Sejak kemarin seluruh keluarga mereka dari Kalimantan sudah datang ke Bali. Karena malam ini, syukuran rumah baru Syafa dan Syarif akan di adakan. Sejak sore telah terdengar lantunan ayat suci Al-Qur'an oleh ustadz yang di datangkan oleh Syarif. Karena ibunya meminta mereka mengadakan syukuran secara Islami. Setelah sholat Isyak, beberapa tetangga sudah mulai berdatangan. Syafa dan Syarif menyambut mereka di teras rumah. "Ternyata dunia memang sangat sempit, Syarif." ucap Almeera. Wanita yang mereka temui di pesawat malam itu. "Jadi kita tetangga sekarang?" ujarnya tersenyum penuh arti. sementara Syarif hanya tersenyum sekilas, tanpa membalas jabat tangan wanita itu.Syafa pun, hanya tersenyum formal dan mempersilahkan wanita cantik itu masuk danenikmati perjamuan, bersama tamu yang lain. Sepanjang acara syukuran Syafa merasa penasaran dengan wanita bernama Almeera itu. Seluruh keluarga Syarif mengenal dan menyapanya. Mereka bahkan berinteraksi dengan hangat. Sebenarnya Syari
"Ya Allah, Pak Ridwan?" Kedua netra Syafa tampak berbinar saat melihat sosok pria itu. Pria paruh baya yang sudah dia kenal sejak lahir. "Bagaimana bisa?" gumam Syafa melirik suaminya. Sementara Syarif hanya diam, tanpa berniat menjawab pertanyaan Syafa. pria itu menikmati ekspresi wajah Syafa, yang tampak lucu karena terkejut. "Mulai hari ini, Pak Ridwan yang akan mengantarkan kemanapun kau pergi," ucap sang CEO. "Dia adalah supir pribadimu, aku tidak mengizinkanmu mengemudi sendiri," lanjut Syarif tegas, dengan nada tidak dapat dibantah lagi. Syafa tidak kuasa menjawab, dia berada antara senang dan sebal. Sejak insiden kemarahan Syarif sore itu. Sikap suaminya mulai sedikit berubah dingin dan kaku. Tetapi beberapa tindakan sang putra Billionaire itu, hampir-hampir membuat Syafa tidak tahu harus bagaimana. dia bisa begitu dingin dan cuek, tetapi juga bisa tiba-tiba baik dan perhatian. sesuatu yang sangat tidak bisa diprediksi oleh sang dokter muda. Seperti pagi ini, saat men
"Kenapa mendadak sekali? Apa ada masalah?" tanya Syafa ketika mereka sudah duduk di cafetaria rumah sakit untuk makan siang. Syarif sengaja memilih tempat tersebut, untuk menghindari kemungkinan bertemu dengan Almeera. juga agar dia mengetahui tempat kerja istrinya. "Aku suka melihatmu makan, mulai sekarang aku akan makan siang bersamamu di sini. Setiap hari," ucap Syarif datar. "Setiap hari?" Syafa membelalakkan kedua netranya. bersama dengannya di rumah saja rasanya sudah membosankan bagi Syafa. Sekarang suaminya malah ingin makan siang bersama terus. Sungguh sangat menyebalkan. "Kau ingin memata-mataiku di tempat kerja?" Dokter muda itu benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah suaminya.Salah satu niatnya kembali bekerja, adalah untuk menghindari pertemuan dengan sang suami. Sekarang bahkan saat dirinya telah merasa cukup nyaman. Pria itu seolah tidak membiarkannya lepas dari pandangannya."Kalau aku ingin memata-mataimu. Tidak perlu datang kemari. Aku bisa menyewa bodyg
Syafa baru saja tiba di rumah setelah seharian bekerja. Hari pertama dengan banyak sekali tugas dan pasien. Meski demikian sang dokter merasa sangat bersyukur dan bahagia. Semua kesibukan itu adalah impiannya sejak kecil. Menjadi seorang dokter yang bisa mendedikasikan ilmu dan hidupnya, untuk membantu para pasien. Bukan hal mudah, mengingat semua proses yang sepama ini telah dia lalui. Diam-diam Syafa bersyukur karena suaminya memberikan izin. Untuk terus melanjutkan impiannya. "Selamat malam, Nyonya." Ucap dua orang wanita hampir bersamaan, yangenyambut Syafa di pintu depan rumahnya."Astagfirullah!" Syafa memekik kaget, jetuka mendengar dan melihat kedua wanita asing tersebut.Mereka tampak ramah dan baik. Salah satu dari mereka berusia sekitar 50 tahunan. Sementara yang lain terlihat lebih muda, mungkin baru berusia sekitar 40 tahun. Namun, bukan itu yang membuat Syafa hampir melompat karena terkejut. Siapa mereka? "Kalian? ..." Syafa menatap satu persatu kedua wanita itu s
"Selamat Pagi, perkenalkan ini dr. Andrian Hadinata. Beliau akan menjadi dokter pembimbing kalian mulai hari ini," ucap dr. Rudi. Dokter ahli penyakit dalam, sekaligus pimpinan dokter di rumah sakit tersebut. Memperkenalkan pembimbing resmi untuk para dokter intership yang ada di sana. saat ini ada 4 orang dokter intership termasuk Syafa. Seminggu terakhir ini, dr. Rudy sendiri yang menjadi pembimbing mereka. "Terima kasih, dr. Rudy." kata para dokter intership bersamaan. Mereka semua yang kebetulan adalah dokter wanita, menatap dr. Adrian dengan tatapan terpesona, kecuali Syafa yang sama sekali tidak menstuh minat pada ketampanan sang dokter. "Mohon bimbingan dan pengarahannya dr. Andrian," ucap Syafa memberi hormat pada dokter ahli bedah berusia 38 tahun itu. Sementara sang dokter hanya tersenyum dan mengangguk. Kemudian mereka kembali bekerja dan sibuk dengan tugas masing-masing. "Dia memang sangat tampan, pantas saja banyak pegawai wanita di sini yang mengincarnya," bisik
"Lahirkan putra untukku, dan aku akan melepaskannya." Ucapan Syarif tersebut, membuat Syafa hampir tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Wanita yang minggu depan tepat berusia 26 tahun itu, sama sekali tidak menyangka jika suaminya akan mengatakan hal tersebut. Syafa bahkan hampir tidak dapat mempercayai pendengarannya sendiri. "Aku tidak ingin membuat orang yang aku sayangi menderita," kata Syarif lagi tanpa menghiraukan reaksi istrinya. "Aku berharap kau akan menerimaku suatu hari nanti. Tetapi sepertinya itu mustahil," kata sang CEO sambil menghembuskan nafas berat. "Kau akan mendapatkan apa yang kau ingnkan, setelah melahirkan putra untukku." Pria itu kembali mempertegas penawarannya. Dia tidak ingin mengecewakan siapapun, Terlebih orang tuanya. Beberapa hari yang lalu, ketika Abi dan umminya terus saja membahas tentang bayi. Membuatnya merasa harus melakukan sesuatu. Selama ini orang tuanya sangat mendambakan cucu laki-laki. Mereka belum merasa tenang, sebelum memiliki garis
"Saya istrinya Tuan Syarif Abdullah," ucap Syafa serius. Mendengar itu, si resepsionis bukannya memberi perhatian. Wanita itu justru tersenyum mengejek, sambil memperhatika penampilan Syafa. "Silahkan anda tunggu sebentar, saat ini Tuan Syarif Abdullah sedang ada di ruang rapat. Saya akan bertanya apakah beliau akan menemui anda atau tidak, setelah rapat selesai," kata resepsionis tersebut mempersilahkan Syafa untuk duduk. Masih dengan tatapan meremehkan dan abai. Syafa merasa kesal sekali, karena wanita itu tidak percaya padanya. Dia ingin membentak dan menerobos masuk, tetapi urung dilakukannya. Syafa tidak ingin membuat keributan dan mempermalukan suaminya, di kantornya sendiri. Meskipun dia merasa kecewa, tetapi Syafa menurut. Dia duduk dan menunggu sampai Syarif selesai rapat nanti. Beberapa orang memperhatikan dirinya. Semua staff Syarif belum pernah ada yang melihat istri sang CEO. Mereka semua adalah karyawan Syarif dari Balikpapan.Penampilan Syafa yang sederhana, dan p
Syafa menatap Syarif sambil terus memikirkan perkataan sang suami. Benarkah dia sedang cemburu? Tetapi semua itu jelas tidak mungkin, dia hanya mencintai Ben. Pria itu satu-satunya orang yang ada di hatinya. Jadi mustahil jika dia merasa cemburu dengan wanita bernama Almeera itu. "Jangan berharap," kata Syafa kembali bersikap acuh. "Aku tidak mungkin cemburu," lanjutnya. Syarif memperhatikan sang istri dengan seksama. Mencoba mencari kebenaran dari sorot mata Syafa. Karena kejadian hari ini terasa sangat aneh bagi sang Billionaire. Syafa hampir tidak peduli dengan apapun yang berkaitan dengan hidupnya. Wanita yang dinikahinya itu, hanya terus fokus pada usahanya memisahkan diri dari pernikahan ini. Sulit dipercaya jika Syafa cemburu padanya dan Almeera. Tetapi Syarif tidak dapat menemukan definisi yang paling pas, untuk sikap aneh istrinya itu. "Lalu kenapa kau menangis saat melihatku bersama, Almeera?" tanya SyarifSyafa menghela nafas dalam untuk menenangkan diri, sekaligus