Camille merupakan pencuri ulung yang dianggap penjahat oleh masyarakat golongan atas. Kepalanya bahkan dihargai jutaan Dollar. Hanya saja, di sebuah misi, Camille tak sengaja bertabrakan dengan Martin Jakovsky--tuan muda kaya raya--yang menderita penyakit alergi aneh. Tubuhnya tidak bisa bersentuhan ataupun di sentuh oleh lawan jenis. Anehnya, dia tidak alergi dengan Camille! Tuan Muda Martin menjadi penasaran. Pria itu bahkan diam-diam melindungi dan mengerahkan orang-orangnya untuk menjaga sang gadis dari cengkeraman para orang kaya juga penguasa. Sebenarnya, kenapa Martin mau bersusah payah untuk membantu si Gadis Pencuri? Apakah ada sesuatu yang diinginkan sang tuan muda dari pencuri cantik itu?
Lihat lebih banyak"Wah, rumah yang besar dan sunyi seperti museum! Aku akan kembali lagi nanti, tunggu aku barang-barang mahal. Tunjukkan keberadaan kalian padaku!" bisik Camille ke dirinya sendiri lalu tersenyum di balik kain cadar hitam yang menutupi separoh wajahnya.
Gadis cantik yang senang melakukan pekerjaan sampingan untuk mencuri di kediaman orang kaya itu sontak berbalik arah, saat telinganya mendengar suara getaran ponsel.
Bergegas, Camille meninggalkan ruangan mewah yang akan menjadi target mencurinya tersebut. Namun tanpa sengaja, saat Camille berbalik, tangannya menyenggol patung kristal di atas pajangan yang tergantung di dinding.
Prang!!!
Patung kristal yang berbentuk seperti kuda ukuran tiga puluh centimeter pada dinding tersebut hancur berserakan di atas lantai, membuat suara pecahannya terdengar sangat nyaring pada tengah malam nan sunyi.
Martin masih belum tidur, dia sedang memeriksa laporan dan dokumen pekerjaan yang diberikan oleh asistennya, Patrick. Ponsel Martin baru saja bergetar menandakan alarm tidur untuk pria itu segera menghentikan pekerjaannya namun Martin terkejut mendengar suara benda jatuh yang terdengar pecah dan sangat nyaring dalam ruangan lain di kediamannya.
Dengan cepat, Martin membuka pintu kamarnya dan tidak sempat untuk menghidupkan lampu, matanya menangkap siluet tubuh yang memakai pakaian hitam berlari ke arahnya.
Camille terkejut dengan kehadiran Martin dan melompat ke arah pria itu yang tidak sempat dia perhatikan selain pria yang berdiri di tengah ruangan kediaman mewah tersebut adalah pria yang memiliki tubuh tinggi atletis.
Camille menyibakkan cadar kain hitam depan bibirnya lalu membungkam bibir Martin dengan ciuman. Sebuah ciuman dalam yang sangat agresif dari seorang gadis!
Camille bukanlah gadis bodoh, meskipun dia sangat polos dan lugu belum pernah berciuman dengan lawan jenis sebelumnya. Tetapi dia sudah sering melihat bagaimana cara pria mencium para gadis di pesta yang bahkan tidak pernah dia tertarik untuk masuk ataupun membaur namun sering mengintip apa yang terjadi pada orang-orang yang menghadiri pesta.
Camille menekan belakang kepala pria di depannya dan memaksa pria itu membuka mulutnya yang Camille sendiri terkejut akan sensasi ketika lidah mereka bertemu.
Mata Camille melotot terkejut, begitu juga dengan Martin yang membeliak membola sesaat, kemudian segera menyipitkan tatapan matanya agar bisa melihat siapa orang yang sedang menciumnya.
Martin bisa merasakan bibir kenyal, tangan yang ramping dan buah dada sedikit menempel pada dadanya, menebak jika orang di depannya adalah seorang wanita.
“Apa yang kau lakukan?!” pekik Martin frustasi tetapi Camille menahan tubuh Martin agar tidak bisa bergerak dan menyadari siapa dirinya.
Camille masih terus melumat dan memagut bibir Martin tidak beraturan. Menciptakan sensasi geli dalam perut Martin namun juga nikmat! Pun juga sama dengan Camille sendiri.
Martin mendorong tubuh wanita yang menciumnya itu dengan panik, tangannya menjepit ujung hidung runcingnya dan matanya menyipit nanar menggelengkan kepala berkali-kali, menghindar juga ingin mengetahui siapa wanita yang sudah menyentuhnya tersebut.
