Share

Bab 6. Pemberontakan

Author: Ndaka
last update Last Updated: 2023-11-12 06:06:36

Kata-kata Hao Yun mengingatkannya akan masa depan yang hancur. Di masa yang sebenarnya, Wu Shi mati, Wu Shi akan mati. Tapi dengan suatu keajaiban ia kembali ke masa lalu dan berniat merubah masa depan dengan kesempatan kedua ini.

"Jangan pernah percaya pada siapa pun. Termasuk diriku."

Sesaat Wu Shi terdiam, ia mengerti itu memang yang seharusnya ia lakukan.

"Kenapa begitu?" Tapi Wu Shi yang nyatanya tidak sebodoh itu justru memilih bersikap konyol. Mengatakan kalimat tanya seakan tak mengerti sembari tersenyum lebar.

"Kau juga mempersiapkan penawarnya saat aku meminun racun itu. Kenapa aku harus mendengarkan perkataanmu?"

"Hei, kau ini dasar. Seharusnya aku tidak berbicara panjang lebar. Tapi benar deh, kau harus ingat perkataanku jika tidak mau celaka."

"Iya, aku paham. Lagi pula aku akan menerapkan itu pada musuh yang akan datang."

"Apa maksudmu?" tanya Hao Yun bingung.

"Alasanku yang protes karena hukumannya jadi dua minggu, adalah karena ingin segera bertemu dengan Ming Hao," tutur Wu Shi.

"Peringat ke-2 tingkat menara, ya."

"Ya. Lalu, guruku di perguruan tingkat rendah sudah menghilang, dengan bantuan Ming Hao aku mungkin bisa mendapatkan petunjuk tentang musuh yang mengincar keluargaku nanti," jelasnya.

"Untuk apa mengurusi hal seperti itu? Gurumu yang hilang itu mungkin sudah lama mati. Dan musuh yang akan datang itu, apakah belum pasti?" sahut Hao Yun sedikit ketus.

"Ya, memang benar. Musuh itu tidak pasti."

"Kau bicara yang aneh-aneh saja."

"Lalu kau bagaimana? Kau tak terlihat seperti ingin mendaki puncak, atau kau hanya ingin lawan sepadan sebagai uji pertarunganmu?" pikir Wu Shi.

"Aku tidak pernah bercerita ini pada orang lain." Hao Yun menghela napas lalu menyingkirkan beberapa wadah racun ke sudut ruangan.

Kemudian ia kembali mengatakan sesuatu, "Aku datang kemari untuk bertemu dan membunuh peringat 1 tingkat menara. Kau berpikir ini pasti mustahil, tapi alasanku ingin melakukan itu karena balas dendam."

"Sampai sebegitunya?"

"Kau sendiri, memangnya akan tahan dan tetap berdiri diam saat keluargamu terluka?"

"Tidak juga. Pasti aku akan sangat marah dan membabi buta."

"Benar begitu. Hanya saja aku takkan seperti itu. Seperti yang aku katakan, tujuanku adalah balas dendam. Ayahku yang merupakan mantan tingkat menara sepertinya dibunuh olehnya."

"Kalau ayahmu memang mantan tingkat menara, maka itu aneh. Bukankah seharusnya dia lebih kuat?"

"Aku berpikir hal sama. Itulah kenapa aku ingin bertemu lalu—!"

Sengaja ia memotong kalimatnya sendiri. Tampak Hao Yun berwajah murung, ia mengingat hal yang tidak ingin ia ingat. Sudah berulang kali ia menghela napas sampai akhirnya ia berbaring di lantai sembari memandangi langit-langit ruangan.

"Kau tidak cemas kalau aku memberitahukan ini pada yang lainnya?"

"Laporkan saja. Justru itu akan terasa lebih menyenangkan," kata Hao Yun tak terduga.

Padahal Wu Shi hanya memancingnya saja tapi ternyata Hao Yun tak sedikitpun gentar. Sekalipun berita balas dendamnya terkuak di depan banyak orang bahkan targetnya sendiri, ia mungkin akan merasa ini jauh lebih menarik dibandingkan perburuan hewan biasa.

"Hao Yun, tak kusangka kau orang yang menarik."

"Kau pun juga. Orang bodoh yang sengaja mengalah dalam pertarungan, padahal bisa saja dia mati."

"Aku tidak semenarik yang kau kira. Cerita ini pun mungkin akan berakhir dengan cepat," ujarnya mendesis.

Seiring berjalannya waktu, malam telah datang dengan rembulan malam menyelinap keluar dari balik awan hitam. Suasana yang begitu tenang namun dingin begitu dirasakan.

