Share

2. Di antara Singa dan Serigala

Para jendral menebar teror pada diri Liu Bian. Selama ini dia melihat jendral seperti He Jin, gagah, rapi, berwibawa, tapi sekarang para jendral 'lapangan' berada di hadapannya.

Mereka memiliki banyak luka di tubuh, bahkan salah satu dari mereka kehilangan jari kelingking. 

Badan Liu Bian sedikit condong ke arah paman. Tangannya terangkat hingga bagian lengan pakaian menutupi wajah di bawah mata ketika dia berbisik.

"Paman, aku tidak mengenal mereka."

He Jin tertawa bangga memandang para jendral. "Mereka jenderal yang akan berjasa pada Han. Kalian, perkenalkan diri kalian!"

Satu persatu mereka memberi hormat pada Liu Bian. Hanya beberapa yang Kaisar hafal namanya.

Salah satunya adalah Cao Cao. Dia masih muda dan tampan. Tentu Liu Bian hafal wajah mulus itu karena hanya dia yang tampil rapi setelah He Jin.

"Kaisar jangan takut," ujar He Jin. "Mereka akan membersihkan Kekaisaran dari para tikus-tikus korup."

Liu Bian mengangguk bangga. Ternyata masih ada subjek setia seperti mereka. Tapi dia merasa risau. Semua jenderal adalah petarung bawaan dari He Jin. Bahkan baru kali ini Bian bertemu dengan mereka.

Andai mereka berhasil membersihkan kekaisaran dari para koruptor, Liu Bian waswas mereka akan mengambil kendali pemerintahan, bukan dirinya. 

Sekarang jika Liu Bian menolak rencana paman He Jin, apa yang akan terjadi?

Mereka bersenjata dan Bian sendiri tanpa perlindungan. Para dayang pembawa kipas bisa apa jika para Jenderal memberontak?

Ini bagai mengundang harimau untuk mengusir serigala. 

"Sekarang atau tidak sama sekali." He Jin menanti titah Kaisar. "Dengar Nak, mereka setia seratus persen kepadaku dan akan mematuhi perintahku. Berikan titah dan aku akan memberimu kekuasaan."

"Kepada Paman, bukan kepada Kaisar, kan?" tanya Liu Bian, sempat membuat jakun He Jin naik turun.

"Apa maksudmu, Nak? Ah, maafkan ucapanku. Mereka jenderal yang aku bawa akan patuh pada perintahku dan setia padamu. Selama Kaisar memerintahkan, mereka akan menurut."

"Cao Cao, bisa ambil bunga di taman?" Perintah Bian.

Cao Cao bingung. Dua alisnya terangkat. Setelah melihat kode lirikan dari He Jin, baru dia mengambil bunga di taman, lalu kembali bertekuk lutut di hadapan Kaisar.

"Bunga untuk Anda, wahai anak Naga." Mata tajam Cao Cao memberi kode bagi Bian untuk menuruti perintah He Jin. Dia bahkan melirik ke arah taman.

Bian perlahan mengintip ke arah taman. Nampak beberapa prajurit bersembunyi di balik pot besar. Liu Bian tidak mengenali siapa mereka, tapi mereka membawa golok.

Bian mengangguk mengerti. Benar dugaannya, mereka hanya mendengar perintah dari He Jin, tapi kenapa Cao Cao mencoba menolongnya?

Bian ingin mengetes sekali lagi, sekali saja … supaya dia yakin mana yang setia padanya dan mana yang setia pada paman He Jin.

"Para jendral, tangkap pengkhianat He Shin sekarang juga!" He Shin adalah peliharaan kaisar, seekor belalang sembah, kandangnya berada di atas meja di sebelah kaisar. Kaisar bahkan menunjuk belalang. Nama He Shin dan He Jin terdengar nyaris sama jika diucapkan dengan cepat.

Para Jendral bangkit menarik senjata hendak menyerang Kaisar, tapi Cao Cao dan Yuan Shao mencegah mereka. He Jin terdiam melihat apa yang terjadi.

Sekarang Kaisar semakin yakin, kesetiaan mereka berada di genggaman He Jin. He Jin sendiri tidak berkata apapun.

Cao Cao mengambil kotak belalang, bertekuk lutut di hadapan Kaisar. "He Shin sudah di tangkap, mohon titah selanjutnya wahai anak naga."

He Jin terbahak puas. "Lihat, mereka bersemangat sampai nyaris menarik keluar pedang untuk menangkap He Shin.

Bian mengangguk, tapi alasan mereka menurut Bian bukan karena bersemangat hendak menjalankan tugas, tapi semangat menebas kepala Kaisar karena mengira Kaisar ingin menangkap He Jin.

Tiada pilihan, Bian menuruti perintah Paman. "Paman, lakukan yang terbaik. Segera bersihkan kekaisaran dari para kasim korup!"

"Laksanakan!" sahut He Jin, bangkut bersama para jendral. "Kami permisi Yang Mulia. Panjang umur Kaisar Bian, panjang umur Han!" Mereka berbondong keluar meninggalkan Kaisar dan para dayang.

