“Entah jadi apa aku sekarang jika tidak bertemu denganmu saat mencuri dulu.” Levin memandangi foto dirinya, Adrian, Fara, dan Zein yang ada di layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih Adrian sudah menyatukan aku dengan orang-orang baik."
*****
Adrian segera mengganti pakaiannya dengan celana jeans dan hoodie. Ia langsung ke mobilnya lalu tancap gas menuju apartemen Lita. “Lita sayang, maaf, lagi-lagi kau terluka. Kak, maafkan aku tidak bisa menjaga adikmu,” ujar Adrian panik selama perjalanan.
Adrian mengendarai mobil seperti sedang ada di jalanan sirkuit. Keadaan jalan yang lengang makin membuat mobilnya terus melaju tanpa rem.
Begitu tiba di parkiran apartemen, Adrian sudah melihat mobil Lita terparkir. “Itu berarti dia sudah sampai!” ujarnya lalu berlari menuju lift. Ia tak memedulikan rasa nyeri di perutnya yang belum benar-benar hilang.
Begitu tiba di unit apartemen Lita, Adrian langsung masuk dengan mudah karena Lita
Levin berpikir sambil berjalan ke sana ke mari di depan lift. Berharap mendapatkan ide dari hasil mondar-mandirnya.Levin terus menghubungi Adrian belasan kali. Namun, tak satu pun panggilannya mendapat jawaban hingga tiba-tiba seseorang orang keluar dari dalam lift.“Kau?! Kenapa kau ada di sini?” seru mereka berdua bersamaan. ******Setelah meninggalkan Lita di walk in klosetnya, Adrian menuju kamar mandi untuk meredamkan kekecewaannya. Ia berdiam diri di bawah guyuran shower. Berpikir sejenak tentang tindakan yang ia ambil saat ini.“Aku harus menunjukkan statusku yang sebenarnya hari ini juga, setelah itu aku tidak akan mengizinkan Lita pergi ke mana pun agar dia tetap aman. Aku tak peduli Lita menerimaku atau tidak. Aku hanya tidak ingin Lita bertindak yang membahayakan dirinya tanpa sepengetahuanku!"Setelah tiga puluh menit di kamar mandi, Adrian ke luar untuk mengajak Lita mandi bersamany
“Kenapa kau ada di sini?! Dari mana kau masuk?! Pergi dari sini!” teriak Lita histeris, sambil melempar semua bantal yang ada di sofa.Adrian semakin merasa bersalah saat melihat mata sembab Lita. “Dengarkan aku. ak—““Pergi dari sini! kau sudah memisahkan aku dengan abangku! Sekarang kau ingin aku pergi dari apartemennya. Apa maumu? Kenapa ada manusia jahat seperti dirimu ...?” Lita kembali terisak.“Memisahkan?! Apa Lita tahu tentang Kak Zein?” batin Adrian.Memisahkan yang Lita maksud adalah membunuh Danu sedang memisahkan yang Adrian maksud adalah tidak mempertemukan Zein dengan Lita.Lita menangis tersedu, membenamkan kembali wajahnya di antara lutut. Kali ini Lita sudah tidak memberontak lagi saat Adrian mendekati hingga akhirnya bisa memeluk Lita.“Aku pernah bilang padamu, jika aku bersalah, pukul saja aku, kau boleh menamparku, menendangku. Bahkan jika perlu, kau boleh meng
Adrian menggeleng melihat tingkah absurd istrinya. "Sedang marah saja, kau bisa membuatku jatuh cinta, Sayang.” Adrian langsung mengaktifkan laptop Lita untuk mengecek semua inbox yang masuk ke emailnya. Ia juga sudah menyuruh Leni untuk mengatur semua urusan kantor hari ini, termasuk beberapa jadwal yang dibatalkan dan membagi tugas pada komisaris dan direktur utama. Uniknya, Adrian memberikan alasan bahwa calon istrinya sedang merajuk dan Leni sudah mengetahui siapa yang Adrian maksud. “Pak Lian, kenapa Anakmu jadi tidak profesional sekarang? Alasan apa yang harus aku berikan pada client?” gerutu Leni sesaat setelah menerima telepon dari Adrian. Selama Adrian di kamar mengecek pekerjaannya, Lita di dapur menyiapkan makanan untuk sarapan yang mendekati waktu makan siang. “Pak, apa kau sudah selesai?” tanya Lita setelah selesai memasak. “Sebentar lagi!” jawab Adrian tanpa menoleh ke arah Lita. “Sepertinya serius!” gumam Lita, lalu meng
"Mimi?!" pekik Lita dan Adrian bersamaan lagi. “Kalian kenal dengan tunanganku?” tanya Rado. “Tidak!” jawab Adrian. “Iya!" Lagi-lagi Lita dan Adrian menjawab secara bersamaan. Tetapi, kali ini dengan kata berbeda. Setelah menyadari jawaban mereka berbeda, Lita dan Adrian saling tatap. “Kau mengenalnya, Pak!” koreksi Lita berbisik “Tidak! aku tidak pernah bertemu dengannya!” Adrian menampik ucapan Lita dengan tegas “Apa?!” Lita menunjukkan wajah heran. “Hai ... maaf aku datang terlam—“ ucapan Mimi berhenti saat menyadari dua orang yang ada di depan tunangannya. “Sayang, perkenalkan ini Pak Adrian dan sekretarisnya, Nona Lita. Pak Adrian ini adalah investor yang aku bilang pagi tadi." “Ha—hai, Mimi.” Mimi mengulurkan tangannya gugup “Adrian.” “Lita.” Adrian tak melirik Mimi sedikit pun. Sedangkan Lita menunjukkan senyum canggungnya saat menjabat tangan Mimi. “Baru kali ini aku menja
