Jangan lupa tinggalkan jejak terbaik kalian, kakak. bintang dan ulasan. terima kasih sudah mampir.
Lagi-lagi akal sehat dan hati Luna tidak bisa sinkron. Keduanya bertentangan dengan apa yang Leon lakukan pada tubuhnya sekarang. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi, mengingat hanya seks yang Leon inginkan darinya—-mengabaikan perasaan yang sebenarnya tengah dilanda duka nestapa. Semestinya Luna menolak, lantaran setiap kali Leon menjamah tubuhnya, ketidakrelaan selalu meronta di dalam sana. Tapi apa yang terjadi sekarang, sungguh berbeda. Luna justru mendamba Leon segera menenggelamkan dirinya hingga mereka bisa menyelamai kenikmatan bersama. Apa yang terjadi?"Le," rintih Luna gelisah. Pria itu sudah sangat sinting dengan terus mempermainkan Luna tanpa berniat berhenti meski tahu wanitanya sudah kehilangan akal."Oh.. ." Belum juga berniat berhenti, Leon benar-benar tidak memperdulikan Luna yang sudah luluh lantah sejak beberapa saat lalu. Pria kejam itu telah berhasil memporak porandakan pertahanan gadis lugu yang hanyut dalam permainan kotornya."Hentikan. Aku mohon."
"Apa dia belum berniat turun?"Bertanya pada Leon, tetapi pandangan Emma tertuju ke lantai dua. Luna-lah yang dimaksud. Pasalnya tidak biasanya sang nyonya tidak ikut turun untuk sarapan. Sedikit kekhawatiran Emma rasakan. Namun, melihat ketenangan Leon, Emma bisa menyimpulkan tidak ada yang serius dengan pasangan suami-istri tersebut."Sepertinya akan terlambat." Leon menjawab tak acuh setelah mengusap mulut menggunakan tisu. Ia baru menyelesaikan sarapannya.Emma mengangguk sekali saat beralih pada Leon yang tengah melirik arloji di tangannya. "Kau sudah akan pergi?""Masih ada sepuluh menit lagi.""Tapi aku belum melihat asistenmu?""Dia ada di paviliun."Sebenarnya Emma merasa heran, sekaligus janggal. Setiap datang, Gerry selalu menyempatkan diri mendatangi paviliun. Seolah ada yang menunggunya di sana. Tapi siapa?Jangankan dirinya, Pak Jang saja tidak tahu apa yang sebenarnya Gerry tunggu. Tapi dari desas-desus yang sempat beredar, seorang pelayan pernah memergoki pria bertubuh
"Apa ini, Kak?"Beralih dari paper bag di depannya, Luna menatap penuh tanya Emma yang baru meletakan benda tersebut di atas meja. "Itu ponsel Anda, Nyonya. Tuan Le sudah kembali memberi izin Anda menggunakan alat komunikasi," balas Emma setelah berdiri dengan benar.Alih-alih senang, wajah Luna justru merengut kecewa. "Tapi aku menginginkan ponselku, Kak. Bukan yang baru." Sampai butuh beberapa kali Luna mengatur nafas, agar kekecewaan itu tidak meruntuhkan benteng hatinya. Ia sudah tidak ingin menangis lagi, terlebih jika itu berhubungan dengan manusia bernama Leon."Mungkin sebagian orang menganggap ponsel benda yang sangat mudah diganti, selain dengan fitur yang lebih memadai, ponsel keluaran terbaru juga selalu diminati. Sehingga tidak heran jika satu orang saja bisa memiliki dua bahkan lebih benda itu, "lanjut Luna. "Apalagi bagi orang seperti Leon, ponsel dengan harga puluhan juta pun tidak ada artinya. Tapi tidak untuk kaum rendahan sepertiku.""Untuk ponsel dengan harga tere
"Luna, tolong bersihkan ruangan Tuan Le." Perintah Pak Jang yang langsung Luna sanggupi.Sebenarnya tugas Luna membersihkan halaman depan dan taman. Tapi karena hari itu pelayan yang bertugas membersihkan semua ruangan sedang mengambil libur, akhirnya Luna yang dipercaya oleh Pak Jang. Luna memang dinilai rajin oleh pelan lain, bahkan belum genap sebulan bekerja. Luna tak segan membantu temannya ketika pekerjaannya sudah selesai. Hal itulah yang membuat Luna disukai para pelayan senior, tak terkecuali Tari.Begitu memastikan mesin penyedot debu bekerja sesuai fungsinya, Luna dengan cekatan mengerjakan yang lain. Membuka kedua hordeng, lantas membersihkan sofa yang sebenarnya juga masih bersih setelah pelayan membersihkannya kemarin. Ruangan itu hanya akan dimasuki baik Leon maupun Pak Jang, jika ada yang perlu dibicarakan, dan itu tidak setiap hari. Selain berukuran luas, dilengkapi set sofa, dan sofa tunggal di dekat dinding kaca, ruangan itu juga terdapat kamar mandi yang pastinya
