Bima menatap tajam mata Datuk Manggala. Dia khawatir mayat yang sudah dia hidupkan akan menyerangnya. "Dia saat ini berada di ranah Cakrawala tahap tengah, jika dia menyerangku, akan sangat menyusahkan, sialan..." batin Bima. Datuk Manggala berjalan mendatangi Bima yang masih bersembunyi dibalik dinding es. Setiap langkahnya menggetarkan lantai goa. Blarrrr! Dinding es yang sangat kuat itu hancur hanya dengan telapak tangan Datuk Manggala. Bima bersiap dengan pedang Hantu Biru. Dia harus segera kabur jika Datuk Manggala itu menyerangnya. Namun sesuatu yang membuat Bima terkesima pun terjadi. Datuk Manggala berlutut di depan Bima sambil menyilangkan tangan kanannya di depan dada. "Seorang Pelayan Terkuat ada di depanku..." ucap Bima dalam hati sambil tertawa keras. "Hmm, namamu sekarang adalah Tangan Darah, apakah kau dengar?" ucap Bima. "Saya mendengar tuanku," sahut Datuk Manggala yang sekarang berganti nama menjadi Tangan Darah. Bima mempunyai alasan tersendiri kenapa dia
Bima tersenyum mendengar ledakan itu. "Dia sudah mulai, aku penasaran akan seperti apa pertarungan mereka!" batin Bima. Para murid yang terkejut mendengar ledakan dari arah aula tak bisa berbuat apa-apa. Mereka kocar-kacir diserang oleh Bima. "Jangan biarkan musuh begitu saja! Serang dengan kekuatan kalian!" terdengar teriakan dari atas menara. Bima menoleh. Dia terkejut saat satu anak panah sudah ada di depan matanya. Namun dalam sekejap Bima telah menghilang dan berpindah tempat di depan pemanah tersebut. Sang pemanah terkejut. Namun hanya sesaat, karena di detik berikutnya kepalanya telah terlepas dari tubuhnya setelah terkena sabetan pedang milik Bima. Murid-murid yang lain terlihat ketakutan. Ini kali pertama mereka melihat sosok Iblis di depan mereka. "Dia sangat cepat dan ganas... Bagaimana cara kita menahan serangan nya...?" "Gunakan senjata roh! Kita serang bersama-sama!"Bima menatap ke bawah. Jika puluhan pendekar itu menggunakan senjata roh, dia akan cukup kesulita
Tangan Darah berteriak keras sambil menahan serangan pukulan Taring Harimau Dewa gabungan. Tengkorak-tengkorak yang dia lancarkan tak mampu melahap semua kekuatan gabungan itu. Sehingga terjadi ledakan yang sangat dahsyat bagaikan ledakan gunung berapi. Wulan mencoba terus bertahan meski darah sudah mengalir dari sela bibirnya. Dia bisa merasakan tubuhnya yang seperti tengah di cabik-cabik binatang buas. Di tengah ledakan dahsyat itu terdengar suara auman harimau yang sangat keras. Para tetua itu berteriak keras sambil terus bertahan dari ledakan tersebut. Namun tidak semua berhasil bertahan, karena beberapa tengkorak berhasil lepas dari ledakan dan langsung menyerang mereka dan memakannya dengan buas. "Bertahan lah sekuat tenaga!" teriak Wiraseta. Namun darah menyembur dari mulutnya. Dia yang paling terkena dampak dari ledakan tersebut karena dia yang paling depan. "Sudah menggabungkan kekuat
