Share

Part 8

"Nggak majikan, nggak asisten rumah tangga, mereka sama aja. Masih pagi udah ganjen olahraga kayak nggak ada waktu lain," gerutu Miana melihat kegiatan olahraga Warsi di dalam kamar.

"Benar-benar sial nasibku. Pagiku harus diawali melihat kegiatan mereka yang tidak tahu malu. Mata suciku harus kotor dinodai oleh kegiatan dua pasang manusia yang tidak berguna itu!" decak Miana mengakhiri aksinya mengintip kegiatan Warsi. 

"Karena aku nggak bisa ganggu Siska sama Mas Rendi, jadi aku bisa buat Warsi menerima pelampiasanku. Salah siapa, waktu itu dia berbohong sampai membela Siska. Jelas-jelas aku lihat sendiri kalau Siska sama Mas Geri lagi ena-ena. Sekarang, waktunya kamu balas dendam." 

Miana menutup rapat pintu kamar Warsi. Selanjutnya, dia menggedor pintu itu dengan kuat sengaja untuk mengganggu kegiatan yang berada di dalam. 

"Warsi! Warsi! Kamu masih tidur?! Warsi!" teriak Miana dengan keras sembari terus menggedor pintu kamar Warsi. 

Terdengar suara Warsi menyahut dari dalam. Sementara suara dua orang yang saling bersahutan yang sebelumnya terdengar oleh Miana, saat ini suara itu sudah tidak ada lagi.

"Sebentar, Bu. Saya baru bangun tidur. Saya sedang bersiap," jawab Warsi dari dalam.

"Kamu berada di sini untuk bekerja, bukan seenaknya bangun siang begini. Kamu belum masak buat sarapan, Warsi!" Lagi, Miana berteriak sembari menggedor pintu lebih kuat dari sebelumnya. 

Ternyata apa yang dilakukan oleh Miana berimbas pada pintu yang langsung terbuka lebar. Seketika itu juga terlihat dua orang yang bergumul di atas ranjang. 

"Oh, ternyata ini yang kamu lakukan di rumah ini, hmm?" Mata Miana membola marah melihat kelakuan Warsi yang ternyata bertolak belakang dengan perkataannya sebelumnya. 

"Bukannya masak untuk sarapan, kamu malah olahraga sama Supar!" bentak Miana masuk ke dalam dan melemparkan kain panjang agar dua orang itu menutupi tubuh polos mereka. 

"Kamu berada di sini untuk bekerja, Warsi. Bukan numpang tinggal biar bisa bercint* dengan gratis begini." 

"Saya ... saya sedang tidak enak badan, Bu," kelit Warsi mencoba mencari alasan, tetapi alasan itu sama sekali tidak masuk akal.

"Tadi kamu bilang kalau kamu baru bangun tidur dan sedang bersiap. Nyatanya, kamu malah melanjutkan kegiatan itu sama Supar tanpa peduli aku di luar yang terus berteriak. Beruntung pintu ini terbuka. Coba kalau tidak, mungkin kamu puaskan dulu permainan kalian baru kamu keluar masak tanpa mandi terlebih dulu." 

Miana hanya menatap sekilas pada Warsi dan Supar yang terlihat biasa saja tanpa merasa bersalah sedikitpun. Mungkin mereka tidak menyesali perbuatan tadi meski sudah terpergok begini. 

'Sepertinya Warsi bekerja di sini hanya untuk melayani Siska dan Mas Rendi. Sementara dia sama sekali tidak menganggapku sebagai Nyonya di rumahku sendiri. Kalau begitu, akan aku tunjukkan bagaimana kelembutan seorang Miana yang sebenarnya," batin Miana saat terlintas di pikirannya sebuah rencana.

"Kalian belum nikah, Warsi. Jangan sembarang buat mes*m di rumah ini. Kalau memang mau melakukannya tanpa hubungan yang sah, sebaiknya kalian berdua cari hotel di luar. Jangan kotori rumah ini dengan perilaku kalian," tegur Miana. 

Kemudian, Miana mengambil lima lembar uang merah dan melemparkannya ke arah Wardi dan Supar. Merek berdua masih duduk di atas ranjang single bed dengan kain tipis menutupi sebagian tubuh mereka. 

"Ambil uang itu dan gunakan untuk menyewa hotel murah. Kalau kalian tidak punya uang, kalian bisa minta padaku, tapi jangan lakukan lagi di rumah ini." 

Setelahnya, Miana berbalik dan melanjutkan rencananya pergi ke kantor. Dia sudah tidak memiliki selera untuk sarapan nasi. Karena pagi ini Miana sudah disajikan dua menu sarapan yang lebih spesial dari biasanya. 

***

Satu Minggu setelah pernikahan Miana lalui dengan hawa panas setiap harinya. Kalau tidak Siska yang terus berusaha menyalakan kompor padanya, ada saja ulah Warsi yang membuat Miana naik darah.

Namun, Miana tetap bersabar dan menguatkan diri kalau dia harus berada di rumah itu sampai bisa membersihkan namanya baiknya. Seperti malam ini saat waktu makan malam tiba. Baik Miana, Siska, dan Rendi, mereka berkumpul dalam satu tempat di meja makan. Hanya saja, ada yang janggal menurut Miana.

