:
Mou Lin menahan napas. Tangan gemetar menggenggam pena di hadapannya—pena tua berwarna hitam legam dengan ukiran kuno yang tak bisa ia baca. Cahaya samar dari tinta yang baru saja ia goreskan di kitab membuat bayangan di sekelilingnya tampak hidup, berputar, berbisik, dan perlahan melingkarinya.“Kenapa aku?” tanya Mou Lin lirih. “Kenapa kitab itu memilihku?”Bayangan Tertua melangkah lebih dekat. Suaranya berat, nyaris bergema di dalam kepala Mou Lin. “Karena kau adalah yang terakhir... darah terakhir dari keturunan Penjaga Awal. Pena itu hanya bangun untuk mereka yang terikat oleh nasib leluhur.”Mou Lin mundur selangkah. “Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya ingin menulis, bukan membangkitkan kehancuran!”Bayangan itu terkekeh. “Tapi kehancuran... selalu lahir dari cerita yang paling jujur.”---Di luar, Lian Tian dan Yara mulai memecah lapisan kabut yang menyelimuti desa. Jin Wu menanamkan jimat-jimat pelindung d: Bertahun-tahun telah berlalu sejak cahaya terakhir menyinari negeri Fei Zhao, memupus bayang-bayang kelam yang selama ini membelenggu jiwa manusia. Namun, legenda tentang Kitab Seribu Bayangan tak pernah benar-benar lenyap. Ia bertahan—bukan lagi sebagai alat ketakutan yang diceritakan untuk menakut-nakuti anak-anak, melainkan sebagai pelajaran berharga yang diwariskan dari generasi ke generasi.Anak-anak tumbuh besar dengan mendengarkan kisah Jin Wu, Yara, dan Lian Tian. Tentang keberanian, pengkhianatan, dan harga dari kekuatan sejati. Dari mulut para tetua mereka belajar, bahwa bayangan terdalam bukan datang dari luar, melainkan bersumber dari dalam diri manusia sendiri. Dan bahwa kekuatan sejati bukan untuk menguasai dunia, tetapi untuk mengerti, dan menerima—baik cahaya maupun kegelapan.Nama Yara pun kini menjadi nyanyian sunyi yang diceritakan kala senja. Ia tak pernah terlihat lagi sejak pertempuran terakhir. Konon, ia menjelajah dunia untuk men
Pagi menyingsing dengan tenang. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa seperti berabad-abad, langit bersih tanpa retakan, dan tanah berhenti merintih. Sisa-sisa bayangan lenyap, dan keheningan yang tersisa bukan lagi tanda kehancuran—melainkan awal dari sesuatu yang baru.Jin Wu berdiri di tepi tebing, memandangi cakrawala yang mulai dihiasi warna-warna hangat matahari pagi. Di tangannya, selembar potongan kitab yang entah bagaimana tersisa, kosong tanpa tulisan, tapi masih hangat—seakan menyimpan napas terakhir Lian Tian.Yara berdiri tak jauh di belakangnya, rambutnya ditiup angin pagi. “Dunia ini akan butuh waktu lama untuk pulih,” ucapnya pelan.Jin Wu mengangguk. “Tapi kita punya waktu sekarang. Tak ada lagi perang. Tak ada lagi bayangan yang menghantui.”Beberapa warga mulai keluar dari tempat perlindungan. Mereka menatap langit seolah tak percaya mereka masih hidup, masih memiliki dunia untuk mereka tinggali.Mou