Beberapa hari setelah pembantaian di Perguruan Taring Putih, seluruh kerajaan gempar. Kabar itu di sampaikan oleh Pengawas Kerajaan yang di tempatkan di Perguruan Taring Putih. Dia baru saja kembali bersama beberapa muridnya setelah melakukan latihan di hutan. Saat mereka pulang, Perguruan yang mereka tempati telah musnah. Tak ada yang tersisa satu nyawa pun. Semua tetua dan murid yang berjumlah ratusan tewas. Bahkan didapati lubang besar yang pengawas itu duga adalah serangan banyak pendekar.Tidak ada yang mengira sama sekali jika pelaku serangan itu hanyalah tiga orang saja. Banyak dugaan kuat jika serangan di lakukan oleh musuh abadi Perguruan tersebut. Dan musuh abadi Perguruan Taring Putih adalah Perguruan Bangau Surga. Kedua Perguruan kelas tengah itu sering berselisih. Namun belum pernah tejadi peperangan besar di antara keduanya. Raja Negara Angin Timur mulai menyikapi dengan serius masalah pembantaian dua
Bima melangkah masuk ke dalam penginapan yang sudah dia tempati beberapa hari ini. Matanya melirik kearah kedai yang ada di lantai bawah. Disana banyak pendekar yang sedang minum tuak dan berjudi. "Sampah-sampah ini hanya merusak pemandangan dan membuatku sakit mata," batin Bima sambil terus berjalan ke lantai dua. Sesampainya di kamar Bima menggelar semua senjata yang dia beli tadi. "Aku bisa merasakannya, senjata yang hampir mirip..." batin Bima. Dia mengambil satu persatu senjata berupa pisau dan belati tersebut. Setelah beberapa lama mencari akhirnya dia menemukan senjata berupa belati yang dia inginkan. "Ini dia... Benar... Ini mirip dengan belati petir..." batin Bima. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke dalam belati tersebut. Aura petir muncul dari senjata kecil itu membuat Bima yakin itu memang belati petir pasangan belati petir miliknya. "Keberuntungan yang tidak terduga!" batin Bima sam
Tengkorak Merah raksasa menderu dari atas langit menuju aula dimana para pendekar sewaan Perguruan Bangau Surga berada. "Hei, apakah kalian merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pendekar yang sedang asik minum tuak. "Kau mabuk, apa yang kau rasakan kecuali pusing? Hahaha!" sahut kawannya yang juga sudah dalam keadaan mabuk. Di dalam aula itu ada sepuluh pendekar Ranah Tulang Dewa dan belasan pendekar ranah Keabadian. Keberadaan mereka adalah untuk menjebak pembunuh yang mengincar Ketua mereka. Namun mereka tak menyadari, bahaya yang lebih mengerikan tengah menuju ke arah mereka. "Beberapa hari ini Ketua Adisatya mengurung diri di gubuk itu, apakah dia akan terus membiarkan orang-orang pemabuk ini berada di aula terhormat kita?" bisik salah satu murid Perguruan. "Sssttt! Jangan sampai mereka mendengar, itu akan jadi masalah untuk Perguruan kita," sanggah kawannya yang lebih memilih diam. Saat keadaan te
Warga yang ada di sekitar benteng Perguruan Bangau Surga itu berlarian menuju tampat yang lebih aman. Mereka mendengar pertarungan besar di dalam benteng. Ledakan-ledakan mengerikan itu membuat semua orang di sekitar benteng ketakutan. Bima melesat dengan cepat ke arah hutan. Mata kanannya yang menggunakan mata Iblis Bayangan bisa melihat semuanya dengan jelas. Seorang gadis berpakaian Merah muda melihat sosok Bima yang sempat melayang di atas pemukiman warga. "Pakaian itu... Bukankah dia pemuda yang memborong senjata kemarin? Apakah dia yang selama ini membuat kekacauan dengan membantai banyak Perguruan?" batin gadis itu. Dia ingin mengikuti arah pemuda itu pergi. Namun dia tidak tahu kemana arah Bima pergi. Tangan Darah yang melihat Bima terbang ke arah hutan segera melesat dengan cepat meninggalkan Perguruan yang sudah hancur tersebut. Dia mengikuti Bima yang melesat ke arah hutan. Bima tersenyum melihat gerakan yang cukup cepat di dalam hutan. "Saatnya menembak jarak jauh
