan dia sudah tidak ingat apapun.
Setelah puas melakukan aksi brutalnya, laki-laki itu menelpon seseorang.
“Kalian datang ke sini sekarang!”
Tidak berapa lama pintu di ketok dan laki-laki itu membukakan pintu. Ada tiga orang pria muda datang.
Mereka kaget melihat banyak darah di lantai depan pintu.
“Iya bos, ada apa?” Tanya salah satu laki-laki.
“Kalian buang jasad ini entah kemana dan pastikan tidak ada orang yang tahu. Jika perlu kalian kubur atau kalian bakar.”
Tanpa menunggu lama, ketiga laki-laki itu langsung mematuhi perintah bosnya.
Mereka membungkus tubuh Maya dengan plastik sampah hitam dan memasukkannya dalam mobil.
Mobil melaju dan hilang di kegelapan malam.
Sesampainya di tengah hutan yang tidak ada kendaraan sama sekali, mereka menghentikan mobilnya.
Mereka turun dari mobil membopong tubuh Maya masuk jauh ke dalam hutan, setelah menemukan jurang mereka melemparkan tubuh Maya. Di situ tubuh Maya ditinggalkan sendirian. Mereka pergi tanpa rasa bersalah dan kasihan..
Tidak berapa lama turun hujan deras, suasana hutan yang sepi dan dingin pasti menjadi neraka bagi Maya. Pada kondisi demikian, orang yang sehat pun mungkin tidak akan selamat jika tersesat dalam hutan tersebut.
Keesokan harinya cuaca yang tadinya petang mulai cerah, artinya hari sudah berganti.
“Luthfi, Ratih, kemana adikmu dari kemarin siang belum pulang? Kata tante Sintya, Siska juga belum pulang, kemana ya mereka?” Mama Maya, yang bernama Lia khawatir.
“Kita juga khawatir Ma, kenapa dari kemarin Maya dan Siska belum pulang. Terlebih lagi, nomor mereka berdua juga tidak bisa dihubungi.” Jawab Ratih.
“Aku sudah mencoba melacak nomor mereka tapi tidak terdeteksi.” Jawab Luthfi.
“Papa sudah tahu Ma, kondisi Maya?” Tanya Ratih.
Saat itu papa mereka sedang ada kerjaan di luar kota.
“Sudah, papa juga sedang cari tahu keberadaan Maya dan Siska dari sana.” Jawab Mama.
Keluarga Maya dan Siska sama-sama khawatir dan bingung mendengar mereka berdua tidak ada kabar sejak kemarin siang.
Keluarga Siska juga berkali-kali menghubungi keluarga Maya, namun mereka menghadapi jalan buntu sebab tidak ada pesan apapun yang ditinggalkan Siska atau Maya sebelum mereka pergi.Keluarga Siska juga sudah menghubungi Radian, pacar Siska tapi dia tidak tahu keberadaan Siska dan Maya.
Setelah dirasa buntu, keluarga Siska dan Maya melaporkan kehilangan anak mereka ke polisi.
Laporan segera ditindak lanjuti dan laporan orang hilang atas nama Siska dan Maya tersebar dimana-mana.
Selain menunggu laporan dari kepolisian, keluarga Siska dan Maya juga berusaha menyewa orang-orang khusus untuk mencari keberadaan keduanya. Karena notabene Siska dan Maya anak orang kaya, keluarga mereka tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang demi kedua anaknya.
Maya sedang belanja dengan mak Linlin ke pasar, sebenarnya dia tidak diizinkan untuk ikut, namun dia maksa. Saat mereka sedang berangkat ke pasar, ada seseorang naik sepeda motor mendempet mereka. “Ya Allah.” Ucap mak Linlin yang terserempet setir sepeda motor orang itu. Tidak tinggal diam, Maya langsung mengambil batu dan melemparkannya ke orang tersebut. Karena pengendara motor tersebut tidak terlalu ngebut, jadi batu itu terkena helm-nya. Pengendara motor langsung berhenti dan dia turun dari motornya. “Kurang ajar, lu ngapain nimpuk gue pake batu?” Tanya seorang pria muda dengan garangnya. Pria itu berperawakan tinggi kekar berkacamata. Maya tidak bisa melihat wajahnya karena menggunakan masker dan helm full-face.“Loh, seharusnya saya yang tanya ke masnya. Mas nggak punya mata? Udah lihat ada orang jalan ngapain mengendarai motor terlalu minggir. Mas nggak bisa lihat jalan selebar ini?” Maya menjawab ketus. Sebenarnya mas Linlin sudah mencegah Maya agar membiarkannya, karena
Luthfi sedang bersiap untuk pulang kerja,“Luthfi, kamu pulang kerja sama siapa?” Kata bapak manager. “Nanti saya dijemput sopir pak pakek mobil. Ada apa ya pak?” “Kabarnya adikmu disiram air keras sama orang tidak dikenal ya? Bapak khawatir kamu juga mengalaminya. Jadi, kamu harus selalu hati-hati.” “Iya pak, beberapa hari lalu memang adik saya terkena musibah, disiram air keras sama orang tidak dikenal. Tapi, syukurlah kondisi adik saya tidak parah pak dan sekarang sudah bisa beraktivitas seperti biasanya.” Setelah percakapan itu, pak Kisman datang menjemput. Luthfi berpamitan kepada bapak managernya dan pulang. Saat diperjalanan, “Mas, saya tadi tidak sengaja melihat dua orang yang dulu pernah datang ke rumah dan mengintai rumah mas. Mereka berdua sedang nongkrong di warung dekat tempat kerja mas.” Jelas pak Kisman. “Bapak yakin, kalau itu memang mereka?” Luthfi penasaran. “Yakin mas.” Jawab pak Kisman.“Bapak, kita putar balik dan coba lewat warung yang bapak maksud. Siap
Pertemuan Siska dengan Radian menjadi awal mula Siska mulai menyelidiki lebih lanjut keterlibatan suaminya dalam semua kejadian yang selama ini terjadi. Awalnya Siska masa bodoh dengan ini semua, namun sekarang dia harus mencari tahu dan ikut menyelidikinya. “Pumpung hari ini dia tidak di rumah. Kesempatan bagiku untuk mulai membuka kedoknya.” Batin Siska dalam hati. Dia berjalan menuju ruangan kerja Kai dan berusaha membuka pintunya,“Dan seperti ini, pintunya selalu dikunci.” Batin Siska. Tidak kurang akal, Siska menyuruh satpam mencarikan tukang kunci dan membuatkan kunci baru. Syukurlah proses pembuatan kunci duplikat tidak terlalu lama. “Siska, ngapain kamu panggil tukang kunci ke rumah?” Tanya papa Deon. “Membuatkan duplikat kunci untuk ruangan kerja Kai, pa.” Jawab Siska sambil menunjukkan kunci duplikat yang dipegangnya.“Lah kenapa kamu buat kunci duplikat?” “Siska mau tahu apa isi di dalam ruangan kerja Kai.” “Kamu curiga sama Kai?” Mama Sintya yang sejak tadi mengupi
Maya, Galih, Cika, dan Mak Linlin sedang menikmati makan siang bersama di teras belakang rumah. Mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Tidak berapa lama, telepon Galih yang tergeletak di sampingnya berdering. Galih melihat ke arah telepon itu dan jelas tertulis “Ratih” yang menelpon. “Kak Ratih menelpon. Mas Galih angkat teleponnya?” Maya yang duduk di samping Galih langsung ngeh dan bersemangat. Galih menerima telepon itu. “Halo Ratih, ada apa?” “Loudspeaker mas, please!” Maya memohon dengan suara sangat pelan. Galih menurut. Semuanya mendengarkan apa yang dikatakan Ratih. “Mas Galih, aku tadi pagi disiram air keras sama orang tidak dikenal. Pelakunya tadinya ketangkap, tapi berhasil kabur.”Kata Ratih. Maya kaget. “Ka…” Cika menepuk paha Maya untuk menenangkan, jangan sampai ketahuan jika Maya ada di sana. Maya berhasil menahan suaranya.“Kenapa kok mereka bisa menyiram air keras kepadamu? Sekarang kamu kondisinya bagaimana? Lantas kenapa pelakunya bisa lari?” Tanya Gal
Setelah kejadian teror yang menimpa Ratih dan Luthfi. Kedua orang tuanya sangat parno dan menyuruh keduanya selalu hati-hati. Bahkan saking khawatirnya mereka menyuruh kedua anaknya untuk work from home atau kalau bisa keluar dari pekerjaan dan di rumah saja sampai kondisi benar-benar aman. Namun, Ratih dan Luthfi tidak mungkin menuruti kemauan orang tuanya tersebut. Mereka juga tidak mungkin resign dari pekerjaanya. Untuk menjaga keselamatan mereka berdua, mama dan papa menyuruh mereka tidak menggunakan motor melainkan diantarkan sopir menggunakan mobil. Ratih dan Luthfi yang sudah terbiasa menggunakan motor sendirian saat bekerja, merasa kurang nyaman jika harus menggunakan mobil dengan sopir. Namun, mendengar penolakan mereka, mama dan papa sangat marah,“Papa dan mama nggak mau tahu, mulai sekarang kalian harus antar jemput menggunakan mobil dan sopir. Nanti pak Prayit akan antar jemput Ratih dan pak Kisman antar jemput Luthfi. Kalian harus nurut, ini semua demi keselamatan kali
Setelah kejadian malam itu, Siska dan Kai masih menjaga jarak. Meski satu rumah, tapi mereka tidak saling sapa. Ketika mereka berangkat kerja, juga tidak ada interaksi apapun.Siska berpamitan untuk berangkat kerja, setelah Kai pergi kerja duluan. Kai juga tidak berpamitan kepada papa dan mama Siska. Melihat itu, mama Sintya dan papa Deon sangat khawatir.“Siska, kalian masih marahan.” Tanya mama Sintya. “Mama, please! Ini urusanku dengan Kai. Mama tolong kali ini saja jangan ikut campur! Soalnya Siska lelah ma, nggak mau Siska terus tunduk dengan Kai.” Mendengar perkataan Siska, mama memahaminya. Pagi itu perjalanan menuju tempat kerja macet cukup parah. Sambil menunggu kemacetan, Siska melihat-lihat hp-nya. Dia melihat video tentang orang mereview makanan. Tiba-tiba Siska tergoda dengan salah satu review makanan zaman dulu yang sering disebut cenil. Jenis makanan dari tepung kanji yang beraneka warna dan diberi gula jawa. Melihatnya saja Siska sudah sangat ngiler. Siska kemudian