"Mengapa kalian menyerangku? Apakah aku punya urusan dengan kalian? Padahal aku tidak kenal siapa kalian!" kata Baraka tenang sekali.
"Jangan pura-pura bodoh di depanku, Cecunguk!" gertak orang berpakaian hitam itu.
"Namaku Baraka, bukan Cecunguk" sanggah Pendekar Kera Sakti.
"Persetan dengan namamu! Yang jelas kau adalah cecunguknya si keparat itu!"
"Si keparat siapa?”
"Laksamana Cho Yung!" sentak orang berpakaian abu-abu.
Pendekar Kera Sakti melepaskan tawa pelan namun berkesan kegelian. Lalu dengan tetap kalem ia ucapkan kata, "Aku malahan tidak tahu siapa itu Laksamana Cho Yung!"
"Terlalu banyak bicara dia, Ki!" kata si rompi hijau.
"Hantam saja dia!"
"Memang bangsat dia! Haiiit...!"
Wesss...!
Orang gundul itu cepat melompat dan menerjang Baraka dengan sebuah tendangan kaki besarnya. Lompatan itu cukup cepat, kakinya dalam sekejap sudah sampai di depan mata Baraka. Maka dengan cepat pula Baraka se
Tentu saja Baraka terkejut dituduh membawa lari istri Adipati. Dewi Angora sendiri sampai terbelaiak dan terperangah mulutnya mendengar kata-kata Yosodigdaya. Batuk Maragam pandangi Baraka dengan dahi sedikit berkerut karena bimbang hatinya."Kau memfitnahku, Yosodigdaya!" kata Baraka Sintng dengan menahan kemarahan. "Tipu daya apa yang membuat mu harus memfitnahku begini? Aku benar-benar belum pernah bertemu denganmu, belum pernah datang ke Kadipaten, apalagi sembuhkan Gusti Permeswari, sama sekali belum pernah!""Persetan dengan pengakuanmu! Tiga bulan lamanya kami mencarimu, baru sekarang berhasil jumpa denganmu! Perintah sang Adipati adaiah membawa pulang dirimu untuk diadili dan menemukan kembali Gusti Permeswari!""Tidak bisa!" sahut Batuk Maragam, "Aku menghalangi pihakmu. Jika kau bermaksud membawa Baraka sebagai tawanan!""Apa alasanmu, Batuk Maragam/?!" sentak Yosodidaya."Baraka akan menikah dengan keponakanku Dewi Angora!" Batuk Maragam
Sebab itu Batuk Maragam berkata, "Mengapa baru sekarang aku melihat pangkatmu yang tinggi itu, Pendekar Kera Sakti?!""Ada baiknya kalau kita bicara dirumah Paman Batuk Maragam saja" kata Baraka menutupi rasa kikuknya karena melihat Dewi Angora terheran-heran.Gadis itu segera berkata, "Aku mau kerumah Paman, tapi aku tidak dijebak dan dikawinkan dengan Tuanku Nanpongoh!"Batuk Maragam berkata, "Kau punya Manggala Yudha. Kenapa takut?"Baru saja mereka mau bergegas pergi, tiba-tiba terdengar deras suara kaki kuda menuju ketempat mereka berdua. Dari atas tanggul muncul tiga penunggang kuda bersenjatakan panah. Mereka ada ditaanggul Seberang sungai. Panah mereka direntangkan dan terarah kepada Pendekar Kera Sakti.Empat orang penunggang kuda dari tanggul yang akan dilalui Baraka juga muncul secara mengejutkan dengan anak panah terarah kepada Pendekar Kera Sakti. Disebelahnya muncul pula enam orang bersenjatakan tombak yang siap melemparkan tombak itu
Dewi Angora berada dibelakang Baraka, seakan berlindung di sana. Matanya masih menegang kala ia pandangi wajah pamannya. Sorot mata tokoh tua itu penuh getaran yang menyentuh hati dan jiwa bagi orang yang tak berilmu tinggi. Kalem, berkesan ramah tapi karismanya tinggi.“Mereka sudah kusuruh Pulang, walau harus membuat si Mulut Petir luka di bagian dadanya," kata tokoh yang dikenal dengan nama Batuk Maragam."Lalu untuk apa Paman menyusulku kemari?" kata Dewi Angora dengan cemberut manja yang membuat sang Paman tersenyum lebar."Dekatlah sini padaku, Dewi" ia melambaikan tangannya penuh keramahan. Tapi Dewi Angora semakin menjauhkan diri ke belakang Baraka."Tidak! Aku tidak mau. Paman pasti akan membawaku pulang!""He, he, he...!" tokoh tua itu terkekeh, akhirnya batuk lagi, uhuk, uhuk, uhuk, uhuuwuuk...!Baraka merasa iba melihat begitu tuanya tubuh itu, sehingga batuk pun sampai terbungkuk-bungkuk. Napasnya terengah-engah ketika tub