Bagi Wu Shi yang sudah ratusan bahkan ribuan kali merasakan hawa dingin, ia berpikir hawa dingin ini tidaklah menakutkan jika dibandingkan dengan saat kematiannya. Bahkan saat ini saja, tubuhnya masih merasakan kematian itu diselingi bau anyir darah yang seharusnya tidak ada.

Memicu bayangan ilusi, jika tidak sadar secepatnya maka mungkin Wu Shi akan tenggelam selamanya.

"Sejak tadi apa yang kau lakukan, Wu Shi?" tanya Hao Yun pada Wu Shi yang sedang melihat ke arah luar dari balik jendela.

"Tidak. Aku hanya berpikir untuk melarikan diri, lalu bertemu orang itu."

"Kau ingin hukumanmu ditambah ya?"

"Bukan begitu. Aku 'kan tidak punya waktu."

"Jangan merengek begitu."

Sudah lebih dari 5 hari. Pembelajaran seperti biasa hanya saja dua orang ini tetap berada di dalam kamar. Kali ini orang yang mengawasi jauh lebih banyak seakan tahu rencana Wu Shi yang ingin kabur dari asrama.

"Cih, semakin lama mereka semakin banyak saja."

Saat itu Wu Shi belum tahu, bahwa obrolannya dengan Hao Yun lah yang membawa perubahan dalam masa ini. Di mana pengawas di sekitar semakin bertambah, lantaran orang berpengaruh merasa curiga dengan mereka.

"Kalau kau mengeluh terus juga tidak akan ada yang berubah."

"Hei, kau ini! Aku 'kan—!"

Tap!

Hao Yun menepuk pundak Wu Shi sembari menatapnya serius. Tatapannya seakan memberi isyarat untuk tidak mengatakan apa-apa. Sontak saja Wu Shi terdiam dan mengerti.

"Ada kalanya kita harus bertindak lebih sederhana. Aku akan membantu."

Dari kata-katanya Hao Yun seakan ingin membantunya keluar dari sini.

"Apa maksudmu? Kau ingin membantuku, memangnya apa untungnya?"

"Aku akan membantu asalkan kau pun membantuku. Seharusnya itu lebih seimbang bukan?"

Benar apa yang dikatakan Hao Yun, tidak ada ruginya saling menerima bantuan.

"Aku yakin itu akan jauh lebih menarik. Apalagi tentang musuh yang tidak nyata, mungkin saja dia adalah orang yang kuincar juga," celetuk Hao Yun.

"Ujung-ujungnya kau merasa ini lebih menarik."

"Tentu saja. Aku suka bagian yang menarik."

Terkadang tidak masuk akal tapi juga mengerikan. Inilah sosok asli Hao Yun yang sebenarnya.

***

Sementara ini pengawas yang ada di sekitar luar kamar asrama mereka, diam-diam mendengar percakapan antara Wu Shi dengn Hao Yun. Secara seksama, kata demi kata diperhatikan. Kamar asrama sekarang jadi terlihat seperti kurungan mewah. Namun, Hao Yun dan Wu Shi memang sengaja berbincang keras agar dapat didengar oleh para pengawas.

"Sekarang."

Wu Shi dan Hao Yun saling menganggukkan kepala. Kemudian Wu Shi memecahkan kaca jendela.

Prang!!!

Suara keras itu membuat para pengawas terkejut dan segera masuk ke dalam. Begitupun yang ada di luar juga melakukan hal yang sama namun mereka sama sekali tidak menemukan siapa pun.

"Ini terlalu mudah. Pengawas macam apa yang menjaga kita?"

"Jangan dipikirkan. Asalkan terbebas, kita bisa beraksi kapan saja."

"Kalau kau yang mengatakannya terdengar seperti kita itu pencuri," ucap Wu Shi.

Tersisa 3 hari lagi, sampai Ming Hao akan menghilang. Wu Shi bermaksud untuk segera menemui Ming Hao sebelum waktu itu, agar tak terjadi hal yang sama seperti guru Lan San. Hao Yun ada di sini untuk membantu, tapi pria ini membantu pun untuk tujuan balas dendamnya.

"Kau akan langsung naik?"

"Aku akan mengikuti rencanamu saja, Wu Shi. 'Kan kau petanya," ujar Hao Yun seraya mengangkat kedua pundaknya dan tersenyum.

"Mungkin beberapa hari lagi," kata Wu Shi sembari menengok ke belakang.

Melihat bayangan yang berkumpul, tanda keberadaan pengawas lain yang akhirnya sadar bahwa mereka berdua telah kabur dari kamar.

"Kita sembunyi."

"Sebelum itu aku ingin mengambil pedangku," sahut Hao Yun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bagian Penutup

    Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 122. Puncak Di Atas

    Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 121. Wajah Di Balik Topeng

    Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 120. Beradu Di Badai Salju

    Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 119. Li Menjadi Musuh

    Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 118. Pihak Sekutu II

    Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status