"Tadi aku ke dapur, tapi tidak melihat Siska dan Mas Geri. Aku pikir mereka ada di sini karena pas aku ke taman belakang aku juga tidak melihat mereka. Ternyata mereka berada di tempat yang sedikit tersembunyi," papar Miana menjelaskan sembari pandangannya masih terarah kepada dua orang yang terlihat bergerak dari balik gorden.
"Kamu jangan sembarangan bicara, Mia! Tidak mungkin Mas Geri dan Siska begitu. Mereka kakak adik walau hanya terhubung sebagai ipar. Tidak mungkin mereka macam-macam," sanggah Tina mulai merasakan panas saat matanya menangkap dengan jelas pergerakan maju mundur dari seseorang yang berada di belakang seorang wanita.
"Kak, aku tidak nuduh macam-macam," sahut Miana membela diri.
"Kita lihat siapa mereka."
Rendi berdiri dan berjalan ke belakang dengan cepat. Tidak hanya Rendi, Miana, Tina, dan Lastri juga mengikuti di belakangnya. Mereka semua penasaran siapa orang yang membuat melakukan gerakan mencurigakan itu.
Sebagai orang dewasa, tentu saja mereka semua paham apa yang dilakukan oleh dua orang di balik gorden di taman belakang sampai menimbulkan gerakan seperti itu.
"Hei!" teriak Rendi berdiri di balik bunga yang menutupi dua orang di sebaliknya.
"I ... iya, Tuan," jawab dua orang dengan suara kompak.
"Kalian siapa?" tanya Rendi saat melihat dua orang yang sedang membersihkan taman yang berada tepat di sebalik jendela tadi.
"Oh ... dia Warsi dan Supar. Mereka asisten rumah tangga baru yang ibu bawa untuk kalian. Warsi dan Supar akan membantu Siska membersihkan rumah. Kalau ibu tidak membawa Warsi ke sini, bisa-bisa Siska dijadikan pembantu sama Miana," celetuk Lastri diakhiri dengan sindiran keras pada menantu pertamanya.
"Tuh, kan, Mia. Mana ada Siska sama Mas Geri di sana. Kamu ini pikirannya kotor kali sampai segitunya mau fitnah Siska sama suamiku! Kebenarannya, malah mereka yang ibu bawa biar kamu bisa ungkang-ungkang kaki!" marah Tina teringat Miana menuduh yang tidak-tidak pada Geri dan Siska.
"Tapi, Kak ... tadi kalian lihat sendiri kan, kalau ...."
Belum sampai Miana menyelesaikan kalimatnya, suara Rendi sudah lebih dulu menyahut dengan nada marah tertahan.
"Lain kali jangan buat berita kotor sekotor dirimu. Pikiran kotormu hampir buat kami menuduh orang yang tidak bersalah. Jangan pernah pakai cara licik buat menaikkan derajat hanya karena kamu sakit hati Siska lebih sempurna," potong Rendi dengan tatapan tajam pada Miana.
"Tapi, Mas ...."
"Masih mau bela diri?!" bentak Lastri dengan suara yang sangat keras.
"Di rumah ini tidak ada yang kotor kecuali kamu! Bukannya sadar diri, malah mau buat keributan!" maki Lastri yang langsung masuk ke dalam rumah menyusul Rendi.
"Awas, kamu! Kali ini aku maafkan. Sekali lagi kamu nuduh suami aku, kamu bakalan tahu akibatnya!" ancam Tina menunjuk tepat di wajah Miana yang sekarang terlihat memerah.
Tina ikut masuk meninggalkan Miana yang meneteskan air mata. Miana mengusap cepat bulir bening yang terus menetes tanpa henti. Dia menatap tidak percaya pada anggota keluarga yang baru saja dia masuki.
"Padahal, aku yakin banget kalau tadi Mas Geri Ama Siska di sana. Rambut Siska yang panjang sama persis dengan wanita tadi, tapi kenapa aku lupa ngasih tahu kalau rambut Warsi pendek," keluh Miana menyalahkan dirinya sendiri yang lupa memberitahu ciri-ciri itu.
"Ada apa ribut-ribut, Bu?" tanya Siska yang datang dari arah pintu depan dan berjalan masuk bersama Geri yang berada di belakangnya.
"Itu, Miana nuduh kamu yang enggak-enggak sama Mas Geri," sahut Tina dengan cepat.
"Ngak ada apa-apa, Sayang. Biasa, Miana cemburu sama kamu yang sempurna," ujar Lastri dengan penuh kelembutan.
"Kalian dari mana berduaan gitu?" Akhirnya rasa curiga Tina muncul saat melihat Siska dan Geri masuk bersama.
"Aku minta Mas Geri biar bantu Mas Rendi di kantor. Lumayan kan, itung-itung biar Mas Rendi naik jabatan," jawab Siska dengan santai dan duduk di samping Tina.
"Kak, aku juga bicara sama Mas Geri buat nanya sesuatu apa kira-kira yang disukai laki-laki. Aku mau buat Mas Rendi semakin klepek-klepek. Nah, Mas Geri juga nanya kesukaan perempuan. Soalnya Mas Geri takut Kak Tina berpaling makanya cari informasi buat nambah jurus," bisik Siska pada Tina.
Setelah itu senyum lebar muncul di wajah Tina. Ternyata Adin ipar dan suaminya kompak berbagi resep untuk menyenangkan pasangan masing-masing, pikir Tina.
"Ternyata tidak seburuk pemikiran Miana. Dasar perempuan sundal itu! Bisa-bisanya buat kita mikir aneh-aneh sama kamu dan Mas Geri!" caci Tina dengan kesal mengingat kejadian tadi.
"Kakak pikir aja sendiri. Mana mungkin aku sama Mas Geri kayak tuduhan Miana. Kami ipar, Kak. Ngak akan terjadi sesuatu," timpal Siska meyakinkan.
"Kak Tina sama ibu maklum aja, ya. Mungkin Miana sedang cemburu akut. Jadi, pikirannya sedikit aneh dan tidak masuk akal," tambah Siska.
***
Pagi ini Miana memutuskan kembali masuk ke perusahaan tempatnya bekerja dulu saat sebelum menikah. Beruntung dia diminta kembali bekerja oleh perusahaan. Jadi, Miana tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan baru.
"Apa kalian tidak bisa kalau berm*sraannya cukup di dalam kamar saja? Apa harus di ruang tamu begini?" Miana menegur Rendi dan Siska yang sedang bercumb* di atas sofa di ruang tamu lantai dua.
"Oh, tentu tidak bisa. Sebagai istri yang baik, aku harus melakukan apa pun perintah suamiku. Termasuk melayaninya di manapun tempat yang suamiku mau," jawab Siska yang saat ini mengalungkan kedua tangannya ke leher Rendi.
Sedangkan Rendi, pria itu tetap melanjutkan kegiatannya menjelajahi Siska tanpa peduli keberadaan Miana. Rendi seolah tidak terganggu walaupun Miana melihat kegiatan mereka. Rendi terus membuat Siska yang berada di bawah kungkungannya semakin terbang melayang.
"Oh, Mia ... kenapa kamu tetap berdiri di situ? Apa kamu ingin terus melihat kami atau kamu berharap Mas Rendi akan memintamu menggantikan posisiku di sini?"
"Aku tidak berminat hanya menjadi bahan pelampiasan nafsu suamimu, Siska. Lebih baik aku sendiri seumur hidup tanpa tersentuh pria daripada harus dijelajahi suamimu!" balas Miana dengan tajam dan berbalik menuju tangga berniat meninggalkan dua orang yang tidak tahu tempat itu.
"Aku yakin sekali kamu iri dan sangat menantikan sentuhan Mas Rendi yang nikmat ini, Mia," ledek Siska dengan sedikit erangan yang keluar.
"Aku harap kamu tidak lupa dengan sentuhan seseorang selain Mas Rendi, Siska!" pekik Miana membalas Siska sembari terus berjalan menuruni anak tangga.
"Aku berjanji akan menceraikanmu, Mia!" teriak Rendi dengan suara yang sangat keras.
"Kamu akan menerima akibatnya nanti, Mia. Awas kamu! Akh, Mas!" hardik Siska disambut dengan erangan yang keluar.
"Kamu begitu mudah mencari istri baru dan melupakan aku begitu saja, Mas. Aku berjanji akan menyusun rencana untuk menghancurkan mu sampai berkeping-keping," gumam Miana.
Miana terus berjalan pelan menuruni anak tangga. Tatapannya tajam seperti belati yang siap menghabisi musuh. Miana menuliskan telinga dari suara-suara manusia tidak tahu adab di lantai dua.
"Bukan cuma Mas Rendi, tapi Siska juga akan menjadi targetku. Aku akan membongkar semua kejahatan Siska yang disimpan rapat-rapat. Aku tahu semua keburukan Siska, tapi aku belum memiliki bukti. Tunggu sampai aku menendangmu dan menjadikanmu bulan-bulanan netizen seantero tanah air, Siska."