Pria berusia 30 tahun namun memiliki penyakit alergi aneh yaitu tidak bisa bersentuhan dengan wanita. Martin akan menderita seperti penderita penyakit asma akut jika bersentuhan dengan lawan jenisnya, bahkan pernah beberapa kali dirinya dilarikan ke rumah sakit karena sekarat akibat ulah Ibu tirinya yang terobsesi menggoda Martin.
Tetapi kini, Martin terkejut dengan fakta penyakit asma yang biasa menyesakkan rongga dadanya, tidak kambuh ketika mendapatkan ciuman dari seorang wanita yang wajahnya masih belum bisa dia kenali.
Tangan Martin terulur naik untuk menyibak cadar pada wajah wanita yang menyosor menciumnya. Tetapi terlambat, Camille sudah memukul pundak belakang Martin dengan tangannya dan pria yang masih terkejut akan ciuman juga reaksi tubuhnya tersebut, jatuh lemas tidak berdaya yang segera ditangkap Camille cepat agar tidak terjatuh ke lantai keras dan menimbulkan keributan lain.
Camille menarik tubuh besar Martin ke dalam kamar yang pintunya terbuka di belakangnya, lalu membaringkan tubuh pria tersebut pada atas ranjang. Melalui penerangan remang-remang dari lampu luar kediaman yang masuk ke dalam kamar, Camille berjingkat mundur saat menyadari wajah familiar dari pria yang baru saja dia cium bibirnya tersebut.
“Sial!” umpat Camille kasar lalu melompat turun melalui jendela besar dan pulang kembali ke rumah orangtuanya sambil mengusap bibirnya dengan perasaan kesal juga membuang ludah sembarangan, seakan ingin memuntahkan semua kotoran dari dalam mulut serta tenggorokannya.
Camille baru saja naik ke kamarnya di lantai atas pada rumah kecil sekaligus toko orangtuanya berjualan minuman pada tepi pantai Sorrento, Amalfi.
“Cammie,” panggil Dylan-Ayah angkat Camille yang dia panggil ‘Paman’, sedang duduk di kursi saat Camille masuk mengendap memanjat tiang samping rumah untuk masuk melompat ke dalam kamarnya.
Camille yang sedang menggerutu kesal dalam kepalanya, terkejut dan hampir terjatuh ke belakang menabrak meja. Dengan cepat tangan Dylan menarik pergelangan tangan Camille dan membawa gadis muda di depannya untuk duduk pada tepi ranjang.
“Paman belum tidur?” tanya Camille setelah mengatur laju pernapasannya, stabil.
“Bagaimana Paman bisa tidur jika kamu masih berkeliaran di luar sana,” gerutu Dylan disambut kekehan Camille santai.
Dylan menarik napas panjang, dia sangat menyayangi Camille seperti putri kandungnya sendiri. Perbuatan Dylan sebagai pencuri di rumah orang kaya, kini juga diikuti oleh Camille. Tentu saja hal tersebut membuat Dylan tidak bisa tenang karena Camille melakukannya sendiri, tanpa team seperti dirinya yang selalu bekerjasama dengan Christopher, rekan dalam misi mencurinya.
“Besok, Paman akan mengajakmu ke cafe kenalan Paman. Mungkin nanti kamu bisa bekerja di sana,” ujar Dylan memperhatikan Camille yang sedang melepaskan cadar pada wajahnya, kemudian duduk di sebelah putri cantiknya itu.
Camille beringsut lalu merebahkan kepalanya ke pangkuan Dylan, Pamannya yang sangat dia sayangi selain Solenne-istri Dylan yang sejak bayi mengasuh serta membesarkan Camille penuh cinta dan kasih sayang.
“Ya, aku akan menuruti apapun perkataan Paman dan Bibi,” sahut Camille lirih.
“Tetapi Abraham tidak boleh berhenti minum obat dan vitamin, juga dia harus mengkonsumsi makanan bergizi setiap hari. Aku hanya ingin membantu meringankan beban kalian,” tambah Camille menjelaskan tindakannya mungkin tidak akan bisa berhenti mencuri dari kediaman orang kaya untuk mendapatkan uang.
Abraham adalah anak jalanan yang berteman dengan Camille dan kini pria yang tidak mau di sebut anak kecil meskipun usianya baru sepuluh tahun tersebut sedang menderita penyakit kronis, dirawat oleh Dylan dan Solenne.
“Paman dan Bibimu akan menjaga dan merawat kalian. Percayalah, Abraham pasti sembuh,” ucap Dylan sambil membelai rambut panjang Camille dalam pelukannya.
“Paman dan Bibimu tidak ingin kamu melakukan pekerjaan ini. Paman juga berjanji pada Bibimu untuk tidak membuatnya cemas lagi. Kita pasti bisa hidup normal seperti orang lain dan memiliki uang banyak untuk pengobatan Abraham. Sudah malam, tidurlah dan ingat besok bangun pagi, Paman akan membawamu ke cafe kenalan Paman.” lanjut Dylan lalu mengangkat kepala dan tubuh anak gadisnya tersebut agar berbaring di ranjang dan kepalanya menjejak bantal.
“Terima kasih, Paman!” cetus Camille saat Dylan sudah berada di ambang pintu kamarnya.
Dylan mengangguk samar lalu berjalan cepat sambil menghubungi seseorang melalui ponselnya.
“Jangan libatkan putriku dalam misi lagi! Aku tidak akan memaafkanmu jika terjadi sesuatu pada putriku!” ucap Dylan berbisik tegas lalu segera mematikan ponsel tanpa mau mendengarkan pembelaan dari orang yang dia hubungi di sambungan telpon tersebut.
Dylan masuk ke dalam kamarnya, melihat istrinya yang juga terjaga.
“Maafkan aku, aku gagal menjadi Ayah yang baik untuk putri kita,” bisik Dylan sambil memeluk istrinya yang juga pastinya sangat kuatir seperti dirinya ketika Camille berada di luar rumah belum pulang bahkan setelah tengah malam menjelang.
“Kamu adalah Ayah yang hebat untuknya,” sahut Solenne, istri Dylan.
Solenne menumpukan keningnya ke kening Dylan dan mengambil udara yang sama dengan suaminya untuk bernapas. Meskipun mereka bukan orangtua kandung Camille, tetapi Dylan dan Solenne sangat menyayangi dan mencintai Camille yang di curi Dylan saat masih bayi merah.
Acara makan perayaan ulangtahun Richie berjalan hangat kekeluargaan. Meskipun Eve dan Jared belum sempat datang karena kesibukan pekerjaan, anak lelaki itu tetap terlihat ceria melakukan panggilan video di pelukan Pierre yang membingkainya penuh kasih. "Tidak apa-apa, Granty. Selesaikan pekerjaan Granty dulu, nanti segera datang kalau adik Richie lahir." "Tentu, Sayang. Granty pasti datang ke sana. Nanti hadiahnya Granty kirimkan, oke?" Eve menjawab dan menatap lembut cucu lelakinya yang terlihat semakin 'dewasa' karena sebentar lagi akan memiliki adik. "Terima kasih, Granty. I love you!" Jared yang datang ke ruangan Eve, turut memberikan kecupan jauh untuk Richie bersama Eve melambaikan tangan dan panggilan video dimatikan oleh Richie. "Apakah sekarang kamu sudah senang? Granty-mu tidak bisa datang karena sibuk. Tapi segera mereka akan ada di sini begitu pekerjaan bisa ditangani untuk di pantau secara online." Clea berjalan membawa dua gelas minuman di tangannya ke arah Richie d
Pierre sudah dalam perjalanan ke rumah pantai Barcelona ketika ponselnya di atas dasbor bergetar mendapat panggilan telpon yang tersambung ke earphone pada telinganya. "Paman ..." terdengar suara anak lelaki memanggil Pierre. "Paman sudah dalam perjalanan ke sini? Sudah di mobil?" Sudut bibir Pierre refleks merekahkan senyuman manis hingga matanya menyipit. "Ya. Paman sudah di dalam mobil, Tiga puluh menit lagi sampai di rumah. Richie ingin dibelikan sesuatu? Paman akan melewati tempat jajanan kue-kue lezat ..." "Tidak! Paman cepatlah mengemudikan mobilnya! Kata Mama, sebentar lagi akan ada badai salju." anak lelaki yang dipanggil Richie oleh Pierre segera menjawab tegas juga terdengar kuatir pada nada suaranya. "Baik. Paman matikan dulu telponnya, oke?" "Oke, Paman! I love you!" Pierre segera memutuskan sambungan telponnya dari panggilan atas nama Camille tersebut setelah balas mengucapkan 'I Love You' pada Richie. Pierre mengemudikan mobilnya semakin cepat dan hati-hati, karen
"Sebenarnya Daniel mengajakku kencan ..." Clea berkata jujur seraya mengunyah potongan daging di dalam mulutnya. Gerakan tangan Pierre yang hendak menyendok soup hangat untuk Clea, langsung terhenti sejenak. Mata Pierre mengunci pandangan pada Clea, "Daniel asistennya Martin?" tanyanya sembari mengerjapkan kelopak mata menyunggingkan senyuman tipis. Clea mengangguk, "Uhm." "Daniel pria baik. Sepertinya cocok denganmu. Ku dengar, dia juga yang sebelumnya membantumu melakukan tes DNA Camille di Roma, bukan?" Pierre menyerahkan mangkuk soup ke depan Clea yang langsung diraih wanita muda itu, menyeruputnya lahap sembari memberikan anggukan sebagai tanggapan pertanyaan Pierre. "Daniel juga yang mendampingimu ketika kamu memberikan misi perampokan pada kami ..." Clea tergelak cerah melihat sinar mata bahagia di mata Pierre yang sangat jelas terlihat jika pria itu menyetujui Daniel bersama Clea. Memang tak ada cinta sebagai pria dewasa dari Pierre untuk Clea. "Aku juga sudah berkata 'y
Pierre semakin sibuk dengan pekerjaannya yang kembali mengelola Lemoncello. Pria tampan itu juga melakukan koordinasi bisnis cafe dengan Dylan, Solenne dan Christopher di Barcelona. Sebelumnya, semua urusan pasokan bahan baku untuk cafe di Barcelona, Pierre yang melakukannya. "Hari ini akan ada pasokan bahan baku, sayuran serta buah dari Toko A, besok untuk ikan segar dari Mister XX serta daging segar dari peternakan ..." "Maaf, selalu merepotkanmu, Pierre. Nanti saya akan coba menangangi dan melakukan pemesanan langsung ke orang yang biasa datang ke cafe." Dylan menyela perkataan Pierre yang menghubunginya melalui sambungan telpon. "Tak apa-apa, Paman. Pekerjaanku masih bisa dihandel oleh Luciano ..." "Pierre ..." Dylan memanggil, mendesah pelan tidak melanjutkan perkataannya. Pierre tertawa kecil, "Baiklah. Nanti aku akan pinta semua pemasok menghubungi Paman. Bagaimana kesehatan Paman dan Bibi? Ku dengar Abraham kembali ke Barcelona?"Pierre akhirnya membicarakan topik lain den
"Cammie ...ini tidak benar!"Pierre berusaha mendorong tubuh wanita yang beberapa saat lalu ia rengkuh masuk ke dalam pelukan dan lumat bibirnya penuh hasrat gairah. Clea yang dikira Camille oleh Pierre, tidak melepaskan pria itu yang ia dorong jatuh terlentang ke atas sofa. Secara sadar, Clea mengais bibir Pierre, memberikan kecupan dan hisapan pada pria yang sedang dalam pengaruh alkohol tersebut. Tiga puluh menit lalu, Pierre akhirnya sampai di kediamannya, sama sekali tidak menyadari ada sebuah mobil yang terus mengikutinya dari belakang, memastikan pria itu selamat sampai di rumah. Setibanya di dalam rumah, Pierre mengeluarkan koleksi minuman kerasnya yang biasanya ia nikmati bersama Luca. Satu-satunya sahabatnya yang ia pikir playboy namun bernasib nahas seperti dirinya karena tidak menemukan wanita yang cocok untuk menjadi pasangan. Ternyata Luca mengencani Martha yang terlanjur merasa sakit hati pada Pierre, mengira pria itu mengkhianatinya dengan Donna. Clea terus memper
Setelah pergulatan panas di atas geladak, Martin membopong tubuh lemas Camille memasuki ruangan kamar mereka. "Istirahatlah, aku ambil makanan ke bawah." bisik Martin lembut seraya memberikan kecupan ke kening Camille yang mengangguk pelan. Camille langsung bergulung dalam selimut tipis, bibirnya tersenyum membayangkan betapa nikmatnya berada dalam pelukan panas Martin sewaktu mereka bergumul di geladak. Jantung dalam rongga dada Camille kembali berdebar-debar hanya membayangkan jika dirinya sudah kembali merindu ingin disesaki batang jantan suami tampannya. "Hei, tidak istirahat, kenapa senyum-senyum sendiri?"Martin telah meletakkan nampan berisi makanan malam mereka berdua ke atas meja, lalu menghampiri Camille yang sepertinya terkejut menyadari kedatangannya. "Sudah tidak perih?" Martin bertanya sambil duduk pada tepian ranjang, menjalarkan telapak tangannya mengusap permukaan kulit perut Camille dari balik selimut. Camille meraih tangan Martin yang membelai perutnya dan memb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen