Camille bangun kesiangan dengan kantung mata bergelantung tebal di bawah matanya.
“Hei, kamu tidak pergi bekerja hari ini?” tanya Solenne begitu melihat Camille keluar dari kamarnya menuju kamar mandi.“Bekerja, Bibi!” sahut Camille cepat lalu menutup pintu kamar mandi dan mandi dengan sangat cepat.“Apa yang kamu lakukan semalam, gadis kecil?” cetus Solenne sambil menyiapkan sarapan untuk putrinya tersebut.Camille tidak menjawab pertanyaan ibu angkatnya itu, sudah masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian dengan terburu-buru lalu segera keluar lagi, bersiap pergi bekerja.“Bibi …maaf, aku tidak sempat sarapan,”“Kalau begitu, kamu bisa membawanya! Kami semua sudah sarapan, Pamanmu dan Abraham sedang pergi terapi mandi air laut tadi,” sahut Solenne dengan telaten dan gesit memindahkan sandwich ke dalam tempat makanan dan memasukkannya ke dalam tas Camille.Mata Solenne terbelalak melihat dua gepok uang, pecahan seratus Euro ada di dalam tas putrinya tersebut yang dia sedang mengikat rambutnya di depan cermin.“Cammie …” panggil Solenne lirih.Tangan Solenne bergetar, lidahnya kelu melihat gepokan uang yang dia sangat tahu apa yang telah di lakukan oleh putri cantiknya sehigga terlambat bangun dengan kantung mata menghitam tebal di wajahnya.“Sungguh, aku baik-baik aja! Aku tidak ingin merepotkan kalian tetapi vitamin Abram tidak boleh putus. Jangan kuatir, aku akan menjaga diriku baik-baik,” bisik Camille sambil memeluk tubuh Solenne dari belakang dan melabuhkan wajahnya menempel di pundak ibu angkatnya tersebut.“Kamu sudah berjanji, Gadis kecil …”“Ya! Karena itu, maafkan aku. Please …” potong Camille cepat membalikkan tubuh besar Solenne agar menghadap ke arahnya.Camille menatap lekat ke dalam netra kecoklatan Solenne, “Kamu tau, Bibi? Aku sangat mencintai kalian! Kalian adalah keluargaku dan aku akan melakukan apapun untuk kita tetap bersama dalam keadaan sehat. Jangan katakan pada Abram dan Paman, juga aku berikan ini untukmu. Tambahlah varian atau stok jualan kita juga toko kita saat ini sudah mulai ramai, bukalah lowongan untuk pekerja yang bisa bekerja berat untuk membantumu. Aku akan baik-baik saja, kamu hanya perlu mendoakanku, hem?”Solenne menelan salivanya sendiri, perlahan kepalanya mengangguk.“Kamu harus hati-hati, Gadisku! Sungguh, aku tidak ingin kamu melakukan ini …”Camille mengangguk, menggenggamkan satu gepok uang ke tangan Solenne, “Aku tau, tapi kita terpaksa dan tidak punya jalan lain. Atau kita jual saja berlian itu?”Solenne menggeleng cepat, “Tidak, kita tidak akan menjualnya! Itu adalah satu-satu harta identitasmu. Kita tidak akan menjualnya!” jawab Solenne cepat akan ide Camille.Beberapa tahun lalu, Dylan menemukan bayi terbungkus selimut tebal pada sebuah pelataran rumah di tengah salju lebat sedang turun. Setelah melihat sekelilingnya, Dylan tidak melihat siapapun. Dylan segera mengambil dan mendekap bayi yang kedinginan tersebut ke pelukannya, bibir sang bayi sudah hampir menghitam kedinginan dan membawanya pulang.Sesampainya di rumah, Dylan menyerahkan sang bayi ke tangan istrinya dan mereka menemukan kalung berlian melingkari leher sang bayi dengan ukiran nama Camille. Sehingga mereka pun memberikan nama Camille dengan panggilannya Cammie pada sang bayi yang mereka besarkan penuh cinta kasih, canda dan tawa.
