Share

Bab 2

"Silahkan di minum kopinya. Mas. Maaf, salam kenal. Sebelumnya kita tidak pernah bertemu," lirih Flora yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Ranti dan juga kedua kakak iparnya.

"Udah. kamu gak usah cari perhatian sama Mas mu. Sana ke dapur, siapin makan malem!" perintah Ranti yang langsung diangguki oleh Flora. Dia pun pergi ke dapur dengan langkah pincang karena kakinya masih sakit akibat perlakuan Arifin.

"Gak boleh gitu sama Flora, Bu. Mau bagaimana pun dia menantu di rumah ini. tidak seharusnya dia mendapatkan perlakuan tidak enak seperti ini. Disuruh-suruh seperti itu, dia bukan pembantu." Ucap Abian yang membuat Ranti berdecak kesal.

"Ckkk, gak usah kamu belain perempuan itu. Nanti, kalau gak di suruh-suruh yang ada dia jadi perempuan pemalas."

“Ohh iya? Aku rasa Flora bukan perempuan seperti itu, dia terlihat seperti perempuan baik-baik dan tahu bagaimana caranya mengabdikan diri di rumah suaminya. Justru. perempuan pemalas itu adalah anak-anak ibu sendiri. Lihat mereka? Bisa apa mereka selain makan?" tanya Abian sambil menunjuk kedua kakaknya. Winda dan Santi.

“Abi! Mereka itu Mbak mu. Wajar saja kalau mereka tinggal di sini karena ini rumah ibu dan mendiang ayahmu."

"Wajar ya? Lalu, dulu saat mereka masih punya suami, apa yang mereka lakukan pada Ibu? Apa Ibu sudah lupa? Jangan terlalu memanjakan anak-anakmu ini, Bu. Nanti yang ada mereka pada gak tahu diri. Jujur saja aku muak melihat mereka berdua apalagi dengan tampang sok polos seperti itu." Ucap Abian, lalu beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya.

Dia bahkan tidak menyentuh kopi yang di buatkan oleh Flora sama sekali.

Dia menenteng tas kerjanya dan menutup pintu dengan kasar, membuat ketiga wanita itu terjengit kaget. Flora yang ada di dapur pun hanya menoleh sekilas dan kembali melakukan pekerjaannya, yaitu memasak. Ia sudah terbiasa tidak dianggap di rumah itu, dan kali ini pun Flora berusaha untuk tidak ikut campur juga. Ia takut dimarahi.

Ia baru saja menyelesaikan ikan gorengnya, ketika seseorang memanggilnya dari belakang.

"Flora," panggil Abian, membuat Flora yang sedang fokus menyajikan makanan di meja pun terlonjak kaget hingga hampir melempar pisau yang tengah dia pegang.

"Astaga. Mas maafin Flora. Flora benar-benar gak sengaja."

"Tidak apa-apa. ini oleh-oleh untukmu." Abian mengulurkan paperbag yang entah apa isinya pada Flora.

Perempuan itu menatap paperbag itu dengan tatapan heran. "Buat Flora?"

"lya. Buat kamu."

"Tapi, Mas...."

"Sudahlah, diterima ya. Kalau ada waktu luang, dipakai," ucap Abian sambil tersenyum.

Akhirnya mau tak maupun Flora menerima paperbag yang diulurkan oleh kembaran suaminya itu. Ini adalah pertama kalinya Flora mendapat hadiah selain dari keluarganya sendiri. Suaminya bahkan terlalu pelit untuk sekadar memberikannya kado ulang tahun.

"Terima kasih. Mas. Nanti akan saya pakai."

"Tidak usah terlalu formal, Flora. By the way. ini bukan pertama kalinya kita bertemu." Ucap Abian membuat Flora terheran-heran.

"Maksud Mas apa?"

"Kita pernah bertemu di pernikahanmu, kau lupa?"

Flora berpikir sejenak, lalu menggeleng. "Sepertinya aku melupakannya. Lagipula Mas Arifin tidak pernah memberi tahu kalau dia memiliki kembaran, "jawab Flora lirih.

"Hmm, yang penting sekarang kau sudah mengetahuinya. Aku lapar sekali, Flora."

"Sebentar biar saya yang menyajikan nya dulu," jawab Flora.

Dia meletakan paper bag Pemberian Abian itu dimeja wastafel dan segera menyajikan makanan untuk Abian. Saat sedang sibuk menyajikan makanan itu, tak lama Ranti dan juga kedua putrinya masuk ke area dapur dan langsung menduduki kursi mereka masing-masing. Mereka melayangkan tatapan tajam pada Flora dan hal itu disadari oleh Abian.

"Tidak baik menatap orang seperti itu!" Abian langsung membuat ketiganya kelimpungan untuk mencari alasan.

"T-tidak, maksud kami."

"Diam dan makanlah. Bu," ucap Abian, membuat Ranti bungkam seketika, begitu juga dengan kedua putri kesayangan nya itu.

'Maaf-maaf saja. Bu. Tapi aku bukan Arifin yang dengan mudah mengiyakan setiap perintah kalian bertiga' Batin Abian sambil menyeringai. Tapi seringaian itu sangat kecil hingga tidak ada yang menyadarinya.

Flora menyendok nasi dan juga lauknya. Dia melayani semua orang, tapi yang lebih membuat Abian keheranan adalah Flora tidak kunjung duduk untuk makan bersama mereka semua d isini.

"Kau tidak makan, Flora?" Tanya Abian yang membuat Ranti memberikan kode lewat matanya.

Memang, selama ini Flora tidak pernah makan bersama mereka di meja makan. Tapi dia akan makan terakhir setelah suami, ibu mertua dan kakak iparnya selesai makan. Itu adalah aturan yang di buat oleh Arifin, suaminya sendiri.

"A-aku nanti saja makannya, Mas," jawab Flora yang paham benar akan kode yang di berikan ibu mertuanya.

"Duduk dan makanlah." Abian mengulurkan piring pada Flora, membuat perempuan itu ragu-ragu untuk menerima piring itu dari tangan Abian. "Makanlah yang banyak, sampai kenyang. Ada banyak makanan dan lauk, siapa yang memasak makanan sebanyak ini?"

"Mbak dong," jawab Winda dengan percaya dirinya.

"Setahuku, Mbak gak bisa masak kan?"

"Tapi kan...."

"Jujur, siapa yang memasak semua ini?" tanya Abian lagi dengan suara datar nan beratnya. membuat Winda terdiam seketika.

"Flora!" jawab Ranti dengan ketus.

"Masakanmu enak. Flora." Puji Abian.

Padahal dari awal saja dia sudah bisa menebak kalau Flora yang memasak semua ini sendirian. Tentunya, dia tahu benar seperti apa karakter ibu dan juga kedua kakaknya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status