Share

6. Turun Tahta

Setelah mendapat kehormatan memimpin pasukan kerajaan, Cao Cao bagai mendapat berkah dari langit. Dia semakin mudah masuk ke kamar Ibu Suri.

Berdua mereka memadu cinta terlarang, sebuah skandal perusak moral kekaisaran. 

Dia lalai dalam tugas, memilih meniduri Ibu Suri dari pada menjaga Bian dan Xian. Cao Cao mengira tidak akan ada yang berani mengancam nyawa Bian, selama Bian dan Xian berada di dalam wilayah istana. Terlebih Zhu Cun menjaga pintu gerbang bersama para pasukan loyal. Walau Dong Zhuo berniat memberontak, dia perlu memanggil pasukan Xi Liang yang berada di barak istana.

Namun, dugaannya meleset.

Setelah selesai rapat harian bersama para pejabat Luo Yang, Bian menghabiskan waktu di perpustakaan bersama Xian. Di sana mereka membaca banyak buku, karena memang keduanya sangat suka buku. Ruang yang dipenuhi buku adalah surga bagi mereka.

“Kak Bian, coba lihat ini.”

Xian berlari kecil menghampiri Bian yang tengah santai membaca buku, duduk bersila kaki di belakang meja kecil.

“Kak, coba lihat dulu.”

“Ada apa?” tanya Bian, memangku Xian. Dia menaruh buku yang Xian bawa ke meja kecil. “Pedang meteor Han?”

“Iya, katanya, siapapun yang bisa mengambil pedang ini, maka dia akan membawa kehancuran atau kedamaian di muka bumi. Konon katanya, pedang ini milik buyut Liu Bang, pendiri kekaisaran Han.”

Bian tersenyum kecut. Dia tahu itu hanya legenda. Akan tetapi legenda itu bisa sangat membantu jika memang benar apa adanya. Sebuah pedang yang bisa membelah apapun.

akan tetapi Bian tidak mau menghancurkan senyum Xian. Dia memilih mengikuti kemauan Xian dengan menganggap semua itu nyata.

“Kalau begitu, kamu mau mengambil pedang ini?” tanya Bian.

Xian mengangguk. “Tentu! Dengan pedang ini, kita bisa mewujudkan impian Ayah, kan?”

Belum sempat menjawab pertanyaan, beberapa kasim di luar sana berteriak histeris. Salah satu kasim melesat masuk mendobrak pintu. Badannya bersimbah darah ketika mendarat ke hadapan Bian.

Li Ru, seorang pria kurus bersama Dong Zhuo datang, membawa ratusan pasukan Xi Liang. Para pasukan berteriak-teriak seperti hendak berperang.

“Turunkan Bian! Ganti dengan Kaisar yang baik! Naikan Xian, turunkan Bian!” 

Bian terdiam, memandang Dong Zhuo penuh teror. Dia salah langkah, dia tidak mengira ini akan terjadi begitu cepat. Bahkan pasukan loyal tidak bisa bergerak tepat waktu untuk menghalangi ini.

“Kaisar Bian, sudah hamba peringatkan. Jika tidak diberi apa yang mereka mau, mereka akan memberontak,” ucap Dong Zhuo.

Dia memberi kode pada Li Ru untuk melepas mahkota Bian.

Pria kurus itu dengan mudah mengambil mahkota, lalu memasang kepada Xian. Dong Zhuo dan pasukan bertekuk lutut lalu bersujud.

“Panjang umur kaisar Xian, panjang umur kekaisaran Han.”

“Kakak?” tanya Xian. “Apa yang terjadi? Kenapa mereka memanggilku dengan sebutan Kaisar? Kan Kaisarnya Kakak.”

Walau Bian menangis, dia tetap tersenyum di hadapan adiknya.

“Gantian. Sekarang kamu yang menjadi Kaisar.”

“Aku tidak mau.” Xian membuang mahkota. “Aku hanya ingin menjadi adik Kakak!”

Dengan sigap Li Ru mengambil Mahkota, memasang kembali ke kepala Xian.

“Yang Mulia, Kakak Anda bodoh, lemah, dan Rakyat membencinya. Rakyat mencintai Anda, Yang Mulia Xian. Bukan Bian. Ayo, ikut paman dan paman Dong Zhuo saja. Akan banyak mainan untukmu.”

“Tidak, aku tidak mau!”

Walau Xian meronta, tapi Li Ru tetap menggendong bocah kecil itu keluar dari perpustakaan.

Ketika Bian hendak bangkit, Dong Zhuo mengarahkan ujung pedang tajam ke arahnya, membuat Bian tak berdaya tertarik duduk kembali.

Terdengar suara Li Ru dari luar sana.

“Anda harus memberi cap, untuk kenaikan gaji para pasukan Xi Liang, juga Perdana Menteri dan para menteri loyal lainnya."

Dong Zhuo memandang puas pada Bian. “Kamu sekarang bukan siapa-siapa. Jika masih punya muka, lebih baik pergi.”

Bian menggeleng. “Di sini rumahku, aku yang tertua, dan aku akan melindungi Han dari makhluk sepertimu, orang tua busuk.”

Dong Zhuo mengayun pedang ke leher Bian, berharap mantan-kaisar mengompol atau meminta ampun, akan tetapi tidak. Bian tidak berkedip, malah tangan Dong Zhuo yang bergetar hebat.

“Kita lihat saja, mantan Kaisar. Sampai kapan kamu akan bertahan.”

Dong Zhuo memasukkan pedang ke sarungnya, lalu pergi dari perpustakaan.

Bian terduduk lemas. Dadanya kembang-kempis.

“Ayah, kenapa semua ini terjadi? Apa aku mampu mewujudkan janjiku kepadamu?"

Bian sadar, ini semua baru permulaan. Sekali lagi dia menghela napas. Andai bisa melindungi diri dengan ilmu bela diri, dia tidak akan menjadi kutu di tengah kandang babi. Dia bisa menjadi singa, ditakuti oleh lawan dan memberi rasa aman pada teman yang dia sayangi. 

Bian mendorong meja sampai berguling-guling.

"Cao Cao! Cao Cao!" teriaknya, begitu keras.

Tiada yang datang. Bahkan para kasim pun tidak berani mendekati perpustakaan. 

Bian menangis seorang diri di dalam perpustakaan. Semua karena Cao Cao, andai pria itu menjalankan tugas dengan baik. Dong Zhuo tidak akan berani datang ke perpustakaan membawa beberapa pasukan seperti tadi.

Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur. Yang bisa Bian lakukan hanya meratapi nasib. Sekarang dia hanya mantan-kaisar. Itu pertanda dia tidak punya kekuasaan apapun. 

Zhu Cun datang ke perpustakaan hendak melapor.

"Gawat, Dong zhuo membawa pasukan Xi Liang ... Loh, Kaisar? Ada apa, apa yang terjadi?"

"Dong Zhuo, menjadikan Xian kaisar. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apa? Beri tahu, aku, sekarang!"

Bibir Zhu Cun melipat ke dalam, dia menangis penuh keputus asaan. Dia tahu, para menteri berada di bawah kendali Dong Zhuo, mereka akan menandatangani petisi untuk menurunkan kaisar dengan mudah.

"Maafkan hamba Yang Mulia. Mungkin sebaiknya Anda tinggal di rumah hamba sementara."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status