: Mou Lin menahan napas. Tangan gemetar menggenggam pena di hadapannya—pena tua berwarna hitam legam dengan ukiran kuno yang tak bisa ia baca. Cahaya samar dari tinta yang baru saja ia goreskan di kitab membuat bayangan di sekelilingnya tampak hidup, berputar, berbisik, dan perlahan melingkarinya.“Kenapa aku?” tanya Mou Lin lirih. “Kenapa kitab itu memilihku?”Bayangan Tertua melangkah lebih dekat. Suaranya berat, nyaris bergema di dalam kepala Mou Lin. “Karena kau adalah yang terakhir... darah terakhir dari keturunan Penjaga Awal. Pena itu hanya bangun untuk mereka yang terikat oleh nasib leluhur.”Mou Lin mundur selangkah. “Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya ingin menulis, bukan membangkitkan kehancuran!”Bayangan itu terkekeh. “Tapi kehancuran... selalu lahir dari cerita yang paling jujur.”---Di luar, Lian Tian dan Yara mulai memecah lapisan kabut yang menyelimuti desa. Jin Wu menanamkan jimat-jimat pelindung d
: Cahaya yang membakar lembar terakhir Kitab Seribu Bayangan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam sekejap, tanah-tanah yang sebelumnya mati menjadi subur kembali. Langit yang kelam selama ratusan tahun kini bersih, disinari oleh matahari yang hangat. Angin yang dulu membawa bisikan penderitaan kini terasa seperti lagu kehidupan.Namun, ini bukan dunia yang sempurna. Lian Tian, Yara, dan Jin Wu tahu itu. Mereka tidak menulis dunia tanpa konflik, tapi dunia dengan pilihan. Dunia di mana kebaikan dan kejahatan tidak dibungkam—melainkan diimbangi.Di ibu kota baru, para mantan petarung, cendekiawan, dan rakyat biasa berkumpul di sebuah aula besar untuk mendengarkan pengumuman dari para Penjaga Cahaya, sebutan baru bagi tiga tokoh utama itu.Lian Tian berdiri di atas podium batu, mengenakan jubah sederhana. “Kita tidak lagi hidup di bawah bayangan. Tapi bayangan tetap ada, karena bayangan adalah bukti adanya cahaya. Maka kita harus saling menjaga,
Begitu huruf pertama dari Lembar Tambahan ke-1001 terbaca, angin berhenti. Waktu seolah membeku. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan cahaya di sekeliling mulai meredup—bukan menjadi gelap total, melainkan seperti warna dicabut dari dunia.Yara merasakan tubuhnya terasa ringan, seperti ditarik ke arah yang tak kasatmata. Jin Wu mencengkeram gagang pedangnya, namun bahkan bilah logam itu tampak memudar.Lian Tian berteriak, “Pegang tangan satu sama lain! Jangan lepaskan!”Tapi sebelum mereka sempat bergerak, cahaya terakhir lenyap. Mereka terhisap ke dalam kegelapan total....Ketika mereka sadar, dunia telah berubah.Langit di atas mereka bukan lagi biru atau kelabu—melainkan hitam kelam, seperti tinta. Tidak ada matahari, hanya siluet samar dari bayangan-bayangan besar yang menggantung di langit, seperti langit-langit gua raksasa.Mereka berdiri di dataran batu yang datar dan dingin. Tidak ada angin. Tidak
: Langit berubah kelabu. Angin berhenti. Dan di tengah keheningan yang mencekam itu, suara tawa Heiying bergema seperti gema dari neraka. “Mantra segel yang kalian simpan begitu rapat… kini juga menjadi kunci pelepas diriku sepenuhnya.”Lian Tian terhuyung, wajahnya pucat. Mantra yang baru saja diwariskan oleh arwah Bai Xuan—yang seharusnya menjadi harapan terakhir mereka—ternyata telah diserap juga oleh kesadaran Heiying. Bayangan Pertama kini memiliki akses pada kunci dunia.Jin Wu melompat ke depan, pedangnya memancarkan cahaya biru yang menusuk kegelapan. “Kalau begitu, kita tak punya pilihan selain menghancurkannya sekarang!”Namun, sebelum pedangnya menyentuh tubuh Heiying, bayangan hitam menyembur dari tanah, melilit Jin Wu dan menghempaskannya ke dinding batu dengan keras. Yara menjerit dan segera melepaskan mantranya untuk menyelubungi Jin Wu dengan perisai pelindung.“Dia sudah menjadi bagian dari dunia ini,” ujar Yara lirih. “