Share

7. Bantuan

Camille berhasil keluar dari rumah tanpa membangunkan siapapun, kaki jenjangnya berlari ke arah jalanan dan menumpang mobil angkutan umum yang membawanya ke Positano. Camille belum pernah datang ke Positano tetapi bukan berarti dia tidak bisa membaur atau mencium aroma uang dan harta yang tersimpan di dalam rumah-rumah orang kaya yang tampak megah dan mewah juga sunyi.

Setelah membayar jasa angkutan, Camille berjalan menyusuri jalanan dan ketika tiba di tempat sepi, gadis muda itu langsung memakai cadar kain hitam untuk menutupi separoh wajahnya. Kemudian, meloncati pagar lalu berjalan cepat, mengendap dan mata indahnya sangat waspada mengenali serta menandai sekelilingnya. 

Camille menemukan sebuah rumah yang menarik perhatiannya, berada di tepi jurang. Sekeliling rumah terdapat bebatuan seperti batu karang, seakan membingkainya dengan kokoh juga sangat indah. Rumah yang hanya beberapa meter dari tempatnya saat ini berdiri dalam kegelapan. 

Cukup lama Camille mengamati pemandangan rumah megah tersebut, memperhatikan pencahayaannya yang temaram seakan hanya memberikan sedikit perlawanan akan gelapnya malam yang turun semakin pekat. 

“Masuk atau tidak?” Camille bermonolog sambil mengetuk-ngetuk posisi hatinya dengan telunjuk runcingnya. 

Setelah mengambil napas sejenak, malam juga sudah semakin larut, akhirnya Camille memutuskan untuk masuk ke rumah megah di tepi jurang tersebut. 

Camille mendengar penjaga di pintu gerbang masuk rumah megah mendengarkan radio, sehingga mempermudah pergerakannya untuk bisa masuk menyelinap memanjat dari pagar samping rumah yang gelap. 

“Ku harap bisa mendapatkan sedikit uang dari sini agar bisa membeli vitamin untuk Abram,” gumam Camille seraya mencongkel jendela kaca berbingkai kayu di depannya. 

Jendela kaca terbuka dengan mudah dan Camille sudah melompat masuk ke dalam ruangannya. Tanpa Camille duga, di dalam rumah juga sangat minim penerangan, seperti kediaman yang tidak ditempati oleh penghuninya. 

Camille sedikit merasa kecewa, jika rumah tersebut tidak berpenghuni, apa mungkin dia bisa mendapatkan sedikit uang untuk dia curi? 

“Sepertinya aku lapar jadi penciumanku akan uang sedikit gagal,” gumam Camille masih berusaha menyusuri ruangan tengah rumah megah. 

Telinga Camille yang sensitif mendengar suara langkah kaki. Hal tersebut menerbitkan senyum manis di balik kain cadarnya.

Camille berpaling untuk mencari sumber suara kaki lalu mengikutinya perlahan-lahan. 

“Apaaaa? Dia juga mencuri, sama sepertiku? Hmm …sepertinya penciumanku tidak salah! Rumah ini menyimpan uang banyak,” bathin Camille saat dia melihat orang yang dia ikuti berpakaian hitam ketat melekat pada tubuh, menggunakan topi dan penutup wajah yang juga berwarna hitam. 

Camille bisa menebak dari postur tubuh serta otot lengan orang di depannya tersebut adalah seorang laki-laki. Pria itu berjalan ke salah satu ruangan yang gelap. Terdapat sinar laser menyala merah di dalam ruangannya, yang menandakan jika ruangan tersebut adalah tempat penyimpanan uang atau harta berharga. 

Camille tidak ingin harta berharga seperti berlian atau apapun. Dia hanya membutuhkan uang. Uang cash! Agar bisa segera digunakan untuk membeli vitamin Abraham. 

Sang pria di depan Camille menekan salah satu dinding dan semua sinar laser seakan menarik diri dari benang-benangnya, menyisakan cahaya merah yang masih menyala redup pada benda hitam yang menempel di dinding. 

Sang pria berjalan ke salah satu dinding dan mengetuk-ketuk ringan pada dinding di depannya tersebut. Tidak lama kemudian, dindingnya terbuka memperlihatkan brangkas baja yang seperti tertanam dalam dinding. Camille terus memperhatikan apapun yang dilakukan sang pria dan juga merekamnya di dalam kepalanya. Bukan hal tidak mungkin jika suatu saat nanti, dia akan kembali ke rumah megah ini jika aksi yang mereka lakukan malam ini aman terkendali. 

Terdengar decakan suara sang pria saat melihat tumpukan uang yang masih berupa gepokan-gepokan dengan label bank melilitnya, juga ada dokumen dan beberapa kotak sepertinya berisi perhiasan yang bisa terlihat dari tempat Camille bersembunyi saat ini. 

“Sstt, sstt!” bibir sang pria berdesis seperti kode memanggil seseorang. 

Camille langsung waspada, tetapi dia tidak melihat siapapun di sekitarnya sebagai rekan dari sang pria. Kening Camille berkerut dan berpikir apakah dirinya diketahui oleh sang pria?

Belum selesai Camille berpikir berbagai kemungkinan, dia di kejutkan oleh lemparan dua gepokan uang ke depannya dari sang pria. 

