Home / Pendekar / Pemilik Kitab Seribu Bayangan / bab 40: Jejak Kaisar Bayangan Merah

Share

bab 40: Jejak Kaisar Bayangan Merah

Author: Bang JM
last update Last Updated: 2025-05-04 16:36:59

Jejak Kaisar Bayangan Merah

Langit di atas Gurun Bayi Merah memendar merah saga, seakan terpantul dari deburan pasir yang membara di bawahnya. Angin gurun menggigit kulit dan membawa bisikan lirih yang membuat bulu kuduk berdiri. Lei Tian berdiri di atas gundukan pasir, matanya menyipit menatap horison. Debu-debu halus menempel pada jubahnya yang robek-robek, hasil bentrok sebelumnya di Altar Darah. Di tangannya masih menetes darah, bukan darahnya sendiri, tapi darah musuh yang nyaris mengoyaknya tadi malam.

"Tian... kau yakin ini jalan yang benar?" suara itu datang dari belakangnya, serak dan berat. Lian Fei, gadis bermata tajam yang setia menemaninya sejak peristiwa Lembah Lupa, memandangnya penuh keraguan.

Lei Tian tidak langsung menjawab. Dia menatap selembar kain kuning tua yang tergulung di genggaman kirinya—peta kuno yang ia temukan di bawah altar. Ada satu lambang yang menggoda pikirannya: sebuah mata tunggal di tengah lingkaran berbayang merah. Simbol Kaisar Bayangan Merah.

"
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 41: Pertemuan Dua Jiwa—Kaisar dan Pewaris

    Suasana berubah drastis ketika retakan di altar makam Kaisar Bayangan Merah melebar. Angin panas menyapu dataran gurun dengan suara jeritan halus yang terdengar seperti bisikan arwah. Langit yang tadinya jingga berubah menjadi merah gelap, seperti tirai darah yang menyelimuti dunia.Lei Tian berdiri kaku di depan altar, matanya membelalak menyaksikan pancaran cahaya hitam yang meledak dari dalam retakan. Bayangan-bayangan merayap ke luar, seperti tangan-tangan hantu yang hendak mencengkeram dunia hidup."Apa ini... energi kutukan?" gumamnya, sambil mundur satu langkah.Li Rou melangkah maju, menatap ke dalam retakan dengan rahang mengeras. "Itu... bukan sekadar makam. Ini adalah segel. Dan kita baru saja membukanya."Tanpa peringatan, sebuah teriakan melengking menggema dari dalam celah itu. Dari dalamnya, sesosok makhluk berselubung kain hitam perlahan merangkak keluar. Tubuhnya tinggi, kurus, dan kulitnya penuh dengan rune merah menyala. Kedua matanya kosong, tapi menyala seperti ba

    Last Updated : 2025-05-04
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 42:Bayangan yang Terus Mengejar

    Lei Tian terbangun dengan nafas terengah-engah. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, dan matanya memandang langit malam yang penuh bintang. Ia telah kembali dari dunia bayangan—namun semuanya terasa berbeda. Udara di sekitarnya tampak lebih gelap, dan dunia tampak seperti dipenuhi bisikan-bisikan halus yang hanya bisa didengar oleh mereka yang terikat dengan kegelapan.Namun satu hal pasti—ia telah berubah.Tangannya bergetar saat ia menatap telapak tangannya. Energi bayangan yang pernah menakutkannya kini terasa menyatu dalam darah dan nadinya. Aura hitam pekat yang dulu asing kini menjadi bagian dari jiwanya.“Aku… tidak bisa kembali seperti dulu,” bisiknya lirih.Langkah kaki terdengar dari balik pepohonan. Lei Tian segera berdiri, bersiap menghadapi ancaman. Namun, yang muncul adalah sosok yang familiar—Wu Shuang, kakak seperguruannya yang telah lama ia anggap hilang.“Wu Shuang?” Lei Tian melangkah maju dengan mata lebar.Wu Shuang tampak berbeda. Wajahnya lebih tirus, sorot mata

