Share

1. Boneka di atas Singgahsana

Satu minggu setelah pertemuan Liu Bian dan Sima Zhou, Kaisar mangkat. Sekarang Liu Bian menjabat sebagai Kaisar ke tiga belas Dinasti Han dengan gelar Sang Muda pemberani.

"Buat apa membiayai pembangunan waduk? Lebih baik kita membangun taman indah untuk Ibu Suri," ucap kasim Zong, kasim senior yang mengepalai sebelas kasim pembantu Kaisar. 

Menteri bingung karena menurutnya urusan waduk harus didahulukan. "Yang Mulia, rakyat terutama petani, mereka membutuhkan waduk untuk bisa bertahan mengelola tanah mereka. Mohon Yang Mulia memikirkan lagi." Dia membungkuk memberi hormat pada Liu Bian.

"Kaisar tidak perlu repot. Sesuai tradisi, kami yang akan membantu Kaisar. Pajak sangat penting bagi kas negara, biar kami yang mengurus," sahut Kasim Zong membungkuk kemayu di hadapan Bian.

Tradisi yang dimaksud para kasim adalah tradisi kontrol kasim, tradisi yang ada sejak jaman Kaisar ke-10 berkuasa. Dalam tradisi Kasim mewakili Kaisar muda dalam memberi pendapat karena menganggap Kaisar belum terbiasa.

Liu Bian memandang Kasim Zong yang menggeleng. Sebagai Kaisar dia paham apa yang Menteri katakan, tetapi di umurnya yang masih muda,pemerintahan dipegang para Kasim. Sementara Ibu Suri bersama adik tirinya mengintip dibalik gerai bambu.

Bian sadar ibunya menginginkan taman baru di kota. Dia tidak berdaya dan mengangguk pada kasim.

"Menteri, kembali ke posisimu. Anak Naga telah memutuskan. Apa kamu mau melawan?" Dengan suara seperti banci Kasim bicara, membuat menteri kembali ke barisan. 

Liu Bian ingin melawan, tapi dia tidak punya suporter. Banyak menteri menjadi menteri karena jasa Kasim. Dia takut diracun seperti ayahnya yang mencoba merevolusi Kekaisaran. 

Dia malu pada Sima Zhou yang menolongnya. Omong besar. Dia berucap muluk. Sekarang dia menjadi boneka duduk di atas singgahsana naga emas, memakai pakaian merah berajut emas, hanya untuk dipajang.

Tiba-tiba seorang Jendral memandang lekat dirinya. Dia He Jin, Kakal Ibu Suri. Sorot mata tajam membuat Kaisar terhenyak.

Apa arti sorotan tajam itu?

(Lawan) Gerak bibir He Jin. (Ambil kekuasaanmu, Nak. Kami ada di belakangmu.) Lalu He Jin mengangguk kecil.

Ketika Kasim mengajukan proposal melalui menteri bonekanya tentang kenaikan pajak untuk membangun taman, Bian berani melawan.

"Aku tidak setuju," ucap Bian dengan lantang, membuat para pejabat memandang heran.

Sebelas kasim terbelalak tidak menyangka anak naga bisa menjawab lantang.

Bian lanjut berkata, "Setelah pemberontakan Yellow Turban, rakyat sedang menderita. Tidak baik kita memasang pajak tinggi demi taman. Aku putuskan untuk meniadakan penarikan hasil panen musim ini."

"Tapi Kaisar--"

“Hamba setuju!” He Jin memotong ucapan kasim dengan maju ke tengah ruang. Membawa triplek tipis kecil setinggi sumpit, dia membungkuk di hadapan Kaisar. "Keputusan Kaisar yang terbaik. Kami semua setuju."

Beberapa Jenderal membungkuk di belakang He Jin. Beberapa Menteri yang sembari tadi menonton, ikut membungkuk. 

Sekarang Bian tahu, masih ada kelompok yang berani menentang Kasim. Belum jernih apa tujuannya mendukung Bian, tapi ini membuat geram para Kasim. Senyum Bian mengutarakan hal lain. Musuh dari musuhnya adalah teman. 

Rapat mingguan berjalan alot. Pejabat pro Kasim selalu diintervensi oleh suporter He Jin, sementara Bian tidak terlalu mengerti bagaimana jalannya birokrasi yang menjadi keahlian para Kasim. Dia berusaha melawan tapi pada akhirnya rapat tidak menghasilkan apapun kecuali keputusan membangun taman santai untuk Ibu Suri.

“Rapat berakhir!” teriak Kasim muda, pertanda jalannya rapat mingguan telah usai. 

Kasim Zong ditemani dua kasim lain menghampiri Kaisar, smeentara sisa delapan Kasim membicarakan sesuatu dengan Ibu Suri.

"Hormat pada anak naga."

Bian mengangguk. "Ada apa Kasim Zong?"

"Saya hanya khawatir dengan Jenderal He Jin. Yang Mulia tidak mengenalnya. Hamba takut dia memiliki niat untuk kudeta."

