"Ingin rasanya aku meremukkan mulut dan leher si mata keranjang itul"
Rupanya ucapan tersebut didengar oleh Dewa Rayu yang sudah berdiri dan mengendalikan rasa sakit dengan tarikan napasnya beberapa kali. Dewa Rayu pun segera berkata penuh kegeraman dan kejengkelan, "Jangan sesumbar di depanku, Perempuan gatal! Aku bisa membuatmu bertekuk lutut di depanku dan mengemis cinta padaku!"
"Semudah itukah kau membayangkannya! Hmm..., Justru kau yang akan merangkak di depanku dan menangis-nangis memohon kehangatan dariku!"
"Kalau begitu kita buktikan siapa yang akan mengemis cinta di antara kita! Hiaaatt...!" Dewa Rayu melompat maju sambil menyentakkan tangan kirinya dalam keadaan telapak tangan terbuka. Dari telapak tangan itu menyembur asap kuning tipis ke arah wajah Lancang Puri.
"Racun Kuda Binal!" seru Dewa Rayu pada saat asap kuning itu menyembur. Rupanya Lancang Puri tak mau kalah, ia pun segera sentakkan tangan kanannya yang berjari lurus dan rapat, bagai
"Angker sekali wajah orang ini?" pikir Baraka. "Kurasa dia orang yang galak dan berdarah dingin. Mudah tersinggung dan mudah mencabut nyawa orang. Wajahnya yang sadis itu dapat mengecilkan nyali lawan sebelum bertarung dengannya. Hmm... tapi siapa orang ini? Aku merasa baru melihatnya sekarang."Mata lebar itu melirik ke kanan-kiri sebentar, seakan memeriksa keadaan sekelilingnya demi keamanan jiwa. Sebentar-sebentar ia mengusap kumisnya yang lebat dengan lagaknya yang benar-benar menakutkan nyali orang awam."Apa maksudmu menemuiku di sini, Paman?" Baraka menyapa dengan sopan, walau penuh curiga dan waspada terhadap orang tersebut."Aku mencari seseorang," jawabnya.Dan Baraka terkejut sekali serta menahan tawa dalam hati. "Ya, ampun...! Suaranya seperti suara perempuan manja! Mirip gadis pingitan yang sedang kasmaran. Idiih... amit-amit!" pikir Baraka geli sendiri."Kenapa tersenyum-senyum?" sambil orang itu mendekat dengan gaya perempuanny
"Tak perlu berbasa-basi lagi, aku sudah tahu, bahwa kaulah orang yang mematahkan seranganku terhadap Lancang Puri!" ucap Urat Setan dengan nada dingin."Aku hanya mencegah agar di antara kalian jangan saling membunuh," kata Baraka beralasan.Urat Setan merasa disepelekan oleh sikap kalemnya Baraka yang tidak punya rasa kaget dan takut atas kemunculannya. Maka segera sebuah pukulan bersinar merah dalam bentuk pisau terbang dilepaskan.Claaapp...!Sinar merah berbentuk pisau terbang itu menghantam pinggang Baraka. Tetapi karena Baraka cepat-cepat turunkan suling mustikanya, maka sinar itu menghantam Suling Naga Krishna tersebut.Trak... deesss...!Sinar merah itu berbalik arah dengan gerakan lebih cepat. Bentuknya yang menyerupai pisau terbang itu menjadi lebih besar, sehingga layak dikatakan berbentuk golok terbang. Hal itu sangat mengejutkan Urat Setan, sehingga hampir saja orang itu mati karena sinarnya sendiri kalau tak segera melompat ke
