Share

Pendekar Dua Jiwa
Pendekar Dua Jiwa
Penulis: WarmIceBoy

Prolog

"Lindungi Pangeran! Lindungi Pangeran!"

Pangeran bersembunyi di semak-semak melihat pasukan istana bertarung melawan bandit, sementara iring-iringan Kaisar telah lama pergi. 

Pangeran paham jika dia tidak bergerak, mereka akan menangkapnya. Pemuda jangkung kurus mengerti dengan pakaian mahal akan dengan mudah dikenali bandit. Dengan cerdik pemuda berusia dua belas tahun memakai pakaian bandit yang tewas.

"Pangeran, jangan kabur!" teriak bandit memergoki Liu Bian mengendap-endap keluar dari semak-semak.

Anak naga kabur berlari secepat mungkin, tetapi sebagai calon kaisar dia tidak dilatih berlari. Baru beberapa li saja dia terengah nyaris pingsan.

Suara tawa para bandit membuat Liu Bian merinding. Mereka mau membunuh? Atau menculik? Dua pilihan sama saja.

Bandit membalik tubuh tengkurap Bian memakai kaki. Dia meludah lalu hendak menusuk golok ke perut Pangeran. "Mati kamu, anak tidak berguna!"

"Hentikan!" Beberapa pencari kayu bakar datang sambil melempar batu. Beberapa mengangkat golok menyerang bandit.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Bandit. "Kami hendak berjasa pada Langit dengan membunuh keturunan Kaisar!"

"Bohong! Kalian pasti rampok!" 

Pencari kayu bakar menyerang bandit. Mereka berkelahi beradu golok seakan lupa akan Pangeran. Liu Bian masih membatu berusaha mengatur nafas. Kejadian tadi benar-benar membuatnya terkencing-kencing. Baru kali ini dia berada di ujung kematian. Sepertinya Dewa masih sayang kepadanya.

Tiba-tiba terdengar suara aneh dari kejauhan.

"Psst, hei, heei, sini sini." Anak kecil melambai-lambai dari dalam semak-semak. "Ayo Xiongdi, sini."

Dipanggil dengan sebutan saudara membuat Liu Bian bingung. Bahkan adik tirinya memanggil dengan sebutan Putra Mahkota. Namun, dia tetap merangkak masuk ke semak-semak menemui bocah yang sekiranya berusia sepuluh tahun, seumuran adik tirinya.

Bocah berusia sepuluh tahun menutup hidung sambil mengibas tangan. "Haiya, bau kencing. Kamu ngompol ya? Ya sudah, tidak penting, ayo kita ke desa. Di sini berbahaya."

Mereka berlari hingga tiba di jalan setapak yang tertutupi dedaunan kering. Merasa aman, mereka melangkah menyusuri jalan di tengah hutan bambu.

"Xiongdi, jalan ini menuju Desa Sulu, kamu akan aman di sana. Yuk." Bocah polos menggandeng Pangeran. 

Pada awalnya Pangeran enggan disentuh. Dia titisan naga, sementara bocah kecil kunuh hanya rakyat jelata. Strata mereka jauh seperti utara dan selatan. Namun, dia penolong Pangeran. Hak istimewa diberikan pada bocah yang entah siapa namanya.

"Xiao Didi, siapa namamu?" tanya Pangeran, turut memanggilnya dengan saudara muda.

Dipanggil dengan sebutan adik kecil, bocah menoleh. "Sima Zhou. Kalau Xiongdi?"

Seluruh negeri tidak mengenal nama asli Putra Mahkota, baru kali ini dia memperkenalkan nama asli pada rakyat. "Liu Bian."

"Woah, nama yang aneh, tapi cukup keren." Si polos mengacung jempol pada Bian.

Setelah melangkah cukup jauh, mereka tiba di kuil tua untuk beristirahat. Sima Zhou bisa berjalan terus ke desa, tapi kaki Pangeran seperti kehilangan tulang. Pangeran kelelahan dan butuh istirahat. Sima Zhou memutuskan menemaninya duduk di dalam kuil tua yang ditinggalkan warga.