    Last Updated : 2025-05-04
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 43:Amukan Seribu Bayangan

    : Hutan itu berguncang. Suara-suara mengerang menggema dari segala penjuru, mengaduk udara dengan aroma kematian dan darah. Dari balik kabut kelabu, satu per satu sosok Penjaga Bayangan menyeruak, seperti mayat hidup yang dikendalikan oleh satu kehendak gelap.Lei Tian berdiri tegak di tengah jalur gunung. Di belakangnya, Guru Bai sudah bersiap, tangan kanan mencengkeram tasbih tulang yang bergetar, menyerap energi spiritual dari udara sekitarnya.“Mereka bukan manusia lagi,” ucap Guru Bai, matanya menyipit. “Mereka adalah pecahan jiwa yang dipaksa hidup, hasil dari ribuan korban Kitab Seribu Bayangan.”Salah satu Penjaga Bayangan melompat, tubuhnya mencuat dengan kecepatan luar biasa. Tapi sebelum mencapai Lei Tian, telapak tangan anak muda itu sudah mengembang, dan semburan energi hitam menyembur dari lengannya.BRAGH!Sosok itu terpental, tubuhnya meledak menjadi serpihan bayangan yang menguap di udara. Tapi belum sempat Lei Tian menarik napas, lima lagi sudah menerjang dari berba

    Last Updated : 2025-05-05
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 44:Empat Pembawa Duka

    Langit malam memerah, seperti luka yang belum sembuh. Di kejauhan, kilat menyambar bukit-bukit kosong, menyoroti pepohonan mati yang daunnya telah lama gugur. Udara berbau logam dan darah tua—bau perang yang belum terjadi, namun sudah menakutkan.Di tengah lembah terpencil yang diliputi kabut ungu, empat sosok berdiri mengelilingi altar batu melingkar. Mereka mengenakan jubah panjang yang menjuntai menyentuh tanah, masing-masing bersulamkan simbol unik—mata menangis darah, tengkorak bersayap, bayangan tangan yang menjulur, dan pusaran kosong.Mereka adalah Empat Pembawa Duka.Yang pertama berbicara adalah seorang wanita tinggi kurus, dengan rambut panjang terurai yang bergerak sendiri meski tak ada angin. Suaranya terdengar seperti bisikan orang mati. “Sudah saatnya kita dilepaskan.”Yang kedua, bertubuh kekar dengan kulit kelabu, menggenggam rantai dari tulang. Matanya merah menyala. Ia menjilat bibirnya yang hitam. “Setelah sekian lama… darah baru akan mengalir.”Yang ketiga—berwaja

    Last Updated : 2025-05-05
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 45:Cahaya di Antara Duka

    Kabut menyibak liar saat aura Lei Tian meledak dari tubuhnya. Tanah bergetar, dan nyala biru keemasan dari pedangnya memantulkan bayangan aneh di wajah-wajah Pembawa Duka.“Kau pikir bisa melawan semuanya sekaligus?” tanya sosok wanita berambut panjang, matanya melotot liar sambil melangkah pelan ke depan. Rambutnya menjuntai menyapu tanah, bergerak seperti hidup.Lei Tian menarik napas dalam, lalu menatap lurus ke arah wanita itu. “Kalian terlalu terbiasa melawan orang yang menyerah di awal. Sayangnya… aku tidak datang sejauh ini hanya untuk menyerah.”Suara pedangnya berdesing pelan saat ia mengayunkannya ke samping. “Siapa duluan?”Tiba-tiba, suara rantai mengerang. Sosok besar dengan rantai tulang menerjang. “AKU!”Blarrr!Rantai menghantam tanah tempat Lei Tian berdiri. Namun, tubuh Lei Tian sudah tidak di situ. Dalam satu kilatan, ia telah melompat ke udara, berputar, lalu—“HAAH!” teriaknya sambil menebas ke bawah.Pedangnya membelah rantai, menciptakan ledakan cahaya. Sosok be

