Share

8. Perintah Pierre Bastien

Camille bangun kesiangan dengan kantung mata bergelantung tebal di bawah matanya.

“Hei, kamu tidak pergi bekerja hari ini?” tanya Solenne begitu melihat Camille keluar dari kamarnya menuju kamar mandi.

“Bekerja, Bibi!” sahut Camille cepat lalu menutup pintu kamar mandi dan mandi dengan sangat cepat.

“Apa yang kamu lakukan semalam, gadis kecil?” cetus Solenne sambil menyiapkan sarapan untuk putrinya tersebut.

Camille tidak menjawab pertanyaan ibu angkatnya itu, sudah masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian dengan terburu-buru lalu segera keluar lagi, bersiap pergi bekerja.

“Bibi …maaf, aku tidak sempat sarapan,”

“Kalau begitu, kamu bisa membawanya! Kami semua sudah sarapan, Pamanmu dan Abraham sedang pergi terapi mandi air laut tadi,” sahut Solenne dengan telaten dan gesit memindahkan sandwich ke dalam tempat makanan dan memasukkannya ke dalam tas Camille.

Mata Solenne terbelalak melihat dua gepok uang, pecahan seratus Euro ada di dalam tas putrinya tersebut yang dia sedang mengikat rambutnya di depan cermin.

“Cammie …” panggil Solenne lirih.

Tangan Solenne bergetar, lidahnya kelu melihat gepokan uang yang dia sangat tahu apa yang telah di lakukan oleh putrinya tersebut sehigga terlambat bangun dengan kantung mata menghitam tebal di wajahnya.

“Sungguh, aku baik-baik aja! Aku tidak ingin merepotkan kalian tetapi vitamin Abram tidak boleh putus. Jangan kuatir, aku akan menjaga diriku baik-baik,” bisik Camille sambil memeluk tubuh Solenne dari belakang dan melabuhkan wajahnya menempel di pundak ibu angkatnya tersebut.

“Kamu sudah berjanji, Gadis kecil …”

“Ya! Karena itu, maafkan aku. Please …” potong Camille cepat membalikkan tubuh besar Solenne agar menghadapnya.

Camille menatap lekat ke dalam netra kecoklatan Solenne, “Kamu tau, Bibi? Aku sangat mencintai kalian! Kalian adalah keluargaku dan aku akan melakukan apapun untuk kita tetap bersama dalam keadaan sehat. Jangan katakan pada Abram dan Paman, juga aku berikan ini untukmu. Tambahlah varian atau stok jualan kita juga toko kita saat ini sudah mulai ramai, bukalah lowongan untuk pekerja yang bisa bekerja berat untuk membantumu. Aku akan baik-baik saja, kamu hanya perlu mendoakanku, hem?”

Solenne menelan salivanya sendiri, perlahan kepalanya mengangguk.

“Kamu harus hati-hati, Gadisku! Sungguh, aku tidak ingin kamu melakukan ini …”

Camille mengangguk, menggenggamkan satu gepok uang ke tangan Solenne, “Aku tau, tapi kita terpaksa dan tidak punya jalan lain. Atau kita jual saja berlian itu?”

Solenne menggeleng cepat, “Tidak, kita tidak akan menjualnya! Itu adalah satu-satu harta identitasmu. Kita tidak akan menjualnya!” jawab Solenne cepat akan ide Camille.

Beberapa tahun lalu, Dylan menemukan bayi terbungkus selimut tebal pada sebuah pelataran rumah di tengah salju lebat sedang turun. Setelah melihat sekelilingnya, Dylan tidak tidak melihat siapapun. Dylan segera mengambil dan mendekap bayi yang kedinginan tersebut ke pelukannya, bibirnya sudah hampir menghitam kedinginan. Sesampainya di rumah, Dylan menyerahkan sang bayi ke tangan istrinya dan mereka menemukan kalung berlian melingkari leher sang bayi dengan ukiran nama Camille. Sehingga merekapun memberikan nama Camille dengan panggilannya Cammie.

Kini bayi yang ditemukan dan di curi Dylan tersebut sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik juga jenius, meskipun tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan di bangku sekolah formal.

“Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi bekerja sekarang,” tukas Camille sambil mendaratkan kecupan di pipi gemuk Solenne yang akhirnya hanya bisa tersenyum tidak berdaya meskipun dalam hatinya tidak henti-hentinya dia berdoa agar putri angkatnya tersebut selalu berada dalam keadaan baik.