"Wah, kacau kalau begini!" gerutu Baraka dengan hati memendam kesal. Hati itu masih membatin, "Mimpi apa aku semalam sampai menemui masalah seperti ini. Tahu-tahu ada gadis mengaku kekasihku, mengaku hamil denganku dan menuntut kawin lari. Amit-amit jabang bayi... makanan apa yang sudah kutelan sejak kemarin sampai aku dianggap telah berbuat tak senonoh dengannya. Wah, kalau calon istriku; Hyun Jelita mendengar berita ini, bisa mengamuk habis-habisan padaku!"Dengan sabar dan hati-hati, akhirnya Baraka berhasil membujuk tangis itu hingga menjadi diam. Itupun dilakukan Baraka dengan cara memeluk Dewi Angora dan mengusap-usap kepalanya. Kepala itu bagaikan makin dibenamkan di dada Baraka. Sang gadis rasakan begitu damai hatinya, sehingga tangis pun bisa dihentikan."Apakah kau sudah bosan padaku, Baraka?"Baraka diam saja. Bosan dan tidak, belum pernah dirasakan olehnya, jadi dia bingung menjawabnya. Tetapi untuk mengalihkan percakapan yang akan mendesaknya lagi,
Baraka tersenyum, Hatinya berkata, “Benar dugaanku. Dia pasti tidak percaya dan akan ngotot. Agaknya selama aku berlatih ilmu "Kelana Indra" telah terjadi aesuatu yang aneh di tanah ini."Gadis berbibir ranum itu bangkit dan dekati Baraka dengan pandangannya yang lembut dan bening. Mata Pendekar Kera Sakti sempat menatapnya pula, hatinya berdesir dipandangi oleh gadis secantik Dewi Angora. Desiran hati akan berubah menjadi debar-debar yang menggelisahkan jika Baraka tidak segera buang pandangan ke arah bebatuan ditengah sungai itu."Apa yang terjadi pada dirimu sehingga kau lupa segalanya?"Sulit menjelaskannya bagi Baraka, akhirnya ia hanya berkata, "Aku melangkahi akar keramat, dan aku jadi lupa segalanya!"Dewi Angora manggut-manggut, agaknya ia mau mempercayai kata-kata itu dengan sangat terpaksa, lalu, Dewi Angora berkata, "Suara batuk itu adalah suara batuknya pamanku! Dia orang berilmu tinggi. Dia kakak sulung ayahku, dia sangat saya
Tak heran jika tubuh gemuk Mulut Petir itu tahu-tahu terkapar di samping semak dalam jarak enam langkah dari tempatnya berdiri tadi."Aaaow...!" Mulut Petir mengerang kesakitan sambil pegangi kaki kanannya. Ia masih duduk di tanah dengan mata terpejam menahan rasa sakit yang luar biasa itu. Keadaan tersebut ganti membuat Sangkur Balang terperanjat heran, matanya terbuka lebar memandangi temannya.Mulut Petir segera membuka mulutnya dan berteriak, "Huaaah...!"Dari mulut itu keluar sinar biru bagaikan kilatan guntur yang meleset dan menerjang Baraka.Clap, clap, clap...!Pendekar Kera Sakti tidak menangkis melainkan sentakkan kaki dalam gerakan miring dan tubuhnya melompat ke samping, bersalto dua kali hingga mendarat di sebelah kanan Sangkur Balang. Sedangkan tiga cahaya kilatan petir itu menghantam tiga pohon yang ada belakang Baraka.Duaaar...! Deeer...! Blegar...!Tak ayal lagi, tiga pohon itu terbelah dan hancur. Hanya asap sisa t