    Last Updated : 2025-05-05
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 46: Dia yang Disegel

    Kilatan cahaya keemasan di ujung pedang Lei Tian perlahan meredup, tergantikan oleh aura gelap yang mulai merambat dari altar batu yang retak. Tanah bergetar, diselingi semburan energi hitam yang naik dari celah-celah bebatuan. Udara menjadi berat, seperti ada beban ribuan tahun yang membebani paru-paru.Lei Tian menarik napas dalam, pundaknya terangkat lalu turun perlahan. Tangannya masih menggenggam pedang dengan erat, tapi jari-jarinya tampak menegang, seolah tubuhnya bersiap menghadapi sesuatu yang jauh lebih mengerikan.“Xiao Mei… mundurlah. Ada sesuatu yang tidak beres.” Suaranya serak, tapi tegas.Dari kejauhan, Xiao Mei berdiri dengan napas terengah, rambutnya berantakan dan sebagian tubuhnya penuh goresan luka. “Tian! Aku bisa rasakan… energi di bawah altar itu bukan berasal dari dunia ini!”Cahaya di altar semakin terang—tapi bukan cahaya biasa. Itu cahaya gelap, menghisap segala terang di sekitarnya. Simbol-simbol purba di permukaan batu menyala merah darah, berputar perlah

    Last Updated : 2025-05-06
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 47:Kilas Balik — Asal Usul Raja Bayangan

    Gelap.Namun bukan gelap biasa. Ini adalah gelap yang terasa hidup. Gelap yang bernapas.Lei Tian mendadak kehilangan kesadaran atas tubuhnya. Saat dia membuka matanya, dunia di sekeliling telah berubah. Langitnya berwarna merah darah, tanahnya menghitam seperti arang, dan udara terasa berat seperti ditarik ke dalam pusaran waktu.“Apa ini…?” gumamnya, berdiri dengan langkah limbung.Sebuah suara menggema dari langit—serak, tua, dan berlapis gema aneh.“Kau dipanggil… oleh ingatan yang terikat darah. Karena kau adalah garis terakhir dari mereka yang memenjarakan Raja Bayangan.”Kata-kata itu terulang-ulang dan suaranya menggema.Dunia sekitar bergerak. Tanah bergetar dan terbuka, menampilkan sepotong kenangan: sebuah medan perang purba. Ribuan pasukan berjubah gelap berdiri melawan cahaya—pasukan bayangan melawan serdadu kerajaan langit. Suara pedang, teriakan, dan sihir memecah langit.Lei Tian terdiam, tubuhnya gemetar. “Ini… perang dimensi kuno…”Seseorang berdiri di tengah medan t

    Last Updated : 2025-05-07
  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 48:Warisan Bayangan dan Pertarungan Jiwa

    : Langkah kaki Lei Tian terdengar berat di tengah kehancuran altar. Debu dan sisa-sisa segel beterbangan ditiup angin malam yang tajam. Matanya tak lepas dari sosok Raja Bayangan yang berdiri gagah di tengah pusaran energi hitam yang terus tumbuh dan meliuk-liuk seperti ular lapar.Raja Bayangan membuka kedua lengannya, seolah menyambut sesuatu. “Akhirnya, darahku dan darah mereka yang mengkhianatiku... bertemu dalam satu tubuh.”Lei Tian menggertakkan giginya. Nafasnya memburu, dan tangan kirinya sedikit bergetar. Bukan karena takut, tapi karena hawa jahat yang menyerang pikirannya, mencoba menyusup masuk ke dalam batinnya.“Aku bukan penerusmu!” seru Lei Tian lantang.Raja Bayangan tertawa. Suaranya berat dan bergema, membuat tanah bergetar pelan. “Oh, kau salah, anak muda. Kau adalah jelmaan sempurna antara terang dan gelap. Dilema abadi yang kubutuhkan untuk membuka Gerbang Ketiga.”Lei Tian melangkah maju dengan mata menyala. “Gerbang Ketiga itu akan menghancurkan dunia nyata.

