Beberapa bulan setelah Liu Bian turun tahta, keadaan negara makin kacau. Satu persatu pejabat loyal dibunuh tanpa sebab, membuat mereka yang beruntung menjadi takut dan bergabung dengan Dong Zhuo.
Bahkan Zhu Cun dan Cao Cao menyatakan loyalitas kepada hewan itu.
Sementara itu, Yuan Shao membangun kekuatan di daerah utara, mengirim banyak pesan bagi pejabat ibukota untuk berkomplot membunuh Dong Zhuo dan gerakan untuk mengembalikan Bian menjadi kaisar semakin besar.
Dong Zhuo ingin menghabisi semua pejabat yang tidak berguna. Dia mempersiapkan pasukan untuk bergerak, tetapi Li Ru mencegah.
"Minggir!" teriak Dong Zhuo. "Biar aku penggal mereka semua!"
"Jika Anda melakukan itu, pemberontakan akan terjadi," ucap Li Ru.
Nasihat itu membuat Dong Zhuo duduk di lantai melempar pedang. Berkali-kali dia mengumpat geram.
"Jika begini terus, aku bisa digulingkan dari kekuasaanku!"
Li Ru berdecak, duduk di sebelah Dong Zhuo. Dia memberi kode bagi dayang untuk mengambil teh.
"Tuan, minum dulu."
"Buat apa minum!" keluh Dong Zhuo menepis tangan dayang.
"Tuan, mereka begitu karena Yuan Shao menjanjikan sesuatu dan Bian masih hidup. Bagaimana kalau kita bunuh Bian?"
Dong Zhuo menoleh memandang bingung Li Ru.
"Caranya?"
"Racun."
"Aku tahu, kamu sangat cerdas Li Ru!"
Dia tertawa kencang sampai batuk-batuk, baru dia meminum teh yang dayang bawa.
"Tapi, siapa yang bisa membawa racun itu untuk Bian minum?" tanya Dong Zhuo. "Dia akan menolak jika tahu itu dariku, kan?"
"Tuan, apa Anda akan menerima teh yang Bian berikan?"
"Tentu tidak!"
"Lalu kenapa Anda menerima teh buatanku?"
"Karena aku percaya padamu sepenuhnya. Haiya, benar juga, Cao Cao atau Zhu Cun, jika mereka yang membawa, si bodoh itu tidak akan curiga, kan?"
Li Ru mengangguk bahagia. "Tuan memang cerdas, hamba salut pada Tuan."
"Malam ini, suruh Zhu Cun membawa arak panjang umur untuk Bian!" perintah Dong Zhuo.
Rencana Li Ru mulai terlaksana. Dia bersama beberapa pengawal membawa Zhu Cun ke paviliun kosong dan memberi hadiah untuk mantan-kaisar.
"Untuk Bian?" tanya Zhu Cun.
"Iya. Tuan Dong Zhuo ingin meminta maaf karena membuat kesalahan. Dia ingin Bian kembali memimpin dan dia ingin semua kembali normal. Kamu tahu kan, Dong Zhuo tidak suka berada di Ibu Kota, terlalu panas. Dia ingin kembali ke Xi Liang yang dingin."
Cukup masuk akal ucapan Li Ru, karena memang Dong Zhuo sering mengeluh akan cuaca di ibukota.
Dia membawa kendi arak pulang ke rumah.
Zhu Cun tidak bodoh. Dia membuka kendi dan menuang sedikit isinya ke tanaman hias. Seketika asap putih keluar dari tanaman dan tanaman itu melumer.
"Kurang ajar, berani sekali Li Ru meracuni Bian?"
Malam ini, Zhu Cun tanpa persiapan membawa Bian pergi dari ibukota. Menurutnya pergi adalah jalan terbaik, akan tetapi dia sadar ini tidak akan mudah.
"Jangan biarkan dia kabur!" teriak seorang penunggang kuda, mengejar Zhu Cun.
Di kiri jurang membentang tajam. Di kanan hutan gelap menantang. Hanya ke depan jalan yang bisa dipilih, karena di belakang adalah neraka dunia.
"Kita mau ke mana, Zhu Cun?" tanya Liu Bian.
"Hamba sendiri tidak tahu. Yang penting kita pergi jauh dari kota Luoyang."
Zhu Cun benar-benar tidak ada persiapan. Istri dan anak-anaknya berada di Luoyang sementara dia membawa kabur mantan kaisar.
Sebuah anak panah melesat di sebelah Zhu Cun. Dia menoleh ke belakang mendapati beberapa penunggang kuda semakin mendekat.
"Zhu Cun, aku takut!" teriak Bian. "Bagaimana dengan adikku?"
"Kaisar Xian akan baik-baik saja bersama Ibu Suri. Dong Zhuo hanya menginginkan nyawa Anda."
Konsentrasi Cun sedikit pecah karena berusaha menenangkan Bian, hingga sebuah anak panah berhasil menusuk punggung. Dia tidak menunjukkan ekspresi kesakitan, dia tidak ingin Bian semakin panik.
"Zhu Cun, di depan ada pasukan lain!" teriak Bian.
Beberapa pasukan berkuda berdiri memenuhi jalan, bersenjata lengkap juga membawa obor. Mereka dipimpin oleh seorang pemuda berbadan kekar yang duduk di atas pelana kuda berbulu merah. Dia adalah Lu Bu dan kudanya, Red Hare.
Dengan sekali ayunan tombak Lu Bu, tercipta pusaran angin merah membelah bumi, membuat dedaunan kering beterbangan. Angin itu menyerang Zhu Cun.
Sontak Zhu Cun menarik pelana kuda hingga dua kaki kuda terangkat. Dia berhasil menghindari serangan, akan tetapi aura merah menerpa badan Bian.
"Yang Mulia, Anda tidak apa-apa?"
Bian menggeleng walau darah segar mengalir dari sela ujung bibir. Dadanya terasa seperti ditendang dengan keras.
Puluhan pasukan berkuda mengelilingi kuda Zhu Cun bersiap dengan senjata , membuat Zhu Cun tidak bisa ke mana-mana.
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun