Setelah mendapat kehormatan memimpin pasukan kerajaan, Cao Cao bagai mendapat berkah dari langit. Dia semakin mudah masuk ke kamar Ibu Suri.
Berdua mereka memadu cinta terlarang, sebuah skandal perusak moral kekaisaran.
Dia lalai dalam tugas, memilih meniduri Ibu Suri dari pada menjaga Bian dan Xian. Cao Cao mengira tidak akan ada yang berani mengancam nyawa Bian, selama Bian dan Xian berada di dalam wilayah istana. Terlebih Zhu Cun menjaga pintu gerbang bersama para pasukan loyal. Walau Dong Zhuo berniat memberontak, dia perlu memanggil pasukan Xi Liang yang berada di barak istana.
Namun, dugaannya meleset.
Setelah selesai rapat harian bersama para pejabat Luo Yang, Bian menghabiskan waktu di perpustakaan bersama Xian. Di sana mereka membaca banyak buku, karena memang keduanya sangat suka buku. Ruang yang dipenuhi buku adalah surga bagi mereka.
“Kak Bian, coba lihat ini.”
Xian berlari kecil menghampiri Bian yang tengah santai membaca buku, duduk bersila kaki di belakang meja kecil.
“Kak, coba lihat dulu.”
“Ada apa?” tanya Bian, memangku Xian. Dia menaruh buku yang Xian bawa ke meja kecil. “Pedang meteor Han?”
“Iya, katanya, siapapun yang bisa mengambil pedang ini, maka dia akan membawa kehancuran atau kedamaian di muka bumi. Konon katanya, pedang ini milik buyut Liu Bang, pendiri kekaisaran Han.”
Bian tersenyum kecut. Dia tahu itu hanya legenda. Akan tetapi legenda itu bisa sangat membantu jika memang benar apa adanya. Sebuah pedang yang bisa membelah apapun.
akan tetapi Bian tidak mau menghancurkan senyum Xian. Dia memilih mengikuti kemauan Xian dengan menganggap semua itu nyata.
“Kalau begitu, kamu mau mengambil pedang ini?” tanya Bian.
Xian mengangguk. “Tentu! Dengan pedang ini, kita bisa mewujudkan impian Ayah, kan?”
Belum sempat menjawab pertanyaan, beberapa kasim di luar sana berteriak histeris. Salah satu kasim melesat masuk mendobrak pintu. Badannya bersimbah darah ketika mendarat ke hadapan Bian.
Li Ru, seorang pria kurus bersama Dong Zhuo datang, membawa ratusan pasukan Xi Liang. Para pasukan berteriak-teriak seperti hendak berperang.
“Turunkan Bian! Ganti dengan Kaisar yang baik! Naikan Xian, turunkan Bian!”
Bian terdiam, memandang Dong Zhuo penuh teror. Dia salah langkah, dia tidak mengira ini akan terjadi begitu cepat. Bahkan pasukan loyal tidak bisa bergerak tepat waktu untuk menghalangi ini.
“Kaisar Bian, sudah hamba peringatkan. Jika tidak diberi apa yang mereka mau, mereka akan memberontak,” ucap Dong Zhuo.
Dia memberi kode pada Li Ru untuk melepas mahkota Bian.
Pria kurus itu dengan mudah mengambil mahkota, lalu memasang kepada Xian. Dong Zhuo dan pasukan bertekuk lutut lalu bersujud.
“Panjang umur kaisar Xian, panjang umur kekaisaran Han.”
“Kakak?” tanya Xian. “Apa yang terjadi? Kenapa mereka memanggilku dengan sebutan Kaisar? Kan Kaisarnya Kakak.”
Walau Bian menangis, dia tetap tersenyum di hadapan adiknya.
“Gantian. Sekarang kamu yang menjadi Kaisar.”
“Aku tidak mau.” Xian membuang mahkota. “Aku hanya ingin menjadi adik Kakak!”
Dengan sigap Li Ru mengambil Mahkota, memasang kembali ke kepala Xian.
“Yang Mulia, Kakak Anda bodoh, lemah, dan Rakyat membencinya. Rakyat mencintai Anda, Yang Mulia Xian. Bukan Bian. Ayo, ikut paman dan paman Dong Zhuo saja. Akan banyak mainan untukmu.”
“Tidak, aku tidak mau!”
Walau Xian meronta, tapi Li Ru tetap menggendong bocah kecil itu keluar dari perpustakaan.
Ketika Bian hendak bangkit, Dong Zhuo mengarahkan ujung pedang tajam ke arahnya, membuat Bian tak berdaya tertarik duduk kembali.
Terdengar suara Li Ru dari luar sana.
“Anda harus memberi cap, untuk kenaikan gaji para pasukan Xi Liang, juga Perdana Menteri dan para menteri loyal lainnya."
Dong Zhuo memandang puas pada Bian. “Kamu sekarang bukan siapa-siapa. Jika masih punya muka, lebih baik pergi.”
Bian menggeleng. “Di sini rumahku, aku yang tertua, dan aku akan melindungi Han dari makhluk sepertimu, orang tua busuk.”
Dong Zhuo mengayun pedang ke leher Bian, berharap mantan-kaisar mengompol atau meminta ampun, akan tetapi tidak. Bian tidak berkedip, malah tangan Dong Zhuo yang bergetar hebat.
“Kita lihat saja, mantan Kaisar. Sampai kapan kamu akan bertahan.”
Dong Zhuo memasukkan pedang ke sarungnya, lalu pergi dari perpustakaan.
Bian terduduk lemas. Dadanya kembang-kempis.
“Ayah, kenapa semua ini terjadi? Apa aku mampu mewujudkan janjiku kepadamu?"
Bian sadar, ini semua baru permulaan. Sekali lagi dia menghela napas. Andai bisa melindungi diri dengan ilmu bela diri, dia tidak akan menjadi kutu di tengah kandang babi. Dia bisa menjadi singa, ditakuti oleh lawan dan memberi rasa aman pada teman yang dia sayangi.
Bian mendorong meja sampai berguling-guling.
"Cao Cao! Cao Cao!" teriaknya, begitu keras.
Tiada yang datang. Bahkan para kasim pun tidak berani mendekati perpustakaan.
Bian menangis seorang diri di dalam perpustakaan. Semua karena Cao Cao, andai pria itu menjalankan tugas dengan baik. Dong Zhuo tidak akan berani datang ke perpustakaan membawa beberapa pasukan seperti tadi.
Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur. Yang bisa Bian lakukan hanya meratapi nasib. Sekarang dia hanya mantan-kaisar. Itu pertanda dia tidak punya kekuasaan apapun.
Zhu Cun datang ke perpustakaan hendak melapor.
"Gawat, Dong zhuo membawa pasukan Xi Liang ... Loh, Kaisar? Ada apa, apa yang terjadi?"
"Dong Zhuo, menjadikan Xian kaisar. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apa? Beri tahu, aku, sekarang!"
Bibir Zhu Cun melipat ke dalam, dia menangis penuh keputus asaan. Dia tahu, para menteri berada di bawah kendali Dong Zhuo, mereka akan menandatangani petisi untuk menurunkan kaisar dengan mudah.
"Maafkan hamba Yang Mulia. Mungkin sebaiknya Anda tinggal di rumah hamba sementara."
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun