Share

KEJUTAN!

Author: Kak Upe
last update Last Updated: 2025-08-09 23:42:31

Pagi itu, suasana di kantor Wicaksono terasa seperti medan perang sunyi. Bumi melangkah masuk dengan langkah berat, mencoba menutupi gelombang emosi yang masih berkecamuk di dalam dada. Dia berusaha bertindak biasa, menguatkan dirinya bahwa semuanya harus seperti sedia kala—seolah tidak ada yang berubah sejak mereka pulang dari Maldives.

Namun, kenyataannya jauh dari itu.

Di sudut ruangan, Gilea sudah lebih dulu hadir. Dia berdiri dengan sikap tenang, wajahnya yang anggun tertutup senyum tipis yang jelas dibuat-buat. Dan senyuman itu tidak bisa menutupi kebenaran yang terpancar di mata Gilea. Dimana matanya memperlihatkan kegelisahan yang sama seperti yang dirasakan Bumi.

Keduanya sama-sama berusaha menghindari kontak mata, memilih jalur masing-masing saat melewati ruangan, seolah ada garis tak kasat mata yang memisahkan mereka.

Bumi duduk di kursinya, menatap dokumen di meja seolah itu bisa mengalihkan pikirannya. Tapi matanya dengan susah payah terus tertuju ke arah Gilea yang sedan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
yan ikads
bodohhh bumi dah kabur aja gilea
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   TAK TERDUGA

    Kafe kecil itu masih mempertahankan aroma kopi yang khas, bercampur dengan wangi kayu tua dan sedikit sentuhan vanilla dari lilin-lilin yang menyala di meja.Udara hangatnya seolah menahan waktu, membuat setiap langkah yang masuk ke sana terasa seperti memasuki sebuah kenangan.Dinding bata eksposnya dipenuhi foto-foto lawas—hitam putih, buram, beberapa mulai memudar. Di antara foto-foto itu, terselip satu bingkai yang tak pernah berubah posisinya: potret tiga remaja tersenyum lebar, berdiri di depan kafe ini, suatu sore bertahun-tahun lalu—Gilea, Daniel, dan Maria.Rak-rak buku tua berdiri di sudut, penuh novel dengan sampul yang warnanya sudah memudar. Beberapa di antaranya masih mengeluarkan aroma kertas tua yang khas.Gilea duduk di sudut favorit mereka dulu, jarinya memainkan sendok di atas meja kayu. Meja itu masih sama seperti dulu—masih ada goresan kecil di sudutnya, bekas ukiran nama mereka bertiga: Gilea, Daniel, Maria.Ukiran itu dulu dibuat diam-diam, di tengah tawa dan gu

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   LIMA BELAS MENIT SAJA?

    Langkah Gilea tergesa, menyusuri lorong hotel yang sepi. Hiasan bunga di sisi dinding yang tadi indah, kini terasa seperti pagar yang mengekang geraknya. Nafasnya terengah, matanya terus melirik ke belakang. Nalurinya berteriak: Cari tempat bersembunyi. Sekarang.Entah mengapa, dia terlalu takut dirinya ketahuan oleh Bumi. Entah itu murni sebuah ketakutan yang tidak mendasar? Atau memang alarm hatinya yang me-warning dirinya. Sebab sejak saling beradu tatap tadi, sebelum ia sempat kabur, ada sesuatu di mata pria itu—tajam, namun penuh tanda tanya. "Sebaiknya aku sembunyi di sana saja?" bantin Gilea saat ia menemukan sebuah lorong kecil di dekat area pelayanan katering. Tanpa pikir panjang, ia masuk dan membungkuk di balik meja besar yang ditutupi kain panjang. Ruang itu cukup remang, bau campuran bunga segar dan parfum mewah masih menempel di udara.Belum sempat ia menarik napas lega, sebuah suara terdengar dari arah pintu masuk lorong.“Gilea…?” sapa seseorang yang suaranya tidak as

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BUKA MASKERMU!