    Last Updated : 2025-05-07

Latest chapter

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 49:Gerbang Ketiga dan Kelahiran Kegelapan Baru

    Hening.Setelah ledakan cahaya yang menyelimuti puncak altar, dunia seolah menahan napas. Debu masih berjatuhan perlahan. Angin berhenti berhembus. Burung-burung bayangan yang biasa berputar di atas langit Bayangan Timur menghilang—lenyap ke celah realitas.Lei Tian berdiri pelan dari reruntuhan. Napasnya berat. Luka-luka di tubuhnya menghitam dan pulih sendiri—bukti bahwa kekuatan Raja Bayangan masih mengalir dalam nadinya.“Kau menang, untuk saat ini,” bisik suara bayangan dalam benaknya. Bukan dari Raja Bayangan, tapi dari warisan kekuatan yang kini menyatu dengannya.Lei Tian menatap tangannya. Urat-uratnya tampak seperti aliran tinta hitam di atas kulit. Sesekali berkilat samar keemasan. Cahaya dan kegelapan itu belum sepenuhnya berdamai. Tapi untuk saat ini, dia bisa mengendalikannya.Tiba-tiba…DUM!Suara guntur meledak dari langit. Tapi bukan suara biasa—melainkan gema dari dimensi lain. Langit di atas altar mulai menghitam, lalu robek perlahan seperti kain tua. Retakan bercah

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 48:Warisan Bayangan dan Pertarungan Jiwa

    : Langkah kaki Lei Tian terdengar berat di tengah kehancuran altar. Debu dan sisa-sisa segel beterbangan ditiup angin malam yang tajam. Matanya tak lepas dari sosok Raja Bayangan yang berdiri gagah di tengah pusaran energi hitam yang terus tumbuh dan meliuk-liuk seperti ular lapar.Raja Bayangan membuka kedua lengannya, seolah menyambut sesuatu. “Akhirnya, darahku dan darah mereka yang mengkhianatiku... bertemu dalam satu tubuh.”Lei Tian menggertakkan giginya. Nafasnya memburu, dan tangan kirinya sedikit bergetar. Bukan karena takut, tapi karena hawa jahat yang menyerang pikirannya, mencoba menyusup masuk ke dalam batinnya.“Aku bukan penerusmu!” seru Lei Tian lantang.Raja Bayangan tertawa. Suaranya berat dan bergema, membuat tanah bergetar pelan. “Oh, kau salah, anak muda. Kau adalah jelmaan sempurna antara terang dan gelap. Dilema abadi yang kubutuhkan untuk membuka Gerbang Ketiga.”Lei Tian melangkah maju dengan mata menyala. “Gerbang Ketiga itu akan menghancurkan dunia nyata.

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 47:Kilas Balik — Asal Usul Raja Bayangan

    Gelap.Namun bukan gelap biasa. Ini adalah gelap yang terasa hidup. Gelap yang bernapas.Lei Tian mendadak kehilangan kesadaran atas tubuhnya. Saat dia membuka matanya, dunia di sekeliling telah berubah. Langitnya berwarna merah darah, tanahnya menghitam seperti arang, dan udara terasa berat seperti ditarik ke dalam pusaran waktu.“Apa ini…?” gumamnya, berdiri dengan langkah limbung.Sebuah suara menggema dari langit—serak, tua, dan berlapis gema aneh.“Kau dipanggil… oleh ingatan yang terikat darah. Karena kau adalah garis terakhir dari mereka yang memenjarakan Raja Bayangan.”Kata-kata itu terulang-ulang dan suaranya menggema.Dunia sekitar bergerak. Tanah bergetar dan terbuka, menampilkan sepotong kenangan: sebuah medan perang purba. Ribuan pasukan berjubah gelap berdiri melawan cahaya—pasukan bayangan melawan serdadu kerajaan langit. Suara pedang, teriakan, dan sihir memecah langit.Lei Tian terdiam, tubuhnya gemetar. “Ini… perang dimensi kuno…”Seseorang berdiri di tengah medan t

