Wang Weo menelan ludah dengan susah payah. Ucapan Long Feng telah mencekiknya. Itu adalah pertanyaan jebakan, hanya retorika belaka, yang menggiring seseorang pada jawaban yang diinginkan si penanya. Memangnya siapa yang diberi wewenang untuk menolak permintaan kaisar?
"Tuan Wang? Apa kau akan memintaku untuk mengembalikan pedangmu?" ucap Long Feng lagi, memberikan desakan pada Wang Weo untuk lekas mengiyakan permintaannya.
Sesuai dugaan, sebuah senyum keterpaksaan terkembang di wajah Wang Weo. Ia tidak punya pilihan. Meskipun batinnya menolak keras permintaan Long Feng, mulutnya berkata begiu manis mempersilakan. 'Baj*ngan! Apa kau pikir aku akan diam? Kau akan menyesali ini semua!' umpat Wang Weo dalam batin.
Gelak tawa Long Feng pun kembali menggema diikuti pujian untuk Wang Weo. Ia merasa seperti di atas angin. Dengan segala kemampuan bela diri dan jurus-jurus yang ia miliki, sudah cukup untuk membuatnya menjadi pendekar kuat. Sekarang, ditambah dengan Pe
Halo pembaca yang budiman dan dermawan, Iro menyapa untuk kasih info yaa. Ada sedikit perubahan nama tokoh sampingan, tetapi tidak mempengaruhi cerita. Trima kasih sudah membaca cerita Iro. Jangan lupa dukung cerita ini dengan ksih VOTE yaaa 🤗🤗🥰
"Tidak, Ketua Wang!" sahut Dong Wei lantang. Ucapannya yang menentang perkataan Wang Weo, jelas membuat orang-orang yang ada di ruangan itu menanyakan kewarasan ketua Sekte Taring Setan itu.Meski Wang Weo belum menceritakan apa pun menyoal Long Feng yang mengingkari janji untuk mengembalikan Pedang Dewa Iblis, kemurkaan ketua aliansi itu sudah terlihat jelas dari mimik dan gesturnya. Jadi, untuk apa Dong Wei memperkeruh suasana dengan menentangnya?"Apa maksudmu? Long Feng tidak memberikan manfaat apa pun untuk kita. Sebaliknya, dia bertindak semaunya tanpa memikirkan apa yang kita inginkan. Kerja sama ini hanya menguntungkan satu pihak. Satu-satunya hal yang dia berikan pada kita hanyalah informasi tentang kelemahan Sekte Teratai Putih, lain itu tidak ada. Akan sangat bagus kalau lelaki itu binasa saja!" sergap Ju Shen yang sudah lama menginginkan kematian Long Feng.Sejak pertama kali Long Feng mengenalkan dirinya sebagai seorang panglima kerajaan, Ju Shen su
Matahari mungkin frustrasi lantaran setiap hari Zhouyang Hong selalu bangun mendahuluinya. Jika orang pada umumnya selalu terlelap lebih nyenyak saat dini hari menjelang subuh, tidak demikian dengan lelaki tua itu. Entah bagaimana matanya sudah tidak bisa lagi terpejam ketika semburat merah di ufuk barat mulai terlihat.Lelaki itu selalu disiplin bangun menjelang subuh. Ia akan langsung bergegas ke pekarangan belakang rumahnya untuk berlatih. Baru ketika matahari terbit, ia akan menyudahi latihannya dan langsung ke sungai untuk mandi. Namun, tidak untuk hari ini. "Hah, bocah pemalas itu pasti belum bangun. Akan sangat bagus kalau dia tidur selamanya. Jika saja aku tidak ingat sial*n itu murid Patriark Yong, aku pasti sudah membunuhnya," gerutu Zhouyang Hong sambil berjalan ke dapur.Zhouyang Hong mengambil sebuah ember dan mengisinya dengan lima gayung air. Dengan tangkas ia mengangkat ember itu dan berjalan cepat menuju pintu utama rumahnya.'Dasar pemala
Genjo Li meletakkan bungkusan hijau ke atas meja. Sebenarnya ia sangat ingin melihat apa isinya sejak pertama kali sang guru memberikannya. Namun, pemuda itu berusaha menahan diri agar tidak membuka bungkusan itu. Genjo Li selalu ingat pada pesan Patriark Yong bahwa bungkusan tersebut hanya boleh dibuka oleh Zhouyang Hong.Sementara itu, Zhouyang Hong masih diam dengan mata menatap tajam ke arah Genjo Li. Pikirannya masih mencoba mencerna maksud ucapan pemuda itu menyoal Patriark Yong yang menyerahkan bungkusan kain beserta sang murid padanya. Ia tidak langsung bertanya. Melihat ekspresi wajah Genjo Li, Zhouyang Hong memutuskan untuk menunggu 'pemalas' di depannya menjelaskan semuanya. Akan tetapi, Genjo Li juga diam saja dengan kepala tertunduk lesu.Pada akhirnya, Zhouyang Hong menghembuskan napas panjang. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. 'Aku bisa mati karena bosan!' gerutunya dalam hati. Kemudian, dengan nada malas ia berkata, "Baiklah, sekarang jelaskan pad