Hati dan mulut Miana tidak berhenti bersumpah untuk orang yang sudah menyakitinya. Miana sebenarnya bukan tipe wanita pendendam, tetapi dia tidak akan segan-segan meledakkan bom waktu saat semua masalah sudah tidak sanggup dihadapinya lagi.
"Kemana Warsi? Kenapa sarapan belum ada di meja?" Miana bergumam heran melihat meja makan yang masih kosong tanpa ada menu sarapan.
"Bukannya Warsi digaji buat mengurus semua kebutuhan di rumah ini? Kenapa dia malah tidak melakukan pekerjaannya dengan baik?" geram Miana.
Miana yang sedang dalam kondisi badmood tidak akan melepaskan Warsi dengan mudah begitu saja. Terlebih saat Miana mengingat dia yang disalahkan di hari pertama Warsi ada di sini.
"Aku jadi punya alasan menyalahkan dia!"
"Hari pertama Warsi berada di rumah ini, dia sudah membuatku terkena semprotan karena salah mengira orang. Sejak itu, aku belum memberi pelajaran yang setimpal pada Warsi. Sekarang saatnya wanita dengan wajah penuh kepalsuan itu harus menerima hukumanku walau dia hanya aku jadikan sebagai pelampiasan bad mood ku saja."
Miana berjalan menuju dapur, tetapi orang yang dia cari tidak terlihat batang hidungnya. Namun, telinga Miana mendengar suara-suara aneh yang berasal dari kamar Warsi yang berada di dapur.
Miana menuju kamar Warsi. Kebetulan pintunya tidak terkunci dan sedikit terbuka. Jadi, Miana memiliki sedikit celah untuk melihat isi di dalamnya, tempat suara aneh itu berasal.
"Ya ampun, ternyata ini yang Warsi lakukan pagi-pagi gini sampai dia ngak buat sarapan."
"Siska, aku sudah membawa bantuan," kata Miana semakin panik ketika melihat wajah Siska bertambah pucat. "Siska," panggil Geri. Kemudian, pria itu terkejut melihat banyaknya darah yang tergenang. "Siska, kamu berdarah banyak sekali." Siska yang masih memegang perutnya terus merintih. "Sakit … perutku sakit sekali. Tolong aku," rintihnya. "Sayang, kita ke rumah sakit sekarang, ya. Kamu jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja." Geri segera menggendong Siska ala bridal style. Kemudian, segera menuju ke mobil diikuti Miana di belakangnya."Mia, bawa ponselmu dan hubungi yang lain. Katakan kita akan ke rumah sakit!" perintah Geri sembari sedikit berteriak.Miana segera berbalik badan dan mengambil ponselnya, lalu dia berlari menyusul Geri dan Siska ke mobil. Sesampainya di mobil, Miana segera masuk dan duduk di bangku penumpang."Tenang, ya, Sayang. Kita segera ke rumah sakit," kata Geri menenangkan ketika membaringkan Siska dengan kepala yang berada di pangkuan Miana.Namun, Geri b
"Siska, ada apa kemari?" tanya Miana dengan gugup melihat kedatangan Siska."Kamu mau mencari siapa dan untuk apa?" Siska masuk ke dalam mendekati Miana dan menatap curiga."Tidak, Siska. Aku hanya ingin mencari asisten baru untuk menggantikan Warsi," kelit Miana."Rasanya, aku tidak cocok dengan keberadaannya," tambahnya merasa hal itu termasuk alasan yang cukup tepat. "Kamu yakin?" Siska tidak percaya begitu saja.'Apa Siska tadi mendengarku? Lagi pula, ngapain dia datang ke kamarku? Tidak ketuk pintu lebih dulu lagi sebelum masuk,' kesal Miana dalam hati."Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa bertanya pada rumput yang bergoyang. Mereka pasti akan mendukungku," jawab Miana dengan santai. Sebisa mungkin dia tidak menunjukkan kegelisahannya."Baiklah kalau begitu," balas Siska mengangguk."Ada apa kamu ke sini, Siska? Rasanya tidak mungkin seorang Siska datang kemari kalau bukan karena sesuatu yang penting." Miana berjalan mendekati Siska dan duduk di atas kursi riasnya."Aku sedang s