"Para bandit semakin berani merampok di siang hari Xiongdi." Zhou membagi mantau kering untuk Bian, mempersiapkan air dalam wadah bambu. "Semua karena kaisar serakah menarik pajak besar."

Sebagai calon kaisar Bian geram meremas mantau. Rakyat jelata mengatainya seperti itu, tapi hendak marah juga apa guna?

Dia sadar tidak tahu keadaan negaranya sendiri. Bian selalu terkurung dalam sangkar emas bernama Kediaman Kaisar. Dia hanya keluar untuk acara berburu seperti sekarang, hingga para Bandit mengacau.

Ini kesempatan baik untuknya mengetahui keadaan sebenarnya rakyat jelata. 

"Menurutmu begitu Xiao didi?"

Zhou mwngangguk. "Kata ayahku semua terjadi karena pajak terlalu tinggi, banyak rakyat kelaparan dan Kaisar gentong hanya tertarik pada surga dunia. Oleh sebab itu beberapa rakyat memilih menjadi bandit. Para prajurit enggan melindungi rakyat, memilih hidup bersenang-senang di kedai. Kamu tahu Xiongdi, di seluruh daerah Han sekarang bagai hutan rimba. Membunuh untuk hidup. Yang kuat yang berkuasa."

Bian mengangguk sambil memakan mantau. Andai tidak melihat sendiri betapa banyaknya bandit menyerang, dia pasti meminta pengawal memenggal bocah di depannya karena berani menjelek-jelekkan kaisar.

Bian menghela napas panjang yang cukup kencang. "Mungkin Kaisar tidak tahu akan keadaan rakyat. Mungkin yang keluarga Kaisar ketahui rakyat hidup makmur berkecukupan. Hei, siapa nama ayahmu? Kenapa dia tahu banyak hal?"

"Sima Yi. Dia cendikiawan miskin yang suka berjudi. Xiongdi jangan bilang ayah ya, kalau aku mengatainya miskin."

Bian terkekeh mengangguk kecil. "Aku berjanji akan merahasiakan hal ini. Aku berjanji akan mencoba memperbaiki kualitas hidup masyarakat Han kelak, jika aku menjadi kaisar."

Zhou terdiam memandang wajah serius Bian. Dia tidak tahu kalau pemuda di hadapannya adalah Putra Mahkota. Tentu bagi rakyat jelata ucapan tadi lucu, Zhou sampai terpingkal memegang perut karena celotehan Bian.

"Jangan mimpi Xiongdi. Haiya, kamu membuat perutku sakit."

"Aku serius."

Zhou duduk mengatur napas. "Ya, selamat mencoba. Mungkin kamu butuh bantuan dua pedang."

"Apa maksudmu Xiao didi?" 

"Mungkin hanya dengan pedang Meteor dan pedang Naga dunia bisa damai."

Bian baru mendengar tentang dua pedang ini. Apa bocah sedang menceritakan cerita rakyat? "Apa maksudmu bocah?"

"Ayah bercerita, ini kuil Liu Bang dan Xiang Nu." Bian berdiri menunjuk patung dua pria bersebelahan. "Mereka para penumbang tirani dan katanya jika keadaan dunia kacau, Pedang Meteor akan muncul, membawa kedamaian."

Liu Bang dan Xiang Nu tertulis di buku sejarah Han sebagai dua bapak pendiri kekaisaran. Mungkin kah bocah ini tahu lebih banyak dari Bian?

Bian tidak serta merta percaya ucapan Zhou. Dia meniup batu tua di bawah patung perunggu. Tertulis pahatan huruf dinasti Qin kuno. Beruntung Pangeran bisa membacanya.