Camille memandangi uang yang terlihat berkilau bagaikan berlian di depannya sejenak, lalu melihat ke arah sang pria yang mengangguk ke arahnya. 

“Sial, dia mengetahui aku mengikutinya!” gerutu Camille dalam kepalanya. 

 

“Ambil dan cepat pergi sebelum bulan muncul menerangi kediaman ini!” ucap sang pria yang membuat Camille semakin terkejut karena suara pria tersebut yang berat dan serak sangat familiar di telinganya. 

Tanpa bertanya dan berpikir panjang, Camille mengambil dua gepokan uang di depannya dan langsung memasukkan ke kantong ajaibnya yang terletak pada bagian depan pinggangnya. 

Camille langsung bergerak mundur dengan cepat, kembali ke tempat dia masuk pertama kali tadi yang masih aman. Gadis itu segera turun melalui jendela dan melompati pagarnya kemudian berlari tanpa melihat ke belakang namun sangat waspada memindai sekelilingnya agar tidak terpergok orang lain. 

Setelah agak jauh, Camille membuka penutup kepalanya, menurunkan ikatan rambut di puncak kepalanya sehingga rambut panjangnya tergerai indah jatuh melewati bahu sampai ke punggungnya. 

Camille juga membuka lengan panjang berwarna hitamnya, melipat dan menyimpan di pinggang, membuatnya seperti bidadari yang turun di bawah cahaya bulan. Benar, bulan sudah muncul seperti prediksi pria yang juga mencuri di rumah megah tepi jurang. 

Camille melihat seorang pemuda menggunakan sepeda motor yang menuju ke arahnya dan dia coba hentikan. 

“Boleh aku membayarmu untuk mengantarkan aku?” tanya Camille mencoba sedikit gaya menggoda seperti yang pernah dia lihat para gadis menggoda pria. 

Sang pemuda tersenyum, dia memperhatikan penampilan gadis muda di depannya sama sekali tidak mirip wanita malam. Tetapi mungkin saja dia bisa mendapatkan jackpot malam ini. Tidak ada pemuda yang tidak menyukai gadis cantik apalagi gadis yang menghentikannya jauh melebihi dari kata cantik. 

“Tentu! Kamu ingin aku mengantarmu kemana?” tanya sang pemuda pada Camille. 

“Aku tidak ingin dianggap berbohong, jadi aku akan membayarmu di depan. Ikuti saja arahanku, bagaimana?” ucap Camille sambil mengeluarkan selembar uang kertas dalam kantong penyimpanan senilai Seratus Euro dan memberikannya pada si pemuda yang semakin tersenyum merekah menerima uang dari tangan gadis yang mencegatnya tersebut. 

“Oke, naiklah!” sahut sang pemuda sedikit memajukan duduknya agar gadis cantik di depannya bisa duduk leluasa pada boncengan motornya. 

“Aku perlu mengambil jaket di rumahku dulu, apakah kamu keberatan? Dan aku juga memiliki jaket lain untuk kamu pakai, gratis!” 

“Baik, cepatlah! Jangan coba-coba membohongiku karena aku bisa mengirimkan mantra untuk membunuhmu! Aku adalah seorang penyihir,” cetus Camille yang ditanggapi gelak tawa sang pemuda. 

“Luciano Caruso, siapa tau nanti kamu membutuhkan namaku untuk memantraiku,” ujar sang pemuda masih sambil tergelak. 

Motor Luciano berbelok ke salah satu gang kecil yang terdapat tangga untuk untuk naik pada bagian luar sebuah rumah susun dalam gang tersebut. 

“Tunggu di sini, aku tidak akan lama!”

 

Lima menit kemudian, Luciano turun kembali sudah memakai jaket kulit tebal pada tubuhnya dan menenteng satu jaket lagi yang dia berikan untuk Camille. 

“Siapa namamu?” tanya Luciano setelah motornya dengan Camille duduk pada boncengannya, kembali membelah jalanan yang kini semakin terang oleh cahaya bulan yang benderang. 

“Linda! Linda Pavarotti,” jawab Camille cepat yang langsung terpikirkan nama itu dalam kepalanya. 

“Nama yang sangat cocok untuk gadis secantik kamu, Linda!” 

Luciano terus mengajak Camille berbincang dan tanpa terasa, mereka telah memasuki daerah Sorrento. Motor Luciano terus melaju mendekati ruko tempat tinggal Camille tetapi gadis itu sengaja meminta berhenti sedikit jauh dari tempat tinggalnya. 

Camille kembali memberikan dua lembar seratus Euro ke Luciano sebagai bayaran dan terima kasihnya pada pemuda itu. 

“Ini terlalu banyak! Aku bahkan tidak merasa sedang di sewa karena aku senang mengantarkanmu ke sini. Ku harap kita bisa bertemu lagi,” Luciano menolak uang yang di sodorkan Camille padanya. 

“Baiklah! Kalau begitu, ambillah satu lembar ini agar aku tidak merasa berhutang budi!” pinta Camille yang akhirnya di terima oleh Luciano. 

Setelah Camille turun dari boncengannya, Luciano melajukan motornya ke arah café Lemoncello menuju ke sebuah rumah yang tidak jauh dari café dan langsung memasuki rumah tersebut menggunakan kunci yang dia miliki dengan senyum terkembang pada wajah tampannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status