Kini bayi yang ditemukan dan di curi Dylan tersebut sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik juga jenius, meskipun tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan di sekolah formal.“Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi bekerja sekarang,” tukas Camille sambil mendaratkan kecupan di pipi gemuk Solenne yang akhirnya hanya bisa tersenyum tidak berdaya meskipun dalam hatinya tidak henti-hentinya dia berdoa agar putri angkatnya tersebut selalu berada dalam keadaan baik.--“Hai!” sapa Pierre pada Camille saat melihat gadis cantik itu tiba di cafe.“Maaf aku terlambat,” ucap Camille sedikit menundukkan wajahnya lalu mengedarkan tatapannya ke sekeliling cafe yang sudah ada beberapa pelanggan sedang sarapan.Tangan Pierre memegangi ikatan rambut Camille lalu menyentuh lembut dagu gadis itu dan melihat penampilannya secara teliti.“Kamu sakit?” tanya Pierre menatap lekat ke dalam mata Camille.Camille menggeleng sambil tersenyum yang terlihat seperti meringis, menepiskan tangan Pierre pada dagunya.“Aku kesulitan tidur semalam, menjelang pagi baru tertidur. Sepertinya karena pulang cepat kemarin, aku terlalu banyak waktu luang dan tubuhku menjadi santai sehingga sedikit manja sampai bergadang,” elak Camille yang terdengar sangat meyakinkan tetapi Pierre tersenyum dalam hatinya.“Kalau begitu, hari ini kamu boleh libur. Istirahatlah pulang, aku tidak akan memotong gajimu,” cetus Pierre sambil mengedipkan sebelah matanya pada Camille.Camille menatap mata Pierre yang juga mengunci tatapan padanya, beberapa kali kelopak mata Camille berkedip, kehilangan kata-kata untuk menjawab ucapan bosnya tersebut.“Dalam sebulan, setiap karyawan di berikan libur empat hari. Jadi hari ini kamu boleh libur untuk membayar hutang tidurmu. Jangan kuatir, aku tidak memecatmu, Cammie!” lanjut Pierre meyakinkan Camille.“Jika kamu keberatan orangtuamu akan bertanya-tanya, kamu bisa tidur istirahat di rumahku, beberapa blok di atas …”“Uhm, aku pulang aja. Terima kasih Bos!” jawab Camille cepat. Ditanggapi senyum lebar pada wajah Pierre.Camille ingat, dia harus pergi membeli vitamin untuk Abraham di klinik sesuai resep Dokter yang pernah merawat sahabatnya itu sebelumnya yang masih disimpannya.Pierre menoel puncak hidung Camille, mengangguk tersenyum lalu dia melepaskan apron yang melingkari pinggangnya dan merengkuh lengan Camille untuk dia ajak keluar menuju sepeda motornya.“Aku bisa pulang sendiri,” tolak Camille yang mengerti maksud Pierre ingin mengantarnya pulang.“Yakin? Atau kamu bisa mengendarai motor? Kamu bisa membawa motorku pulang ke rumahmu dan besok ingat untuk masuk bekerja,”Camille menggeleng, “Aku tidak bisa mengendarai motor!” ringisnya sambil tertawa kecil.“Bos?!” Donna datang mencari dan memanggil Pierre yang sedang bersama Camille.“Aku akan pulang. Terima kasih, Pierre!” bisik Camille yang disenyumin Pierre.Pierre masuk mengikuti Donna dan wajahnya seperti biasanya langsung berubah serius tanpa senyum seperti yang dia tunjukkan pada Camille.Sementara Camille, dia tidak langsung pulang tetapi mencari klinik untuk dia bisa membeli vitamin. Sudah tiga klinik yang Camille datangi tetapi mereka tidak menjual vitamin seperti pada resep Dokter di tangan Camille.