Sepanjang sejarah dunia persilatan Negara Angin, hanya segelintir pendekar yang mempunyai keberuntungan mendapatkan sebuah kekuatan yang bisa mengendalikan Ruang dan Waktu. Karena kekuatan itu sangat langka, mereka yang mendapatkan kekuatan Ruang dan Waktu menjadi orang paling istimewa di tanah Negara Angin. Bima teringat pada Ratu Agung penguasa Klan Elang Dewa yang juga mempunyai hukum Ruang dan Waktu. Saat dia melawannya waktu itu, tak ada kesempatan untuk menang sama sekali. Dia belum tahu jika Ratu itu adalah Arimbi, kekasihnya. "Kekuatan Ruang dan Waktu ini sangat berguna di pertarungan. Bahkan sangat berbahaya bagi musuh," batin Bima. Tubuhnya tengah menyerap inti darah dari pendekar Kerajaan itu. Ada hawa aneh yang Bima rasakan saat menyerap kekuatan dari inti darah tersebut. Sekujur tubuhnya terasa sangat kaku tak bisa di gerakkan. Saat menyerap kekuatan itulah saat-saat tubuhnya lemah dari segala serangan. Jika ada musuh yang tiba-tiba menyerang dirinya, itu akan sang
Bima tersenyum lebar melihat Hantu Ganjang yang kebingungan. "Hei, apa yang sedang kau pikirkan Hantu jelek?" tanya Bima membuat Hantu Ganjang merasa di permainkan. "Bajingan! Kau gunakan jurus ilusi padaku bukan!? Kembali kan tubuhku!" teriak Hantu Ganjang marah. Bima tertawa terbahak-bahak. "Sudah terlambat untuk menyadarinya Hantu bodoh. Tubuhmu sedang aku jadikan boneka baru ku. Harusnya kau bersyukur aku menjadikan dirimu boneka. Karena itu lebih bermanfaat bukan? Daripada kamu hidup mengenaskan di tempat ini," ucap Bima lalu tertawa terbahak-bahak. "Biadab! Beraninya kau mengecoh diriku...! Aku tak akan memaafkan mu!" teriak Hantu Ganjang lalu melesat ke arah Bima. Matanya bersinar hijau terang. Tinjunya melayang. Namun dia tak sampai ke tempat Bima berada. Karena kakinya telah di tarik oleh Gerbang Hitam dan di banting ke tanah dengan sangat keras. Brraaaakkk! Tubuh Hantu Ganjang menghantam tanah dengan keras hingga tanah hancur. Bima tertawa melihat hal tersebut. "Kon
Hantu Ganjang terlihat gemetar setelah melihat akar Subali yang sangat kuat itu terpotong oleh serangan jarak jauh yang sangat cepat. Bahkan sinar tebasan itu juga menghancurkan akar-akar yang lain saat meledak di tanah. Tujuh murid itu terlempar di udara dan jatuh ke tanah dalam keadaan tak sadarkan diri. Bima yang merasa tak bisa mengendalikan kekuatan nya merasa bersalah. "Untung saja mereka tidak mati... Bisa jadi masalah kalau mereka mati karena Pedang Pemotong Roh milikku tadi..." batin Bima. Ratu Azalea menatap mata Hantu Ganjang dengan tajam. Mata Ratu berkilat kuning. Semakin Hantu Ganjang itu menatap mata Ratu, semakin dia tertekan oleh aura kuat yang keluar dari tubuh sang Ratu. "Bagaimana ada manusia yang sekuat ini... Pemuda itu sangat kuat. Hanya satu tebasan mampu menghancurkan akar-akar Subali. Dan wanita itu, tidak lebih lemah dari pemuda ini... Sialan... Siapa mereka sebenarnya...? Aku penasaran pada dua manusia ini, bagaimana negara Angin ini mempunyai pendekar