Zhouyang Hong menatap lekat sebuah buku usang dengan sampul berwarna kuning. Ia mengenali lukisan naga putih yang ada di sampul tersebut. Pandangannya kembali bergeser pada Genjo Li. Zhouyang Hong menghela napas. 'Sepertinya pemalas ini tidak tahu apa-apa,' batinnya.Genjo Li tampak berkerut keningnya. Ia benar-benar tidak mengerti bagaimana buku dalam bungkusan kain itu tidak basah sama sekali. Padahal, kain yang membalutnya sama kuyupnya dengan baju yang dikenakan pemuda itu. 'Tapi syukurlah, aku sangat cemas kalau buku itu sampai lumat', benaknya.Genjo Li khawatir jika bungkusan yang diberikan sang guru kepada Zhouyang Hong adalah sesuatu yang sangat penting. Ia yang telah menduga bahwa isinya adalah buku, mengira kalau mungkin Patriark Yong menuliskan surat atau catatan tertentu untuk sahabatnya."Apa kau tau ini buku apa?" tanya Zhouyang Hong mengagetkan Genjo Li."Ti-tidak, Tuan.""Apa kau pernah melihat buku ini sebelumnya?""Tidak,
Tabib istana memeriksa denyut nadi Long Feng. Kerutan di dahinya perlahan menghilang, membuat Kasim Qiang merasa lebih lega. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" "Yang Mulia Kaisar baik-baik saja, tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Sepertinya Yang Mulia kelelahan. Aku akan memberikan resep obatnya. Kasim Qiang harus memastikan Yang Mulia meminumnya dengan rutin, juga menjaga Kaisar agar tidak terlalu banyak beraktivitas. Akan sangat baik jika Yang Mulia beristirahat saja dulu di kamar selama dua atau tiga hari hingga badannya pulih kembali," jelas sang tabib. "Baik, Tabib Wu." Kasim Qiang memberi hormat pada sang tabib yang hendak meninggalkan tempat itu. Dalam hatinya, Kasim Qiang membenarkan ucapan Tabib Wu. Kalau diingat-ingat, beberapa waktu ini sang kaisar memang telah melewati banyak hal yang sangat menguras fisik dan pikiran. Jadi, ia mengira hal itulah yang membuat kesehatan Long Feng menurun. Kasim Qiang sama sekali tidak menaruh cur
"Yang Mulia, Menteri Pertahanan datang untuk menjenguk," lapor Kasim Qiang dengan badan sedikit membungkuk. Wajahnya tampak lebih pucat karena kelelahan mendampingi sang kaisar.Sejak kemarin Long Feng hanya berdiam di kamar karena keadaannya tidak kunjung membaik. Alhasil, Kasim Qiang harus bekerja lebih lama dari biasanya. Bahkan, bisa dibilang lelaki itu nyaris tidak bisa tidur.Selama sakit, Long Feng selalu meminta minum. Baik di siang maupun malam hari, tenggorokannya seperti kering. Bahkan ketika waktu tidur malam tiba, Long Feng sering bangun untuk meminta minum. Itu sebabnya Kasim Qiang selalu terjaga untuk memastikan para pelayan bekerja dengan benar. Selain itu, Kasim Qiang tidak ingin hal buruk terjadi pada Long Feng karena kelalaiannya yang mementingkan tidur daripada bertugas.Sebetulnya, Kasim Qiang dan para pelayan yang ada di dalam kamar itu juga merasakan serangan pening dan lemas. Akan tetapi mereka menahan diri untuk mengeluh atau
Dua pasang mata saling menatap tajam. Tidak ada suara yang terlontar dari keduanya. Masing-masing bergelayut dengan pikiran sendiri, merangkai kata untuk menjadi kalimat yang pas untuk diucapkan."Yang Mulia, apa sekiranya yang bisa aku lakukan untuk Yang Mulia?" kata Wang Weo lebih dulu menghentikan keheningan yang terjadi. Dari wajahnya terlihat sebuah senyum, tetapi ada sedikit kerutan di dahinya. Sorot matanya yang tenang tampak menyembunyikan setitik kecemasan akan sesuatu."Katakan padaku, kenapa kau memberikan bunga Persik Surga padaku?" tanya Long Feng tanpa senyum. Wajahnya begitu dingin dengan aura yang mencekam. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Wang Weo darinya.Kalau diingat-ingat, dirinya mulai jatuh sakit setelah menghirup langsung bunga yang dihadiahkan Wang Weo padanya. Meski tabib istana mengatakan bahwa dirinya hanya kelelahan, rasanya itu terlalu berlebihan.Sebelumnya, sebagai seorang panglima kerajaan, Long Feng ha
Zhouyang Hong meletakkan sebuah karung di atas meja. "Ambil dan tanam! Terserah padamu bagaimana caranya!" ucapnya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Lelaki tua itu langsung beranjak keluar rumah tanpa menghiraukan suara Genjo Li yang terus memanggilnya."Apa ini?" Genjo Li memandangi karung di depannya. Wajahnya tampak kesal karena Zhouyang Hong tidak mengatakan dengan jelas apa tugas kedua untuknya.Genjo Li mengeluarkan pedangnya dari dalam sarung. Ia kemudian memotong sedikit salah satu bagian ujung karung. "Benih padi? Untuk apa Tuan Zhouyang memberiku benih padi? Tunggu, apa ini berarti syarat keduanya adalah menanam benih padi?" gumamnya menebak-nebak.Dahi Genjo Li mulai mengernyit. Ia yakin bahwa tadi Zhouyang Hong mengatakan padanya untuk mengambil dan menanam sesuatu di dalam karung itu. 'Apa lelaki tua itu sedang ingin mengajari seorang pendekar menjadi petani?' benaknya tidak habis pikir. Akan lebih masuk akal jika Zhouyang Hong memintanya untuk berlati