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 46: Dia yang Disegel

    Kilatan cahaya keemasan di ujung pedang Lei Tian perlahan meredup, tergantikan oleh aura gelap yang mulai merambat dari altar batu yang retak. Tanah bergetar, diselingi semburan energi hitam yang naik dari celah-celah bebatuan. Udara menjadi berat, seperti ada beban ribuan tahun yang membebani paru-paru.Lei Tian menarik napas dalam, pundaknya terangkat lalu turun perlahan. Tangannya masih menggenggam pedang dengan erat, tapi jari-jarinya tampak menegang, seolah tubuhnya bersiap menghadapi sesuatu yang jauh lebih mengerikan.“Xiao Mei… mundurlah. Ada sesuatu yang tidak beres.” Suaranya serak, tapi tegas.Dari kejauhan, Xiao Mei berdiri dengan napas terengah, rambutnya berantakan dan sebagian tubuhnya penuh goresan luka. “Tian! Aku bisa rasakan… energi di bawah altar itu bukan berasal dari dunia ini!”Cahaya di altar semakin terang—tapi bukan cahaya biasa. Itu cahaya gelap, menghisap segala terang di sekitarnya. Simbol-simbol purba di permukaan batu menyala merah darah, berputar perlah

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 45:Cahaya di Antara Duka

    Kabut menyibak liar saat aura Lei Tian meledak dari tubuhnya. Tanah bergetar, dan nyala biru keemasan dari pedangnya memantulkan bayangan aneh di wajah-wajah Pembawa Duka.“Kau pikir bisa melawan semuanya sekaligus?” tanya sosok wanita berambut panjang, matanya melotot liar sambil melangkah pelan ke depan. Rambutnya menjuntai menyapu tanah, bergerak seperti hidup.Lei Tian menarik napas dalam, lalu menatap lurus ke arah wanita itu. “Kalian terlalu terbiasa melawan orang yang menyerah di awal. Sayangnya… aku tidak datang sejauh ini hanya untuk menyerah.”Suara pedangnya berdesing pelan saat ia mengayunkannya ke samping. “Siapa duluan?”Tiba-tiba, suara rantai mengerang. Sosok besar dengan rantai tulang menerjang. “AKU!”Blarrr!Rantai menghantam tanah tempat Lei Tian berdiri. Namun, tubuh Lei Tian sudah tidak di situ. Dalam satu kilatan, ia telah melompat ke udara, berputar, lalu—“HAAH!” teriaknya sambil menebas ke bawah.Pedangnya membelah rantai, menciptakan ledakan cahaya. Sosok be

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 44:Empat Pembawa Duka

    Langit malam memerah, seperti luka yang belum sembuh. Di kejauhan, kilat menyambar bukit-bukit kosong, menyoroti pepohonan mati yang daunnya telah lama gugur. Udara berbau logam dan darah tua—bau perang yang belum terjadi, namun sudah menakutkan.Di tengah lembah terpencil yang diliputi kabut ungu, empat sosok berdiri mengelilingi altar batu melingkar. Mereka mengenakan jubah panjang yang menjuntai menyentuh tanah, masing-masing bersulamkan simbol unik—mata menangis darah, tengkorak bersayap, bayangan tangan yang menjulur, dan pusaran kosong.Mereka adalah Empat Pembawa Duka.Yang pertama berbicara adalah seorang wanita tinggi kurus, dengan rambut panjang terurai yang bergerak sendiri meski tak ada angin. Suaranya terdengar seperti bisikan orang mati. “Sudah saatnya kita dilepaskan.”Yang kedua, bertubuh kekar dengan kulit kelabu, menggenggam rantai dari tulang. Matanya merah menyala. Ia menjilat bibirnya yang hitam. “Setelah sekian lama… darah baru akan mengalir.”Yang ketiga—berwaja