Luna baru akan bangkit ketika tiba-tiba merasakan kepalanya berdenyut-denyut. Tidak tahan dengan rasa itu, ia pun kembali berbaring. Luna memang belum sadar, jika dirinya sudah berada di ruangan berbeda. Kepalanya yang berdenyut juga tubuhnya yang terasa lemas, membuat Luna hanya ingin berbaring. Mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang dimiliki. Namun, tiba-tiba apa yang membuatnya takut luar biasa hingga tidak sadarkan diri, menghantam ingatan. Seketika itu ia pun membuka mata.Sadar dirinya berbaring dengan nyaman di atas kasur yang empuk, Luna mulai mengitari pandangan pada sekitar. "Ssttt… Ini seperti kamarku." Detik berikutnya terjingkat duduk, Luna sudah sangat sadar untuk mengenali itu memang benar kamarnya bersama Leon. "Mustahil. Bagaimana bisa aku ada disini?"Kali ini tidak hanya kepala yang masih berdenyut, tapi juga jantungnya berdegup kencang. Terakhir sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, Luna masih terkurung di ruang rahasia Leon. Memasuki ruangan itu memang sangat m
Siang itu selesai pertemuan, Leon langsung kembali ke hotel. Masih memiliki jeda waktu satu jam lagi setelah makan siang, sebelum pertemuan keduanya, Loen ingin mengetahui apa yang sedang Luna kerjakan. Mengingat saat pergi tadi, ia yang buru-buru tidak sempat kembali ke kamar untuk memastikan istri kecilnya itu sudah bangun atau masih bergelung dibawah selimut.Sayangnya, setelah memastikan seluruh sudut kamar melalui cctv yang terhubung ponselnya, Leon tak juga menemukan keberadaan Luna."Apa dia ada di bawah?" Untuk memastikan itu, Leon segera mengambil ponselnya yang lain, dan tidak lama melakukan panggilan. Setelah dua kali berdering, panggilan terhubung. "Dimana Luna?" Leon langsung menanyakan tujuannya."Dia belum turun lagi setelah sarapan," balas Emma dari seberang sana."Kemana dia?""Aku pikir masih di kamar kalian. Karena aku rasa dia marah setelah kuberikan ponsel baru seperti perintahmu tadi."Sambil mendengarkan penjelasanya Emma, dahi Leon mengerut. Tidak mengerti kena
Kepulangan Leon yang mendadak dan mengendarai sendiri helikopter yang dilandaskan di atas atap mansion, sudah bukan hal mengejutkan bagi Pak Jang maupun Zainal. Begitu juga Emma yang tidak menganggap sesuatu yang aneh, meski itu yang pertama kali untuknya. Sejak dulu Leon memang menyukai transportasi udara, bahkan dia juga bercita-cita ingin menjadi pilot.Sudah mengenal Leon sejak usia remaja, tetapi setelah kematian nyonya Lauren, Leon memilih hidupnya sendiri dengan meninggalkan negara tempat dia dilahirkan. Ingin memulai hidup baru dan kembali merencanakan masa depan. Hanya itu yang Emma ketahui perihal alasan kepindahan Leon, alih-alih kembali ke kampung halaman sang ibu.Beberapa tahun setelah kepindahannya, tanpa disengaja Leon dipertemukan dengan pak Jang yang saat itu sedang dikeroyok kawanan gangster. Mengetahui kekalahan sudah pasti berada di pihak Pak Jang, Leon segera turun dari mobil. Sempat melawan enam pria berpakaian preman, sampai akhirnya Leon berhasil membawa Pak Ja
"Kalian butuh uang? Kerja!""Sialan! Bacot dia Bang!"Darma melangkah mundur dengan tangan menangkis tendangan yang mengarah perutnya. Dua preman berbadan besar itu menyerang Darma secara bergantian. Meski tidak sempat melawan, setidaknya Darma bisa menangkis setiap serangan."Brengsek! Kuat juga dia."Pria itu hanya tidak tahu jika Darma sedang mengatur nafas yang nyaris terhenti di kerongkongan. Bisa menangkis serangan bertubi-tubi selama sekian menit, tanpa terluka merupakan keberuntungan yang patut disyukuri.Darma hanya asal bisa melindungi diri. Ia sama sekali tidak memiliki skil beladiri. Hanya saja, ia benci dengan manusia yang diberi tubuh sehat dan gagah, tetapi dipergunakan untuk menindas orang lain. Parahnya lagi menginginkan uang tapi malas bekerja. Mengandalkan tubuh besar serta wajah sangar untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Definisi miskin yang sebenarnya.Kondisi jalan yang sepi, dan minimnya penerangan memang dijadikan peluang dua pria itu melancarkan aksinya. Bi