    Langkah Gilea tergesa-gesa menyusuri lorong hotel mewah yang dipenuhi hiasan bunga segar. Napasnya memburu, jantungnya berdebar tak karuan. Ia hanya ingin keluar dari tempat itu sebelum semuanya menjadi terlalu rumit. Tapi saat berbelok di sudut ballroom, tubuhnya menabrak seseorang dengan cukup keras."Aduh!" suara nyaring itu terdengar, diikuti dentingan gelas yang pecah di lantai.Gilea terhuyung, hampir jatuh, tapi berhasil menahan diri. Ia menunduk, berusaha menghindari tatapan orang yang ditabraknya."Hei! Kau tidak lihat jalan, ya?" suara tajam itu menghardik, penuh amarah.Perlahan, Gilea menegakkan tubuhnya. Di depannya berdiri Maria, mengenakan gaun merah marun yang membalut tubuhnya dengan anggun. Wajah cantiknya kini dipenuhi kemarahan. Di sekeliling mereka, beberapa tamu mulai memperhatikan.Maria menatap Gilea dari ujung kepala hingga kaki. "Kau dari vendor bunga, ya? Astaga, bahkan untuk acara sebesar ini, mereka mengirim orang yang tidak tahu sopan santun!" sindirnya t

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   HAMPIR KETAHUAN

    Sudah dua bulan sejak pertunangan Bumi dan Maria diumumkan ke publik. Di mata dunia, mereka adalah pasangan sempurna—pewaris bisnis besar dan sosialita cerdas yang selalu tampil memukau. Tapi di balik pintu kamar mewah mereka, kenyataan jauh dari sempurna.Maria duduk di tepi ranjang, mengenakan lingerie satin merah yang ia beli khusus dari butik Paris. Rambutnya digerai, bibirnya dipulas merah tua, dan aroma parfum mahal memenuhi ruangan. Ia sudah mencoba segalanya—makan malam romantis, pijatan lembut, bahkan mengajak Bumi berlibur ke Bali. Tapi malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Bumi hanya duduk di sofa, menatap lantai dengan mata kosong.“Bee,” panggil Maria lembut, mendekatinya. “Kau tidak lelah menolak aku terus?”Bumi menoleh, mencoba tersenyum. “Maaf. Aku hanya... tidak siap.”Maria duduk di pangkuannya, tangannya menyentuh wajah Bumi. “Kau sudah bertunangan denganku. Kita akan menikah. Apa yang kau tunggu?”Bumi menunduk. “Aku hanya lelah, Maria. Ada banyak sekali peke

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   PILIHAN

    Beberapa hari berlalu sejak Gilea meninggalkan mansion Wicaksono. Dunia terus berjalan, tapi bagi Gilea, waktu seolah melambat. Ia kini bekerja di sebuah toko bunga kecil di pinggiran kota, tempat yang jauh dari hiruk-pikuk bisnis dan sorotan media.Di sana, ia menemukan ketenangan dalam merangkai bunga, menyusun warna dan aroma menjadi harmoni yang tak pernah ia temukan dalam hidupnya bersama Bumi.Toko itu sederhana, berdinding kayu dengan jendela besar yang menghadap ke jalan kecil.Di pagi hari, sinar matahari masuk dengan lembut, menyinari kelopak mawar dan lili yang tertata rapi.Gilea mengenakan apron hijau, rambutnya diikat longgar, dan wajahnya mulai menunjukkan ketenangan yang baru—meski masih menyimpan luka,Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.Di sudut toko, sebuah televisi kecil menyala, menampilkan acara infotainment pagi. Gilea tidak pernah benar-benar memperhatikannya, tapi hari itu, suara pembawa acara terdengar lebih nyaring dari biasanya.“Dan inilah momen yang

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   HATI YANG MENGERAS KARENA SALAH PAHAM

    Langkah kaki Bumi bergema pelan di lorong panjang mansion keluarga Wicaksono.Sepi.Tidak ada suara langkah ringan Gilea, tidak ada aroma teh melati yang biasa ia siapkan setiap pagi. Hanya dingin yang menyelimuti ruangan, dan bayangan yang menggantung di dinding seperti kenangan yang enggan pergi.Ia membuka pintu ruang tamu. Damian dan Vino berdiri di sana, wajah mereka tegang. Di tangan Vino, selembar kertas terlipat rapi— Dan itu adalah surat cerai.Bumi berhenti. Matanya menatap surat itu, tapi tidak ada perubahan di wajahnya.Tidak ada keterkejutan, tidak ada amarah, tidak ada kesedihan yang terlihat. Ia hanya mendekat, mengambil surat itu dari tangan Vino, lalu duduk di sofa tanpa berkata sepatah kata pun.Damian melangkah maju. “Kau bahkan tidak bertanya ke mana dia pergi?” tanya pelan tapi sarat tekanan."Dia yang ingin pergi. Kenapa aku harus mencarinya." Jawabnya datar, sambil membuka surat cerai itu, membaca sekilas, lalu meletakkannya di meja. “Dia sudah membuat keputusa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status