He Jin menjadi yang terakhir keluar. Dia berbalik menghadap keponakannya. "Yang Mulia jangan ke mana-mana. Saya akan tempatkan beberapa pengawal untuk menjaga keselamatan anda."

"Tidak perlu Paman, fokus saja pada tugas Paman."

Paman hendak bersikeras, tapi Bian mengibas tangan, perintah supaya He Jin pergi. Dia seperti tidak suka dengan itu, meremas gagang pedang pergi tanpa kata-kata.

Liu Bian tahu, ijin kaisar bagi He Jin adalah pembenar bagi rencana mereka supaya sejarah tidak melabeli mereka sebagai pengkhianat. Bian mampu membaca situasi, jika sampai para kasim tewas, keseimbangan akan hancur dan He Jin dapat menguasai segalanya.

Sebelum itu terjadi, Bian memeras otak memikirkan jalan keluar dari masalah. Dia harus menolong para Kasim untuk check dan balance dalam pemerintahan.

Bian memberi kode bagi dayang untuk mendekat. Lalu dia berbisik padanya. “Pergi ke paviliun Ibu Suri, beri tahu beliau kalau He Jin ingin membunuh sekuruh kasim tua, caot pergi ….” 

Dayang bergrgas pergi. Hanya ini yang bisa Bian lakukan. Sekarang Bian merasa tidak mampu melakukan apapun. Dia merasa seperti boneka yang dikendalikan … semua geraknya dikontrol kasim, ibu suri, atau sekarang He Jin. 

Tiba-tiba datang kembali. "Maaf Yang Mulia, beberapa pengawal menjaga pintu keluar. Mereka tidak memperbolehkan saya untuk keluar."

Bian memejam mata sambil mengepal tangan. Bahkan He Jin berani mengurungnya di sini. "Sialan kau pria tua …." 

Liu Bian mengambil giok hijau putih susu, hiasan di ikat pinggangnya. Semua tahu arti giok itu. Di tangan Kaisar giok hanya hiasan, ditangan abdi setia, itu adalah surat jalan. Siapapun yang membawa giok, berarti sedang dalam urusan kekaisaran dan tidak bisa diganggu gugat. 

"Bawa giok ini dan pergilah. Segera beritahu ibu suri sebelum semua terlambat."

"Baik Yang Mulia Kaisar." Dayang bergegas pergi menuruti perintah Kaisar.

Dengan menunjukkan giok, para pasukan langsung memberi hormat pada giok, membiarkan dayang pergi menuju paviliun ibu suri.

Di perempatan gang istana dayang berbelok menemui seorang kasim muda yang sedang menyapu. Dia berbisik sambil mengawasi sekitar.

Kasim muda panik, menjatuhkan sapu. Dia bergegas pergi menuju paviliun para kasim tua sementara dayang pergi menuju paviliun ibu suri.

Beruntung bagi mereka, He Jin dan para Jenderal tidak langsung menuju paviliun kasim tua. Mereka pergi ke barak militer untuk mengambil pasukan. Hal ini memberi banyak waktu bagi pengirim pesan menyampaikan pesan pada majikan mereka.

Kasim muda terjatuh di depan paviliun megah. Beberapa kasim lain mencegahnya masuk ke bangunan utama.

"Tuan Zhong sedang berpesta, apa kamu ingin mati kasim muda?"

"Diam kamu, ini masalah kelangsungan hidup para kasim tua! Minggir, aku membawa pesan dari kaisar!"

"Jangan bercanda, kamu hanya ingin makan gratis kan?"

Kasim muda mendorong temannya, berlari masuk ke gedung utama. 

Di sana para kasim senior menikmati musik dan dayang-dayang berdansa mengikuti irama. Situasi gempita pecah ketika kasim muda berteriak histeris.

"Gawat Tuan, gawat!" Kasim merangkak menghampiri meja utama di pesta.

Kehadirannya membuat para dayang kabur ke tepian dan musik berhenti. Kasim Zhong pin berdiri melempar cawan arak ke lantai hingga pecah.

"Ada apa ini? Hei, keparat! Berani kau masuk dengan cara seperti ini? Pengawal, penggal kepalanya!" perintah kasim Zhong, pada beberapa algojo yang menjaga pintu.

"Tuan maafkan hamba, tapi hamba membawa berita penting!" Kasim muda segera menceritakan apa yang dia dengar dari dayang.

Berita ini terkonfirmasi ketika pengawal barak datang memberitahu, jika He Jin membawa pasukan masuk kota Luo Yang dari arah utara dan selatan.

Seketika para kasim senior panik, kebingungan, hanya kasim Zhong yang tetap teguh berdiri tegap seperti cagak bangunan.

"He Jin keparat, dia bisa menjadi jenderal karena kita mengenalkan adiknya pada kaisar. Tukang daging itu minta dicincang rupanya. Jangan takut semua, aku punya rencana untuk memberi pelajaran untuknya!"

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status