“Nona bisa pergi ke klinik Giovanna, di sana lebih besar dan ada Dokter juga yang berjaga. Mungkin bisa membantu Nona,” ucap petugas klinik kecil yang baru didatangi oleh Camille.Camille mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu segera pergi ke klinik Giovanna seperti yang tadi di tunjukkin oleh petugas klinik.Di cafe Lemoncello, Pierre menghubungi seseorang melalui sambungan ponselnya.“Bagaimana? Kamu sudah menemukannya?” tanya Pierre pada orang yang menerima telponnya.“Ya, dia pergi ke klinik Giovanna.” sahut suara pria yang menerima sambungan telpon Pierre.“Uhm, dapatkan info tentangnya ke Dokter atau siapa pun yang melayaninya!” pinta Pierre tegas yang disanggupi oleh suara pria di sambungan telponnya.Camille sedang duduk di kursi tunggu setelah memberikan kertas resep di tangannya ke petugas bagian obat di klinik Giovanna, kemudian dia dipanggil petugas lain yang memintanya untuk segera masuk ke ruangan Dokter.Vote ya, love you!
Acara makan perayaan ulangtahun Richie berjalan hangat kekeluargaan. Meskipun Eve dan Jared belum sempat datang karena kesibukan pekerjaan, anak lelaki itu tetap terlihat ceria melakukan panggilan video di pelukan Pierre yang membingkainya penuh kasih. "Tidak apa-apa, Granty. Selesaikan pekerjaan Granty dulu, nanti segera datang kalau adik Richie lahir." "Tentu, Sayang. Granty pasti datang ke sana. Nanti hadiahnya Granty kirimkan, oke?" Eve menjawab dan menatap lembut cucu lelakinya yang terlihat semakin 'dewasa' karena sebentar lagi akan memiliki adik. "Terima kasih, Granty. I love you!" Jared yang datang ke ruangan Eve, turut memberikan kecupan jauh untuk Richie bersama Eve melambaikan tangan dan panggilan video dimatikan oleh Richie. "Apakah sekarang kamu sudah senang? Granty-mu tidak bisa datang karena sibuk. Tapi segera mereka akan ada di sini begitu pekerjaan bisa ditangani untuk di pantau secara online." Clea berjalan membawa dua gelas minuman di tangannya ke arah Richie da
Pierre sudah dalam perjalanan ke rumah pantai Barcelona ketika ponselnya di atas dasbor bergetar mendapat panggilan telpon yang tersambung ke earphone pada telinganya. "Paman ..." terdengar suara anak lelaki memanggil Pierre. "Paman sudah dalam perjalanan ke sini? Sudah di mobil?" Sudut bibir Pierre refleks merekahkan senyuman manis hingga matanya menyipit. "Ya. Paman sudah di dalam mobil, Tiga puluh menit lagi sampai di rumah. Richie ingin dibelikan sesuatu? Paman akan melewati tempat jajanan kue-kue lezat ..." "Tidak! Paman cepatlah mengemudikan mobilnya! Kata Mama, sebentar lagi akan ada badai salju." anak lelaki yang dipanggil Richie oleh Pierre segera menjawab tegas juga terdengar kuatir pada nada suaranya. "Baik. Paman matikan dulu telponnya, oke?" "Oke, Paman! I love you!" Pierre segera memutuskan sambungan telponnya dari panggilan atas nama Camille tersebut setelah balas mengucapkan 'I Love You' pada Richie. Pierre mengemudikan mobilnya semakin cepat dan hati-hati, karen
"Sebenarnya Daniel mengajakku kencan ..." Clea berkata jujur seraya mengunyah potongan daging di dalam mulutnya. Gerakan tangan Pierre yang hendak menyendok soup hangat untuk Clea, langsung terhenti sejenak. Mata Pierre mengunci pandangan pada Clea, "Daniel asistennya Martin?" tanyanya sembari mengerjapkan kelopak mata menyunggingkan senyuman tipis. Clea mengangguk, "Uhm." "Daniel pria baik. Sepertinya cocok denganmu. Ku dengar, dia juga yang sebelumnya membantumu melakukan tes DNA Camille di Roma, bukan?" Pierre menyerahkan mangkuk soup ke depan Clea yang langsung diraih wanita muda itu, menyeruputnya lahap sembari memberikan anggukan sebagai tanggapan pertanyaan Pierre. "Daniel juga yang mendampingimu ketika kamu memberikan misi perampokan pada kami ..." Clea tergelak cerah melihat sinar mata bahagia di mata Pierre yang sangat jelas terlihat jika pria itu menyetujui Daniel bersama Clea. Memang tak ada cinta sebagai pria dewasa dari Pierre untuk Clea. "Aku juga sudah berkata 'y