[ Dua sahabat bersatu menumbangkan tirani Qin. Tetapi keserakahan dan nafsu membuat mereka saling membunuh, mengotori pedang Meteor dan pedang Naga dengan darah suci.

Kedamaian abadi tertunda. Empat ratus tahun waktu untuk kedamaian berjaya sebelum hancur.

Kesempatan ketiga bagi dua sahabat untuk bangkit memperbaiki kesalahan. Pedang Naga di barat, pedang Meteor di timur. Sentuh dengan darah keturunan Xiang Nu dan Liu Bang, maka kediaman pedang akan muncul]

Tulisan ini dibuat dengan pahatan yang sulit. Pertanda keaslian ucapan dalam tulisan. Bian keturunan ketiga belas Liu Bang. Dia menyentuh batu dan patung Liu Bang bercahaya.

(Aku melihatmu ….)

"Wah, apa yang kamu lakukan Xiongdi?" Zhou berusaha menarik tangan Bian, tapi gagal. Tidak sengaja dia menyentuh batu yang sama. 

Patung Xiang Nu menyala terang. Dua patung semakin terang menyilaukan mata. Cahaya terang membentuk cagak menerjang langit, membelah awan putih. Lalu hempasan angin kuat muncul dari batu.

Mereka serentak terpental menabrak pintu di belakang hingga hancur. 

"Haiya, boyokku aduduh. Xiongdi jangan aneh-aneh! Apa yang kamu lakukan?" Zhou membantu Bian berdiri.

"Entahlah, tiba-tiba saja batu menyala." 

"Ah kamu ini, aku nyaris ngompol tahu!"

"Maaf, maaf. Apa kamu mendengar sesuatu tadi?" tanya Bian, mengguncang badan Zhou. 

"Tidak, aku tidak mendengar apapun. Jangan membuatku takut! Sudahlah, aku mau buang air besar dulu." Zhou menepis tangan Bian, pergi ke semak-semak jauh di belakang kuil. "Jangan ngintip! Nanti kamu takut terus ikut!"

Bian duduk bersandar cagak kuil, melihat dua patung aneh. Apa mungkin tadi hanya bayangan belaka? Tapi telinganya benar-benar menangkap kalimat mengerikan.

Dari arah ujung jalan puluhan prajurit Han menunggang kuda tiba. Mereka mengenali wajah calon Kaisar, langsung berhenti di depan kuil.

Lima prajurit turun, bertekuk lutut di hadapan Pangeran. "Panjang umur Pangeran, panjang umur Han!"

"Berdirilah para punggawaku."

"Pangeran, di sini tidak aman. Ayo kita harus segera kembali ke istana." 

Bian menanti Zhou untuk kembali. Dia ingin berterima kasih secara formal juga memberi hadiah, tetapi sepertinya bocah itu akan lama kembali. Sementara dari wajah para penjemput sepertinya para bandit masih berkeliaran di sekitarnya.

"Pangeran, ayo!"

Bian mengepal tangan di depan dada. "Saudara Zhou, aku berjanji akan berusaha merubah Han lebih baik. Tunggulah aku."

Seorang pengawal bersujud di sebelah kuda, menjadi pijakan Bian yang hendak menunggang kuda.

Rombongan pun berangkat meninggalkan kuil.

*

Di tempat lain cahaya terang yang meluncur dari kuil tua menghantam sebuah makan tua. Tangan keluar dari makam seperti hendak meraih sesuatu.

****

(Halo selamat datang di novel ini. Jangan lupa memasukkan ke dalam daftar bacaan ya, semoga suka) 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Subandi Bandi
jadilah orang yang terpilih dan juga jujur pokoknya mantap.........
goodnovel comment avatar
privatesnafu
Awal-awal kerajaan, ntar di tengah mulai beralih ke wuxia. :D
goodnovel comment avatar
Kira_Khasunny
Jujur, aku suka pusing kalau baca novel wuxia ... Apalagi suruh buat begini. Sungguh salut padamu, Masterrr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status