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 43:Amukan Seribu Bayangan

    : Hutan itu berguncang. Suara-suara mengerang menggema dari segala penjuru, mengaduk udara dengan aroma kematian dan darah. Dari balik kabut kelabu, satu per satu sosok Penjaga Bayangan menyeruak, seperti mayat hidup yang dikendalikan oleh satu kehendak gelap.Lei Tian berdiri tegak di tengah jalur gunung. Di belakangnya, Guru Bai sudah bersiap, tangan kanan mencengkeram tasbih tulang yang bergetar, menyerap energi spiritual dari udara sekitarnya.“Mereka bukan manusia lagi,” ucap Guru Bai, matanya menyipit. “Mereka adalah pecahan jiwa yang dipaksa hidup, hasil dari ribuan korban Kitab Seribu Bayangan.”Salah satu Penjaga Bayangan melompat, tubuhnya mencuat dengan kecepatan luar biasa. Tapi sebelum mencapai Lei Tian, telapak tangan anak muda itu sudah mengembang, dan semburan energi hitam menyembur dari lengannya.BRAGH!Sosok itu terpental, tubuhnya meledak menjadi serpihan bayangan yang menguap di udara. Tapi belum sempat Lei Tian menarik napas, lima lagi sudah menerjang dari berba

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 42:Bayangan yang Terus Mengejar

    Lei Tian terbangun dengan nafas terengah-engah. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, dan matanya memandang langit malam yang penuh bintang. Ia telah kembali dari dunia bayangan—namun semuanya terasa berbeda. Udara di sekitarnya tampak lebih gelap, dan dunia tampak seperti dipenuhi bisikan-bisikan halus yang hanya bisa didengar oleh mereka yang terikat dengan kegelapan.Namun satu hal pasti—ia telah berubah.Tangannya bergetar saat ia menatap telapak tangannya. Energi bayangan yang pernah menakutkannya kini terasa menyatu dalam darah dan nadinya. Aura hitam pekat yang dulu asing kini menjadi bagian dari jiwanya.“Aku… tidak bisa kembali seperti dulu,” bisiknya lirih.Langkah kaki terdengar dari balik pepohonan. Lei Tian segera berdiri, bersiap menghadapi ancaman. Namun, yang muncul adalah sosok yang familiar—Wu Shuang, kakak seperguruannya yang telah lama ia anggap hilang.“Wu Shuang?” Lei Tian melangkah maju dengan mata lebar.Wu Shuang tampak berbeda. Wajahnya lebih tirus, sorot mata

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 41: Pertemuan Dua Jiwa—Kaisar dan Pewaris

    Suasana berubah drastis ketika retakan di altar makam Kaisar Bayangan Merah melebar. Angin panas menyapu dataran gurun dengan suara jeritan halus yang terdengar seperti bisikan arwah. Langit yang tadinya jingga berubah menjadi merah gelap, seperti tirai darah yang menyelimuti dunia.Lei Tian berdiri kaku di depan altar, matanya membelalak menyaksikan pancaran cahaya hitam yang meledak dari dalam retakan. Bayangan-bayangan merayap ke luar, seperti tangan-tangan hantu yang hendak mencengkeram dunia hidup."Apa ini... energi kutukan?" gumamnya, sambil mundur satu langkah.Li Rou melangkah maju, menatap ke dalam retakan dengan rahang mengeras. "Itu... bukan sekadar makam. Ini adalah segel. Dan kita baru saja membukanya."Tanpa peringatan, sebuah teriakan melengking menggema dari dalam celah itu. Dari dalamnya, sesosok makhluk berselubung kain hitam perlahan merangkak keluar. Tubuhnya tinggi, kurus, dan kulitnya penuh dengan rune merah menyala. Kedua matanya kosong, tapi menyala seperti ba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status