Share

Penakluk Hati Sang Billionaire
Penakluk Hati Sang Billionaire
Penulis: Winda Venska

1. Lamaran Pernikahan.

"Jadi ini alasan Papa memintaku pulang?"

Syafa, gadis bermata cokelat bening itu menatap sang ayah dengan kekecewaan yang tergambar jelas di wajah manisnya. Ia baru saja pulang ke rumah karena permintaan orang tuanya.

Namun, sang ayah justru langsung menjatuhkan angannya tepat setelah Syafa tiba di kediaman mereka.

"Bukankah ini kabar yang menyenangkan, Nak? ucap sang ayah dengan wajah berbinar. "Keluarga Abdullah Al-Ghifary adalah salah satu keluarga paling berpengaruh di Asia. Mereka bukan orang sembarangan.

Pria 55 tahun itu, merasa begitu terhormat dan tersanjung karena seorang Rasyid Abdullah Al-Ghifary, miliarder yang menguasai bisnis pertambangan dan properti hampir di seluruh Indonesia dan sebagian Asia-Eropa. mengirimkan lamaran untuk putri semata wayangnya!

Hal yang sama sekali tidak pernah pria tua itu bayangkan akan terjadi padanya.

"Tentu saja ini kabar yang sangat baik untuk Papa. Tapi bukan untukku!" sanggah Syafa.

Musthofa Altaf, sang ayah, menautkan kedua alis tebalnya ketika mendengar jawaban putrinya. Pria berdarah Turki-Bali itu, tidak menduga jika putrinya ternyata tidak menyukai perjodohan ini.

Padahal dia telah setuju dan mengatur pertemuan keluarga minggu depan. Karena itulah dia meminta sang putri yang tengah menjalani program internship di National University Hospital Singapura segera pulang ke Indonesia.

"Apa maksudmu, Nak? Kau tidak menyetujui perjodohan ini?" tanya sang ayah dengan wajah kecewa.

"Apa Papa tahu? Seharusnya hari ini aku datang dengan pria yang aku cintai." Syafa tersenyum sarkas. "Kami berencana datang berdua untuk meminta restu. Sayangnya dia mendadak harus menangani pasien darurat, sehingga tidak dapat datang sekarang. Tapi ironisnya, Papa. Pernikahanku ternyata sudah ditetapkan."

Gadis ceria yang baru saja memulai program intership kedokteran beberapa bulan lalu itu. harus menelan pil pahit, ketika kenyataan ternyata mempermainkannya.

Hari di mana dia ingin mengejutkan orang tuanya dengan membawa calon suami justru berubah menjadi mimpi buruk dalam hidupnya.

"Berapa lama kalian berhubungan?" tanya sang Ibu yang dari tadi hanya mendengar pembicaraan suami dan putrinya.

"Hampir satu tahun. Dia salah satu profesor dan dokter ahli jantung," jawab Syafa tegas. "Dia dosenku, juga yang merekomendasikanku untuk bisa mengambil program intership sekarang ini."

Gadis itu memang selalu tahu dan tidak pernah ragu atas semua keinginannya. Sejak kecil dia dididik agar jadi wanita tangguh dan tegas. Karena sebagai anak tunggal, Syafalah yang akan mewarisi semua aset dan bisnis orang tuanya. Terlebih keluarga mereka memiliki sebuah rumah sakit bertaraf internasional yang cukup terkenal di Bali.

"Kalau begitu katakan pada kekasihmu, jangan datang!" ucap sang ayah dengan nada yang tidak bisa dibantah. "Dan lagi, kami tidak mengizinkanmu untuk kembali melanjutkan program intershipmu di sana."

Perkataan itu membuat kedua netra Syafa membulat sempurna.

Bagaimana mungkin ayahnya tega melakukan semua itu? Tinggal selangkah lagi perjuangannya untuk mendapatkan gelar dokter dan izin praktek.

Kini, hanya karena lamaran dari orang asing itu, sang ayah tega membuat semua mimpinya hancur?

Haruskan perjuangannya belajar di Singapura selama hampir delapan tahun ini berakhir begitu saja, hanya demi sebuah lamaran? Memangnya sehebat apa keluarga Al-Ghifary itu, sampai membuat ayahnya rela mengorbankan kebahagiaan putrinya sendiri.

"Papa bercanda, kan? Hanya beberapa bulan lagi aku mendapatkan izin praktek dokterku," kata Syafa dengan air mata yang tidak mampu dia bendung lagi. "Ini tidak adil!"

Gadis itu benar-benar tidak paham kenapa ayahnya berubah seperti ini.

Pria yang tidak pernah mengatakan tidak atas semua keinginannya. mendadak menjadi begitu egois dan pemaksa. Sesuatu yang sangat tidak dapat diterima oleh akal sehat.

Sang ayah menghela napas. "Nak," ucapnya dengan nada lebih lembut. "Sebenarnya, kita sedang mengalami krisis finansial. Sejak wabah, manajemen rumah sakit mulai terganggu."

Syafa menatap ayahnya ketika mendengar informasi tersebut.

"Ditambah beberapa masalah internal lain, yang membuat kita hampir bangkrut," lanjut sang ibu. Wanita 50 tahun berdarah Bali tersebut menambahkan, "Al-Hassan Group menawarkan bantuan dana, mereka bersedia membantu kita keluar dari masalah ini."

"Tetapi secara bersamaan, mereka memintamu untuk menjadi menantu mereka," jelas Musthofa Altaf dengan suara berat.

Syafa terdiam, dia tidak tahu lagi harus berkata apa.

Selama ini rumah sakit Ibnu Sina telah didirikan oleh kakek buyutnya dengan penuh perjuangan. Sehingga dapat berkembang dan menjadi salah satu yang terbaik di negaranya. Tentu saja orang tuanya tidak akan membiarkan, apa yang telah dibangun oleh keluarga mereka hancur begitu saja. Meskipun dia harus menjadi tumbal dari semua masalah yang terjadi dalam bisnis keluarganya tersebut.

Kini, Syafa mulai paham kemana tujuan sang ayah sebenarnya. Menyelamatkan bisnis keluarga dengan cara yang paling baik.

"Mama harap kau mengerti, Nak," kata sang ibu lagi. "Ini juga berat untuk kami."

Syafa kembali menghela napas berat sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Dia mengusap wajah manisnya dengan gusar. Tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk keluar dari masalah yang sedang terjadi saat ini.

"Tapi bagaimana mereka bisa memilihku?" Syafa bergumam pelan. "Seingatku kita tidak pernah berhubungan dengan keluarga Al-Ghifary. Bagaimana mereka juga tahu jika keluarga kita sedang butuh dana?"

"Tuan Rasyid Abdullah Al-Ghifary tertarik padamu saat kau merawatnya di rumah sakit dua bulan lalu," jawab Musthofa Altaf untuk pertanyaan sang putri. "Untuk keluarga berkuasa seperti mereka … rasanya mencari informasi mengenai kesulitan kita, tentu cukup mudah,"

Sekarang Syafa ingat seorang pria paruh baya yang sempat beberapa kali dia temui di ruang khusus rumah sakit itu. Beberapa kali pria tersebut memang menanyakan tentang hal pribadi padanya.

Namun, dia sama sekali tidak menyangka bahwa pasien itu tertarik untuk menjadikan dirinya sebagai menantu.

Apalagi mendengar cerita dari sang ayah, tentang kemampuan mereka menyelidiki dan menelusuri apa yang mereka inginkan. Menjadi bagian keluarga itu, terasa menakutkan bagi Syafa.

Jika mereka bisa dengan mudah menemukan keluarga dan mengetahui identitasnya. Bisa dibayangkan, betapa hidupnya akan penuh dengan batasan setelah menjadi anggota keluarga mereka. Sedangkan gadis bertubuh ramping itu paling tidak suka dikekang.

Perlahan, Syafa kembali berkata, "Tapi … aku tidak mencintainya."

***

"Ini mustahil, aku tidak bisa menerima semua ini begitu saja, bukankah kita sudah berjanji? Aku hanya terlambat seminggu, dan kau sudah akan menikah dengan orang lain?" Suara Ben terdengar marah dan kecewa dari balik sambungan ponsel.

Malam ini mau tidak mau Syafa harus mengatakan semua pada dokter ahli jantung tersebut. Kenyataan bahwa hubungan mereka tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, sudah sangat jelas.

"Aku sudah menjelaskan semua alasannya, Ben. Aku tahu ini menyakitkan, tetapi aku tidak punya pilihan." Sekuat tenaga Syafa menahan tangis agar Benjamin Azhar tak mendengar kelemahannya.

Meski hatinya hancur, Syafa tidak sekali pun, mau memperlihatkan kelemahan dan kesakitannya. Baginya semua hal terjadi sesuai takdir Allah.

Maka dirinya tidak boleh mengeluh dengan semua ketetapan Sang Pencipta.

"Aku akan mengganti uang yang diberikan oleh keluarga itu!" Ben masih tidak ingin menyerah. "Katakan berapa jumlahnya. Besok aku akan terbang ke Bali."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status