Pierre semakin sibuk dengan pekerjaannya yang kembali mengelola Lemoncello. Pria tampan itu juga melakukan koordinasi bisnis cafe dengan Dylan, Solenne dan Christopher di Barcelona. Sebelumnya, semua urusan pasokan bahan baku untuk cafe di Barcelona, Pierre yang melakukannya. "Hari ini akan ada pasokan bahan baku, sayuran serta buah dari Toko A, besok untuk ikan segar dari Mister XX serta daging segar dari peternakan ..." "Maaf, selalu merepotkanmu, Pierre. Nanti saya akan coba menangangi dan melakukan pemesanan langsung ke orang yang biasa datang ke cafe." Dylan menyela perkataan Pierre yang menghubunginya melalui sambungan telpon. "Tak apa-apa, Paman. Pekerjaanku masih bisa dihandel oleh Luciano ..." "Pierre ..." Dylan memanggil, mendesah pelan tidak melanjutkan perkataannya. Pierre tertawa kecil, "Baiklah. Nanti aku akan pinta semua pemasok menghubungi Paman. Bagaimana kesehatan Paman dan Bibi? Ku dengar Abraham kembali ke Barcelona?"Pierre akhirnya membicarakan topik lain den
"Cammie ...ini tidak benar!"Pierre berusaha mendorong tubuh wanita yang beberapa saat lalu ia rengkuh masuk ke dalam pelukan dan lumat bibirnya penuh hasrat gairah. Clea yang dikira Camille oleh Pierre, tidak melepaskan pria itu yang ia dorong jatuh terlentang ke atas sofa. Secara sadar, Clea mengais bibir Pierre, memberikan kecupan dan hisapan pada pria yang sedang dalam pengaruh alkohol tersebut. Tiga puluh menit lalu, Pierre akhirnya sampai di kediamannya, sama sekali tidak menyadari ada sebuah mobil yang terus mengikutinya dari belakang, memastikan pria itu selamat sampai di rumah. Setibanya di dalam rumah, Pierre mengeluarkan koleksi minuman kerasnya yang biasanya ia nikmati bersama Luca. Satu-satunya sahabatnya yang ia pikir playboy namun bernasib nahas seperti dirinya karena tidak menemukan wanita yang cocok untuk menjadi pasangan. Ternyata Luca mengencani Martha yang terlanjur merasa sakit hati pada Pierre, mengira pria itu mengkhianatinya dengan Donna. Clea terus memper
Setelah pergulatan panas di atas geladak, Martin membopong tubuh lemas Camille memasuki ruangan kamar mereka. "Istirahatlah, aku ambil makanan ke bawah." bisik Martin lembut seraya memberikan kecupan ke kening Camille yang mengangguk pelan. Camille langsung bergulung dalam selimut tipis, bibirnya tersenyum membayangkan betapa nikmatnya berada dalam pelukan panas Martin sewaktu mereka bergumul di geladak. Jantung dalam rongga dada Camille kembali berdebar-debar hanya membayangkan jika dirinya sudah kembali merindu ingin disesaki batang jantan suami tampannya. "Hei, tidak istirahat, kenapa senyum-senyum sendiri?"Martin telah meletakkan nampan berisi makanan malam mereka berdua ke atas meja, lalu menghampiri Camille yang sepertinya terkejut menyadari kedatangannya. "Sudah tidak perih?" Martin bertanya sambil duduk pada tepian ranjang, menjalarkan telapak tangannya mengusap permukaan kulit perut Camille dari balik selimut. Camille meraih tangan Martin yang membelai perutnya dan memb