--

“Hai!” sapa Pierre pada Camille saat melihat gadis cantik itu tiba di café.

“Maaf aku terlambat,” ucap Camille sedikit menundukkan wajahnya lalu mengedarkan tatapannya ke sekeliling café yang sudah ada beberapa pelanggan sedang sarapan.

Tangan Pierre memegangi ikatan rambut Camille lalu menyentuh lembut dagu gadis itu dan melihat penampilannya secara teliti.

“Kamu sakit?” tanya Pierre menatap lekat ke dalam mata Camille.

Camille menggeleng sambil tersenyum lirih, menepiskan tangan Pierre pada dagunya.

“Aku kesulitan tidur semalam, menjelang pagi baru tertidur. Sepertinya karena pulang cepat kemarin, aku terlalu banyak waktu luang dan tubuhku menjadi santai sehingga sedikit manja sampai bergadang,” elak Camille yang terdengar sangat meyakinkan tetapi Pierre tersenyum dalam hatinya.

“Kalau begitu, hari ini kamu boleh libur. Istirahatlah pulang, aku tidak akan memotong gajimu,” cetus Pierre sambil mengedipkan sebelah matanya pada Camille.

Camille menatap mata Pierre yang juga mengunci tatapan padanya, beberapa kali kelopak mata Camille berkedip, kehilangan kata-kata untuk menjawab ucapan bosnya tersebut.

“Dalam sebulan, setiap karyawan di berikan libur empat hari. Jadi hari ini kamu boleh libur untuk membayar hutang tidurmu. Jangan kuatir, aku tidak memecatmu, Cammie!” lanjut Pierre meyakinkan Camille.

“Jika kamu keberatan orangtuamu akan bertanya-tanya, kamu bisa tidur istirahat di rumahku, beberapa blok di atas …”

“Uhm, aku pulang aja. Terima kasih Bos!” jawab Camille cepat. Ditanggapi senyum lebar pada wajah Pierre.

Camille ingat, dia harus pergi membeli vitamin untuk Abraham di klinik sesuai resep Dokter yang pernah merawat sahabatnya itu sebelumnya yang masih disimpannya.

Pierre menoel puncak hidung Camille, mengangguk tersenyum lalu dia melepaskan apron yang melingkari pinggangnya dan merengkuh lengan Camille untuk dia ajak keluar menuju sepeda motornya.

“Aku bisa pulang sendiri,” tolak Camille yang mengerti maksud Pierre ingin mengantarnya pulang.

“Yakin? Atau kamu bisa mengendarai motor? Kamu bisa membawa motorku pulang ke rumahmu dan besok ingat untuk masuk bekerja,”

Camille menggeleng, “Aku tidak bisa mengendarai motor!” sahutnya sambil tertawa kecil.

“Bos?!” Donna datang mencari dan memanggil Pierre yang sedang bersama Camille.

“Aku akan pulang. Terima kasih, Pierre!” bisik Camille yang di senyumin Pierre.

Pierre masuk mengikuti Donna dan wajahnya seperti biasanya langsung berubah serius tanpa senyum seperti yang dia tunjukkan pada Camille. Sementara Camille, dia tidak langsung pulang tetapi mencari klinik untuk dia membeli vitamin. Sudah tiga klinik yang Camille datangi tetapi mereka tidak menjual vitamin seperti pada resep Dokter di tangan Camille.

“Nona bisa pergi ke klinik Giovanna, di sana lebih besar dan ada Dokter juga yang berjaga. Mungkin bisa membantu Nona,” ucap petugas klinik kecil yang baru didatangi oleh Camille.

Camille mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu segera pergi ke klinik Giovanna seperti yang tadi di tunjukkin oleh petugas klinik.

Di café Lemoncello, Pierre menghubungi seseorang melalui sambungan ponselnya.

“Bagaimana? Kamu sudah menemukannya?” tanya Pierre pada orang yang menerima telponnya.

“Ya, dia pergi ke klinik Giovanna,” sahut suara pria yang menerima sambungan telpon Pierre.

“Uhm, dapatkan info tentangnya ke Dokter atau siapapun yang melayaninya!” pinta Pierre tegas yang disanggupi oleh suara pria di sambungan telponnya.

Camille sedang duduk di kursi tunggu setelah memberikan kertas resep di tangannya ke petugas bagian obat di klinik Giovanna, kemudian dia dipanggil petugas lain yang memintanya untuk segera masuk ke ruangan Dokter.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status