“Perselingkuhan?” “Ya, perselingkuhan!” “Apa sekarang kau sedang menganggap aku sebagai suamimu, hingga mengatakan aku berselingkuh?” “E ... ee ....” Lita terlihat kebingungan karena terjebak dengan perkataannya sendiri. “Baiklah, kalau begitu aku akan menunjukkan bagaimana cara seorang suami membujuk istrinya yang sedang marah!” Adrian membuka tiga kancing kaos berkerahnya. “A—apa yang kau lakukan? I—ini tempat umum! A—aku akan berteriak jika kau macam-macam!” panik Lita saat Adrian mulai mengikis jarak antara mereka. “Aku sedang berusaha membujuk istriku dengan tindakan, karena aku sudah tidak tahu bagaimana membujuk istriku dengan kata-kata!” Adrian langsung menggendong Lita ala bridal style di depan umum, hingga membuat puluhan pasang mata dari pengunjung restoran dan ruko yang ada di sekitar menatap mereka. “Pak, turunkan aku! Ini tempat umum. Bagaimana kalau dilihat orang?!” protes Lita. “Orang-orang sudah mel
“Apa? Membunuhku? Siapa yang ingin membunuhku?” pikir Lita saat mendengar pembicaraan Adrian dan Zein. “Itu sebabnya sekarang aku tinggal di apartemen Lita, Kak. Aku akan mengawasinya 24 jam. Aku juga sudah memperketat penjagaan di sekitar apartemen. Kakak tidak perlu khawatir!” “Memperketat penjagaan? Apa maksudnya? Ada apa sebenarnya?” pikir Lita makin bingung Karena terlalu serius berpikir, Lita tidak menyadari bahwa Adrian sedang berdiri tepat di hadapannya setelah selesai menelepon Zein. Lita baru tersadar saat Adrian menjentikkan jari di depan wajahnya. “Apa yang kau lamunkan?” “Tidak, aku tidak mendengar apa pun pembicaraanmu di telepon. Aku hanya ingin mengantar makananmu! Ka-kau belum makan sejak tadi siang. A-aku akan menaruhnya di sini!” Lita ketakutan melihat tatapan mata Adrian yang biasa saja, hingga membuatnya gugup. “Apa Lita mendengar pembicaraanku tadi? Sepertinya dia tahu ada yang ingin membunuhnya! Aku tidak boleh m
Seandainya aku bisa mengikuti kata hatiku tanpa beban karena dendam di hatiku, tentu aku akan menyambutmu dengan senyuman kebahagiaan, bukan dengan tangisan seperti ini," lirih batin Lita. "Aku sedih karena aku tergoda ulat bulu sepertimu!” ucap Lita asal, karena tidak mungkin mengatakan kegalauan hatinya.Adrian terkekeh mendengar jawaban Lita. Alih-alih marah, Adrian justru mengeratkan pelukannya dan bertanya, “Apa aku boleh mencium pipimu?”Lita mengangguk dalam dekapan Adrian memberi izin. Dan Adrian terus menyerang Lita dengan ciumannya di seluruh wajah Lita hingga Lita kegelian dan tertawa.“Jangan ganti senyum manismu dengan tangisan, itu akan membuat wajahmu semakin jelek,” ledek Adrian sambil mengusap jejak air mata di pipi Lita.Adrian langsung mengajak Lita ke meja makan untuk sarapan. Saat Adrian akan menyendok nasi ke piring Lita, Lita mencegahnya, “Pak, kata kakakku tidak baik j
“Dengan?!” tanya Adrian heran.Lita langsung berjinjit untuk mencium Adrian. Melumat bibirnya dengan penuh kelembutan, berharap apa yang dia lakukan saat ini bisa sedikit membuat Adrian rileks. Lita tak peduli jika ketiga bodyguard Adrian masih ada di dekat mereka. Yang ia ingin saat ini hanya menghilangkan kecemasan Adrian.Adrian kembali mengeratkan pelukannya yang sempat mengendur. Ia menikmati permainan bibir Lita yang menurutnya makin pintar. Bahkan, saat Adrian ingin menyudahi permainan mereka, Lita menahan tengkuknya dan terus melumat bibir Adrian dengan rakus.Selain ingin membuat Adrian rileks, Lita juga sudah tidak bisa menahan pesona Adrian yang menurutnya makin tampan di tiap jamnya.Saling terbuai permainan masing-masing, membuat keduanya lupa bahwa saat ini masih siang hari dan mereka sedang ada di tanah lapang, sehingga keintiman mereka dapat dilihat oleh sepasang mata yang belum terlalu jauh pergi, melalui kaca spion.&l