"Tidak, Siska. Aku akan melakukan apapun yang kamu perintahkan, tapi tidak dengan bermalam bersama Mas Geri," tolak Miana kekeuh pada pendiriannya."Memangnya aku sedang meminta pendapatmu mau atau tidak?" Siska memicing menanggapi.Geri menyeringai menatap Miana yang mulai gelisah. Dia menjilat bibirnya sendiri tidak sabar melahap wanita di depannya."Mas, ayo kita ke bawah. Aku sudah lapar," rengek Siska manja."Ayo, Sayang. Kamu butuh asupan gizi lebih banyak. Kasihan kandunganmu kalau sampai terlambat sarapan," balas Geri, lalu mereka keluar dari sana meninggalkan Miana sendirian."Bagaimana ini, aku tidak mau berakhir dengan Mas Geri. Aku harus memberi penjelasan pada Siska agar dia membatalkan rencana gila mereka," gumam Miana mencoba untuk tawar menawar nanti, di waktu yang tepat. ***Sore hari."Siska, bisa bicara sebentar?" pinta Miana ketika Siska sedang duduk di taman belakang rumah."Ada apa?" jawab Siska santai sembari menyeruput teh miliknya."Jangan lakukan rencana gil
"Bagaimana, Mas? Jika tadi dildo itu yang memuaskan aku, bagaimana kalau sekarang kamu langsung yang melakukannya padaku?" tanya Siska mengalungkan kedua tangannya di leher Rendi."Bermain dengan benda mati di terasa nikmat, Mas kalah jauh dibandingkan denganmu yang melakukannya langsung," bisik Siska dengan sensu*l di telinga Rendi, selalu menjulurkan lidahnya menggoda sedikit cuping telinga pria itu.Rendi masih diam saja, tetapi pria itu tersenyum melihat Siska yang bersikap agresif kepadanya.Rendi menjatuhkan diri ke atas ranjang dan membiarkan Siska berada di atasnya. Dengan cara seperti ini tentu saja Siska tahu kalau Rendi sedang memancingnya untuk memulai permainan mereka terlebih dahulu. 'Sial! Ternyata Mas Rendi sangat ingin bermain denganku. Tidak ada cara lain, aku harus melayaninya. Walaupun milikku masih terasa, tapi harus aku tahan agar dia tidak curiga kalau sebelumnya aku sudah berkali-kali bersama dengan Mas Geri,' batin Siska akhirnya mulai menjelajahi suaminya."
"Cairan putih kental ini baunya sama dengan yang biasa aku keluarkan. Jika tidak, cairan seperti ini berasal dari milik Siska saat dia mencapai puncaknya," gumam Rendi saat menempelkan ujung jari telunjuknya ke cairan itu dan menciumnya untuk memastikan dia tidak salah mengenali sesuatu."Siska," geram Rendi. Pembuluh darah di lehernya berdenyut, tangannya mengepal erat, dan dia mengatupkan rahangnya. Kali ini Rendi benar-benar marah kepada Siska."Beraninya kamu berselingkuh dengan Mas Geri di belakangku. Kali ini aku tidak akan memaafkanmu." Pintu kamar mandi terbuka dan Siska keluar dengan handuk yang membalut tubuhnya. Jika biasanya Rendi akan bergair"h melihat Siska yang baru selesai mandi, maka berbeda dengan sekarang setelah terlintas di pikirannya kegiatan yang baru saja dilalui Siska bersama Geri."Mas, kamu sudah pulang?" tanya Siska terkejut melihat suaminya ada di sana."Kenapa? Kamu tidak suka aku pulang lebih cepat? Apa kamu lebih menyukai aku kurang terlambat agar kamu
"Mas Geri keluar dari kamarku dengan wajah segar seperti habis mandi, apa dia dan Siska baru saja ...." Rendi terdiam sejenak mengartikan sesuatu yang terlintas di pikirannya."Mas Geri dan Siska memiliki hubungan, Mas. Kalau kamu tidak percaya padaku, aku tidak masalah karena bukan aku yang rugi, tapi ingat, Mas suatu saat Kebenaran akan terungkap dan berpihak padaku."Kata-kata Miana seketika melintas di pikiran Rendi. Bukan hanya nada bicaranya yang diucapkan dengan tegas, tetapi wajah Miana yang terlihat memerah seperti orang marah karena dia tidak mempercayainya."Sebaiknya aku datangi mereka. Lebih baik aku tanyakan langsung daripada aku menduga dan salah sasaran seperti sebelumnya," gumam Rendi Ke arah Geri sebelum kakak iparnya itu masuk ke kamarnya sendiri."Mas Geri," panggil Rendi dengan suara keras membuat langkah Geri terhenti."Rendi, kamu sudah pulang?" tanya Geri terkejut melihat kiri ada di depannya."Aku sudah pulang karena semuanya aku kerjakan lebih cepat," jawab R