"Apa ini!? Bagaimana sisik naga ku bisa meleleh!?" seru Gerbang Hitam dengan wajah panik. Dia panik karena sisik Naga yang dia pelajari dari leluhurnya adalah pertahanan terkuat klan Naga. Namun hanya dengan ludah Hantu Ganjang, sisik Naga miliknya meleleh seperti lilin. "Hahaha! Apa kau terkejut? Itu adalah cairan yang ada di dalam tubuhku. Semua benda padat sekuat apapun akan meleleh setelah terkena ludahku, hikhikhik!" ucap Hantu Ganjang di iringi suara tawanya yang mengerikan. "Makhluk apa kau sebenarnya...!?" tanya Gerbang Hitam mencoba mengulur waktu. Namun sayangnya Hantu Ganjang tahu Gerbang Hitam sedang mengulur waktu. Dia mendekati Gerbang Hitam lalu menyentuh dagu manusia Naga itu dan menatap matanya. "Kau pikir kau akan selamat meski kau mencoba mengulur waktu? Subali, bawa bocah itu kesini!" ucap Hantu Ganjang. Akar Subali bergerak ke belakang dan membawa tubuh murid yang sebelumnya Gerbang Hitam suruh pergi untuk melapor kepada tetua yang lain. "Sayang sekali... D
Gerbang Hitam melesat ke arah empat muridnya yang tengah berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan pada leher mereka. Gerbang Hitam melompat sambil melepas pukulan sakti miliknya. Namun anehnya tangan-tangan itu seperti tembus jika terkena serangan. Meski tembus, cengkraman tangan itu juga terlepas. Gerbang Hitam menatap arah hilangnya tangan-tangan panjang tersebut. "Semuanya mengarah pada rumah butut itu. Apakah ini nyata atau hanya ilusi?" batin Gerbang Hitam. "Kalian sebaiknya tetap waspada. Keluarkan senjata roh kalian, kita akan mencoba menangkap mereka," kata Gerbang Hitam. Delapan murid itu mengangguk. Mereka segera mengeluarkan senjata mereka. Perlahan-lahan mereka berjalan mendekati pohon besar dan rumah kecil yang sudah bobrok di bawah pohon tersebut. "Setiap aku menyerang tangan-tangan panjang itu, serangan ku selalu tembus seolah hanya melewati tempat kosong. Apakah kalian punya cara untuk membuatnya terluka?" tanya Gerbang Hitam yang biasa di panggil Ki Ireng
Rombongan itu berhenti di sebuah desa yang nampak gelap tanpa ada penerangan obor sama sekali. "Biasanya desa yang kita singgahi selalu ada obor di setiap gapura. Tapi desa ini sedikit aneh," kata Aryo sambil mengawasi sekitar. Dia yang membawa obor turun dari kuda dan mendekati gapura desa yang sudah lapuk. Abinyana pun mendekat. "Sepertinya desa ini sudah lama di tinggal pergi para penduduk, hanya saja, tidak jelas apa penyebab nya," kata Abinyana. Suasana desa itu gelap gulita. Obor yang mereka bawa adalah satu-satunya penerang di tempat tersebut. "Kalian coba cari tahu dan ketuk rumah warga. Jika ada sesuatu yang tidak beres, segera laporkan," perintah Aryo. "Aku akan mengitari desa ini untuk memastikan tak ada jebakan di sekitar desa," kata Abinyana. Delapan murid yang mendapat perintah mengangguk. Mereka membawa obor masing-masing satu. "Aku temani kalian, sangat berbahaya jika kalian bertemu makhluk yang kuat," kata Gerbang Hitam. Delapan murid itu bernapas lega. Mere
"Aku tahu apa yang ingin kalian tanyakan padaku," kata Bima setelah beberapa saat menatap dua tetua Perguruan Harimau Dewa. "Kamu bisa jelaskan secara ringkas saja. Siapa kamu dan wanita bernama Dewi Parwati itu, lalu, apa tujuan kalian," kata Aryo sambil terus menatap Bima. "Baiklah, sebenarnya Ki Cokro sudah tahu semuanya sejak awal. Dia menyimpan rahasia ini sebaik mungkin untuk menjaga nama Perguruan. Aku datang ke tempat kalian karena mempunyai tujuan," ucap Bima sambil menatap balik kearah Aryo. Ditatap mata pemuda itu membuat Aryo merasa tertekan. Dia bisa merasakan kekuatan yang sangat besar berada di hadapannya. Bagaikan benteng raksasa yang mendorong tubuhnya. "Kau... Kau pendekar Ranah Cakrawala... Apakah es ini adalah perbuatan mu?" tanya Aryo. "Iya, begitulah. Aku membunuh belasan Pendekar Ranah Tulang Dewa tahap puncak. Jika mereka tidak aku bunuh, bukankah kalian yang bisa saja menjadi korban?" ujar Bima sambil tersenyum kecil. Aryo dan Abinyana terpana. "Berarti,
Mendengar ledekan dari Bima membuat Nyai Anjani benar-benar marah. Ditambah Bima yang terlihat sangat meremehkan dirinya. Matanya bersinar hijau. Aura hijau pun keluar dari kedua tangannya. Lingxia yang sudah mulai kelelahan mulai khawatir. "Akan ku tunjukkan kekuatan Tulang Dewa milikku... Lihatlah baik-baik!" ucap Nyai Anjani lantang. Wanita itu berteriak keras seolah tengah kesakitan. Tubuhnya berguncang. Dari punggung nya terlihat aura hijau pekat yang keluar. Aura hijau itu perlahan membentuk sebuah makhluk. "Apa yang sedang dia lakukan?" batin Lingxia. Wujud makhluk yang tercipta dari aura hijau itu semakin jelas membentuk seekor Ular Kobra raksasa. "Lingxia, ular jadi-jadian ini sangat beracun. Jika kamu terkena racunnya, tubuhmu akan meleleh dan hancur dalam waktu singkat," ucap Ratu Azalea melalui telepati. Lingxia mendengus kesal. Dia tak mau kalah begitu saja dengan wanita itu. Dengan gerakan dia mulai merapal mantra kekuatan. "Aku akan hadapi dengan Jurus Terlarang
Nyai Anjani tak punya pilihan lagi selain mencoba untuk menyerang Lingxia. Karena gadis itu yang paling dekat dengannya. Ratu Azalea tak bertindak sedikit pun. Dia yakin Lingxia bukan gadis lemah. Apalagi dia sudah tahu jika Lingxia akan menjadi istri Qinglong, anak angkatnya. "Ingin menjadi istri dari anak angkat ku, harus di uji lebih dulu, apakah mampu menjadi istri yang bisa melindungi dirinya sendiri." batin Ratu Azalea. Nyai Anjani melesat kearah Lingxia yang telah siap dengan jurus andalannya. Yaitu Sembilan Jurus Naga. "Aku tak akan tanggung-tanggung lagi, Sembilan Jurus Naga kekuatan Dewa," batin Lingxia. Sementara itu Bima yang baru saja mengeluarkan Ledakan Es miliknya berdiri di tengah es. Semuanya membeku. Bahkan musuh-musuh nya yang sudah bersiap untuk menyerangnya semuanya membeku menjadi patung es. "Hanya sepertiga kekuatan ku mereka semua sudah tewas. Sungguh tidak menyenangkan..." batin Bima. "Dua belas Ranah Tulang Dewa Tahap Akhir mati satu kali serangan, sun
Dari arah selatan terdengar teriakan minta tolong. Semua orang yang tengah asyik makan malam terkejut dan segera berdiri. Ratu Azalea melirik ke arah Nyai Anjani yang masih tetap duduk dengan tenang. Ratu mulai waspada jika wanita tersebut akan menyerang dari belakang. Bima pergi ke belakang kereta. Nyai Anjani melihat hal itu. "Jika kau pergi begitu saja, apakah kau pikir kau akan baik-baik saja? Di sana banyak musuh yang sedang berdatangan ke tempat ini," kata Nyai Anjani. Bima menoleh lalu nyengir. "Aku hanya buang air kecil, apakah aku harus kencing di depan mu agar aman?" tanya Bima membuat wajah Nyai Anjani memerah. Ratu Azalea menahan tawanya melihat kekonyolan suaminya. "Semua, waspada! Aku yakin teriakan itu adalah murid Perguruan Banteng Api yang berhasil selamat!" ucap Aryo mulai tegang. "Tetap di dekat api unggun! Jangan berpencar!" perintah Abinyana. Delapan murid Perguruan Harimau Perak mulai cemas. Mereka hanyalah pendekar Ranah Keabadian. Jika terjadi serangan