Sinar merah kecil melesat dari tangan orang yang dipanggil dengan nama Nyai Gandrik itu. Sinar tersebut membuat Dewa Rayu tersentak ke tempat semula dan mengerang panjang dengan dada bagaikan terbakar hebat bagian dalamnya."Aaaahh...! Lancang Puri... peluklah aku! Peluklah aku, Puriii...!""Dewa Rayu... aku ikut! Aku ikut kau! Ambillah aku, Sayang...!"Lancang Puri yang meronta-ronta saat dibetulkan letak pakaiannya itu akhirnya ditotok oleh Nyai Gandrik.Teess...!"Racun Kuda Binal memang berbahaya bagimu, Lancang Puri! Aku harus segera menawarkan racun itu dulu! Ingat pusaka itu, Lancang Puri! Ingat!"Weesss...!Lancang Puri dipanggul dan segera dibawa pergi oleh perempuan bersanggul utuh dengan rambut bercampur uban sebagian. Sementara itu Dewa Rayu masih menggeliat dan mengerang-erang bagaikan merasakan luka bakar di dalam dadanya.Baraka hanya geleng-geleng kepala memandangi kejadian itu sambil menggumam lirih, "Siapa per
"Ingin rasanya aku meremukkan mulut dan leher si mata keranjang itul"Rupanya ucapan tersebut didengar oleh Dewa Rayu yang sudah berdiri dan mengendalikan rasa sakit dengan tarikan napasnya beberapa kali. Dewa Rayu pun segera berkata penuh kegeraman dan kejengkelan, "Jangan sesumbar di depanku, Perempuan gatal! Aku bisa membuatmu bertekuk lutut di depanku dan mengemis cinta padaku!""Semudah itukah kau membayangkannya! Hmm..., Justru kau yang akan merangkak di depanku dan menangis-nangis memohon kehangatan dariku!""Kalau begitu kita buktikan siapa yang akan mengemis cinta di antara kita! Hiaaatt...!" Dewa Rayu melompat maju sambil menyentakkan tangan kirinya dalam keadaan telapak tangan terbuka. Dari telapak tangan itu menyembur asap kuning tipis ke arah wajah Lancang Puri."Racun Kuda Binal!" seru Dewa Rayu pada saat asap kuning itu menyembur. Rupanya Lancang Puri tak mau kalah, ia pun segera sentakkan tangan kanannya yang berjari lurus dan rapat, bagai
Sesosok tubuh melenting di udara dan bersalto tiga kali, keluar dari balik semak yang kini sedang terbakar karena serangan sinar merah.Seorang pemuda ganteng berdiri di depan Baraka dan Lancang Puri. Pemuda itu kenakan baju ungu satin, rapi, dan bersih. Rambutnya yang ikal panjang dilapisi dengan ikat kepala dari lempengan perak hias berwarna merah dan hijau. Pedang pendek di pinggang bersarung logam kuningan ukir. Melihat kumis tipis pemuda itu, Baraka merasa pernah bertemu dengan orang tersebut.Setelah diingatkan sebentar, Baraka pun segera tahu bahwa pemuda itulah yang bernama Dewa Rayu, yang tempo hari diintip Baraka hendak bermesraan dengan gadis dari Samudera Kencana, anak buah Rindu Malam yang bernama Kusuma Sumi."Apakah kau mengenalnya?" tanya Lancang Puri berbisik di samping Baraka."Namanya Dewa Rayu. Putera raja Pengging yang dibuang, lalu menjadi muridnya Patih Janur Sulung di Bukit Karangapus, tapi ia memihak perguruan Pasir Tawu karena se
"Kudengar ia menghendaki sebuah pusaka darimu. Kalau boleh kutahu, pusaka apa itu?" tanya Baraka setelah diam beberapa kejap.Lancang Puri tidak langsung menjawab, ia memandang keadaan sekeliling, bagaikan ingin mencari letak biara yang hilang. Bahkan ia perdengarkan suaranya yang mirip orang menggumam itu,"Aneh sekali. Mengapa tidak ada di sini?""Maksudmu... Biara Damai?" sahut Baraka.Perempuan itu cepat palingkan wajah pandangi Pendekar Kera Sakti."Apakah kau tahu tentang Biara Damai?""Aku juga kenal dengan Pendeta Mata Lima.""Oh, kalau begitu... kalau begitu kau tahu di mana kakekku itu berada?""Kakekmu? Maksudmu Pendeta Mata Lima itu?""Benar. Beliau adalah kakekku yang sudah lama tidak kutengok. Tapi ketika aku datang ke sini, sepertinya aku salah alamat. Mengapa di sini tidak ada bangunan biara dengan kuil-kuilnya? Padahal seingatku bangunan itu dulu ada di sini, di tanah lapang ini. Seandainya pindah, setid