Bian berdecak, mengibas tangan. "Itu hanya rumor. Sebaiknya Kasim Zong tidak usah bergosip, cukup jalankan birokrasi seperti biasa."

"Tapi Yang Mulia." Kasim melihat beberapa pejabat mendekat. Diab membungkuk mundur pelan. "Hamba permisi anak naga."

Bian mendengar beberapa pejabat berdiskusi.

"Kebangkitan Han akan dimulai. He Jin akan mengambil alih."

"Kejayaan apa yang kamu bicarakan?"

"Haiya, bukankah bagus jika keluarga Kaisar mengambil alih?"

"Bagaimana bisa bagus jika Militer mengambil alih dan Kaisar masih muda. Anggaran negara bisa dikuasai militer!" 

Mereka semua kaget membungkuk ketika sadar Kaisar berada di dekat mereka.

Kaisar tidak terlalu peduli dengan mereka para pejabat yang dalam rapat bersikap netral. Dia ingin segera ke perpustakaan untuk membaca. Dikawal beberapa dayang dan kasim muda, dia melangkah keluar ruang singgasana.

"Tunggu, Nak Bian." Di luar rapat He Jin bebas menyapa keponakan sendiri. 

"Ada apa, Paman? Semoga apa yang aku lakukan tidak salah."

"Semua yang kamu lakukan sangat bijaksana, Nak."

Mengiringi langkah Bian dengan santai, He Jin mengamati sekitar. Ketika tidak ada pejabat lain, dia bicara lebih bebas.

"Aku suka melihat raut wajah para Kasim menjadi pucat pasi seperti ayam yang terlalu lama direbus."

Tersenyum kecil, Bian bersyukur ada yang sependapat dengannya. Dia melihat gelagat Paman yang seakan ingin kencing, tidak tenang. Dia paham paman ingin membicarakan sesuatu, tapi takut terdengar atau terlihat orang.

"Jika ada yang ingin dibicarakan, lebih baik kita ke ruang santai saja," ajak Kaisar.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di ruang santai. Kaisar duduk di atas bantal bersebelahan dengan He Jin. Sekarang mereka bebas untuk bicara tanpa takut ada yang mencuri dengar.

He Jin berkata, "Ayahmu terlalu menikmati dunia hingga membuat kekuasaan para Kasim terlalu besar. Mereka menguasai pemerintahan, bahkan mengontrol setiap pengeluaran."

Bian mengangguk. Urusan birokrasi memang para Kasim jagonya, tapi ini tidak bisa dibiarkan. "Aku berusaha membatasi mereka dengan memimpin rapat, tapi Paman dengar sendiri, bagaimana mereka membungkamku, kan?"

He Jin menjawab, "Untuk menyingkirkan mereka, tidak bisa dengan jalan seperti itu. Ayahmu sudah mencoba dan lihat hasilnya."

"Lalu bagaimana, Paman?"

"Menyingkirkan rumput benalu tidak bisa dengan memotong saja. Nanti akan tumbuh kembali. Kita harus menarik sampai ke akar-akarnya. Sepuluh Kasim tua, itu sumber semua sini. Dengan Kekuatan militer kita habisi mereka."

"Menghabisi mereka berarti memotong sendi birokrasi," ucap Bian.

Dia paham jika para kasim adalah pekerja kekaisaran. Pengalaman mereka melayani Kekaisaran selama berpuluh tahun adalah aset berharga. Menghabisi mereka sama saja membutakan diri.

“Sepuluh kasim tua belum menguasai militer, kita bisa bergerak sekarang atau kelak akan menyesal,” ucap Paman.

Bian paham, tapi memberi perintah macam ini ke pihak militer akan membuat Bian berada dalam cengkeraman Paman.

Melihat wajah waswas Bian, He Jin berdecak kesal. "Sudahlah, kamu tenang saja. Serahkan semua pada Paman. Bian, aku perkenalkan beberapa jenderal setia."

He Jin berdehem cukup keras, suaranya terdengar sampai taman. "Masuk para jenderal setia!"

Bian semakin cemas karena Paman telah menyiapkan jenderal setia sebelumnya. Itu berarti dia tidak perlu memberi tahu Bian akan masalah ini. Obrolan mereka tadi hanya basa-basi formalitas. He Jin ingin membunuh para kasim dengan atau tanpa persetujuan dari Kaisar.

Bukankah hal ini bisa dinamakan pemberontakan? batinnya. Bian tidak berani bersuara. Dia berdoa Paman tidak memiliki maksud terselubung. 

Dari luar, suara derap sepatu besi mendekat. Masuk empat pria memakai pakaian militer, memberi hormat pada Bian sambil bertumpu satu lutut. 

Serempak mereka berseru, "Panjang umur Kaisar Bian,  panjang umur kekaisaran Han!"

****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Subandi Bandi
masih perlu banyak belajar dan tuntunan ayo bian kamu bisa dan mampu.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status