"Siska, kenapa kamu tidak makan daging, hmm? Biasanya kamu sangat suka rendang daging sapi." Rendi berkomentar saat melihat Siska hanya makan sedikit tidak seperti biasanya. 

"Aku sedang tidak selera, Mas. Melihat semua menu makanan, rasanya aku tidak berminat," jawab Siska setelah menyelesaikan makannya.

"Beberapa hari terakhir kamu terus mual setiap pagi. Apa kamu masuk angin?" tanya Rendi kembali ketika pria itu teringat sesuatu yang menjadi kebiasaan Siska akhir-akhir ini hampir setiap pagi.

"Mas, wajar, dong kalau aku masuk angin dan kembung. Kamu selalu menyerangku setiap malam. Dan itu tidak kamu lakukan hanya dengan sekali tempur. Minimal dua kali baru kamu bisa melepaskan aku. Gimana aku nggak masuk angin, coba." 

Siska memang menjawab pertanyaan Rendi, tetapi terdapat sindiran pedas yang berhasil menusuk langsung ke hati Miana. Dan Siska tahu kalau Miana terpengaruh dengan kata-katanya. Terlihat dari Miana yang memalingkan wajah saat pertempuran malam sedang dibahas.

"Apa perlu aku membuatmu lemas sampai tiga kali setiap malam?" Rendi yang tahu arah tujuan Siska, dia menanggapi dan ikut memanasi Miana.

"Mas, bagaimana kalau nanti aku sakit? Siapa yang akan menggantikan aku melayani kamu kalau ingin begadang?" rengek Siska dengan nada manja. Sesekali senyum tipis terbit ketika melihat wajah Miana yang semakin pucat.

"Aku akan mencarikan adik madu buatmu, gampang, kan?" Jawaban Rendi mendapatkan balasan pukulan dari Siska.

'Aku yang mengharapkan belaian darimu, Mas, tapi nyatanya tidak sedikitpun kamu menganggapku ada,' batin Miana tersayat mendengar kenyataan yang harus dia terima.

'Aku pikir kamu akan memberikan sedikit peluang untukku agar kita bisa memperbaiki semuanya. Setidaknya kamu minta maaf padaku dan kita memulai lagi dari awal. Nyatanya, kamu hanya mementingkan selangkangan daripada ketulusan yang aku miliki,' sesal Miana dalam hati mengubur habis harapan yang dimiliki.

Miana lebih memilih menghabiskan makanannya dengan cepat. Dia tidak tahan lagi melihat dua manusia di depan yang tidak tahu malu.

Walaupun Miana sudah membenci Rendi dan berencana balas dendam, tetapi rasa cinta itu masih ada. Dan tidak dipungkiri kalau harapan untuk memperbaiki pernikahan mereka tersimpan sedikit di sudut hatinya.

Belum sampai Miana selesai makan, Siska berlari ke dapur dan memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Miana hanya mengerutkan keningnya melihat Rendi berlari untuk membantu Siska.

"Miana! Apa kamu buta, hah?! Tidak lihat Siska muntah-muntah begini? Bukannya bantu malah diam aja sambil terus makan!" Terdengar suara teriakan Rendi memenuhi dapur.

"Kamu bisa panggil Warsi, Mas. Kenapa harus teriak-teriak? Aku lagi makan." Miana menjawab setelah menghampiri Rendi dan Siska.

"Ada kamu disini sama aja kayak Warsi. Nunggu pembantu itu datang terlalu lama. Bisa-bisa Siska mati muntah-muntah," kelit Rendi sengaja mencari alasan untuk menyalahkan Miana.

"Tidak ada orang yang mati cuma karena muntah-muntah, Mas. Salah siapa tempur terus tiap malam. Jadi masuk angin, kan." Akhirnya Miana bisa membalikkan keadaan. 

"Cerewet!"

"Kalau orang muntah pijitin lehernya, kasih air minum yang banyak biar gampang muntahnya," jelas Miana memberi nasihat. Dia mendekat sembari memberikan air minum, tetapi jawaban Rendi malah membuat Miana susah sendiri.

"Kamu bantu Siska. Aku jijik sama orang muntah. Bau banget!" 

"Kamu ajak Siska ke kamar, aku telfon dokter." 

Rendi pergi dari sana dan membiarkan Miana mengurus Siska yang terlihat sangat lemas. 

"Aku bukan pembantumu, Siska, tapi aku masih memiliki rasa kemanusiaan. Makanya aku menolongmu," ujar Miana memapah Siska naik ke lantai dua.

"Aku tidak peduli apa katamu. Yang penting, cepat bawa aku ke kamar!" perintah Siska tanpa berterima kasih.

***

"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Rendi khawatir melihat dokter yang sedang serius memeriksa Siska.

"Apa dia masuk angin karena terlalu sering olahraga malam, Dok?" sahut Miana sengaja ingin membuat malu Rendi dan Siska.

"Anda ini ada-ada saja," jawab dokter tersenyum simpul.

"Tapi dugaan anda benar. Yang dialami Bu Siska memang karena mereka terlalu rajin olahraga malam, tapi bukan masuk angin dan kembung. Melainkan, Bu Siska sedang mengandung. Ada janin yang tumbuh di rahimnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status