Pada akhirnya situasi yang mendesak, membuat Patriark Yong Yuwen menggunakan Jurus Pedang Dewa. Seketika itu pula muncul ledakan yang sangat keras dan melukai tangan manusia serigala yang mencengkeramannya. Bahkan kedahsyatan dari ledakan itu sampai membuat manusia serigala terpental cukup jauh dari posisinya semula.
"Aau ...."
Lolongan pemimpin kawanan manusia serigala terdengar lagi, bermaksud untuk membakar semangat dari anak buahnya supaya terus bertempur hingga mendapatkan apa yang diinginkan. Secara bersahut-sahutan anak buahnya pun turut melolong dengan keras.
Dengan cepat kawanan manusia serigala mencoba memberikan serangan balik pada orang-orang dari Sekte Teratai Putih. Kuku-kuku tajam mereka siap untuk mencabik-cabik daging. Mulut mereka pun terbuka lebar dengan dipenuh gigi-gigi runcing dan taring yang siap untuk ditancapkan ke leher orang-orang Sekte Teratai Putih. Para manusia serigala itu menyerang secara membabi-buta.
"Bajing*n kalian semua!" umpat Genjo Li yang merupakan murid paling berbakat Patriark Yong Yuwen.
"Jurus Pedang Dewa," teriak beberapa orang Sekte Teratai Putih terdengar bergantian. Halilintar yang keluar dari pedang orang-orang itu, membuat malam yang begitu gelap menjadi terang benderang.
"Matilah kau!" teriak satu di antara mereka sambil menebaskan pedangnya ke arah manusia serigala.
"Enyahlah kau dari muka bumi ini!" imbuh yang lain dengan menghujamkan pedang mereka ke manusia serigala di depannya.
Satu per satu manusia serigala tumbang. Hanya tersisa pemimpin mereka dan satu anak buahnya yang masih hidup. Meskipun dengan kondisi yang mengenaskan dan berlumuran darah, anak buah manusia serigala masih berusaha berdiri memberikan perlawanan. Badannya terseok-seok menahan sakit yang teramat sangat.
Dari atas kepalanya, secara tiba-tiba Genjo Li muncul dan menghujamkan pedangnya tepat di lehernya. Dentuman halilintar dari pedang Genjo Li menjadi sebab kepalanya terlepas dari badan dengan kondisi yang telah remuk berhamburan.
Mengetahui tidak ada satu pun anak buahnya yang tersisa, pemimpin dari gerombolan manusia serigala yang sedari tadi jual beli serangan dengan Patriark Yong Yuwen, menjadi semakin ciut nyalinya. Dengan kondisi telinga kiri dan tangan kanannya yang terpotong terkena tebasan pedang Patriark Yong Yuwen, ia berusaha melarikan diri.
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, pemimpin manusia serigala itu berlari menjauh dari Patriark Yong Yuwen dan orang-orang Sekte Teratai Putih. Namun, kekuatan teleportasi yang dimiliki Patriark Yong Yuwen tentu saja jauh lebih cepat darinya.
Maka, ketika secara mengejutkan, Patriark Yong Yuwen mendadak muncul di depannya, saat itu pula pemimpin manusia serigala meregang nyawa. Pedang Patriark Yong Yuwen terayun mulus dari ujung kepala hingga ke kaki. Membuat tubuh pemimpin rombongan manusia serigala terbelah menjadi dua dengan bersimbah darah.
Secara perlahan Patriark Yong Yuwen mendarat, menapakkan kaki ke tanah. "Syukurlah semuanya sudah berakhir," bisik Patriark Yong Yuwen dengan napas masih terengah-engah dan sekujur tubuh terkena cipratan darah.
"Patriark Yong", panggil Genjo Li yang berlari tergesa-gesa menghampiri Patriark Yong Yuwen sambil membawa sesuatu.
"Saya menemukan ini", ucap Genjo Li seraya menunjukan sesuatu pada Patriark Yong Yuwen.
Patriark Yong Yuwen menggeretakkan gigi-giginya. Ia menggenggam erat batu giok hijau berbentuk taring yang diberikan Genjo Li padanya.
"Ini milik Sekte Taring Setan," ucap Patriark Yong Yuwen dengan kedua alis yang hampir menyatu. Ia lantas menghembuskan napas panjang, telah muak dengan apa yang selama ini terjadi.
Minggu ini saja, Sekte Teratai Putih telah menerima serangan tiga kali. Entah serangan dari pendekar tertentu ataupun dari golongan sekte aliran hitam, yang pasti mereka semua menginginkan Kitab Naga Bertuah.
"Cepat bawa saudara kita yang terluka untuk diobati. Dan gali lubang untuk mayat-mayat ini!" perintah Patriark Yong Yuwen sebelum meninggalkan lokasi pertempuran.
***
Kabar kekalahan manusia serigala sampai ke telinga ketua mereka. Sekte Taring Setan sebelumnya tidak pernah sekali pun berurusan dengan Sekte Teratai Putih. Mereka hanya sering mendengar kekuatan dan kemampuan bertarung dari sekte tersebut.
Ketenaran Kitab Naga Bertuah-lah yang membuat Sekte Taring Setan tergiur untuk memilikinya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan penyerangan dengan mengandalkan pendekar-pendekar pilihan dari anggotanya. Namun, pasukan yang dikirim untuk mendapatkan kitab itu, ternyata tidak mampu melaksanakan tugasnya. Malah nyawa mereka yang harus melayang di tangan orang-orang Teratai Putih. Tanpa sisa, tanpa ampun!
Kabar itu membuat Dong Wei, ketua Sekte Taring Setan, berpikir dua kali jika harus melakukan penyerangan kembali. Bahkan ada kekhawatiran jika sewaktu-waktu ada serangan balik secara mendadak dari Sekte Teratai Putih.
"Ketua, kita harus menuntut balas pada mereka atas kematian saudara-saudara kita," ucap salah seorang anggota Sekte Taring Setan sambil mendengus kesal mengingat tidak ada satu pun anggota sekte yang selamat.
"Jangan bertindak bodoh!" bentak Dong Wei dengan pandangan tajam. Ia tahu benar kemampuan dari para anggotanya yang dikirim untuk misi merebut kitab pusaka itu.
Jika Sekte Teratai Putih bisa melenyapkan pasukan pilihan dengan sangat mudah, bahkan sebelum mereka masuk ke pemukiman penduduk, tentulah kekuatan dari anggota Sekte Teratai Putih tidak bisa diremehkan.
"Sekarang kita sudah tahu siapa lawan kita. Jika kita melakukan hal yang sama, itu sama saja dengan kita menyetorkan nyawa secara percuma kepada mereka! Mereka akan membinasakan seluruh anggota sekte kita!" imbuh Dong Wei dengan suara sangat lantang. Tulang rahangnya tampak mengeras dengan bola mata memerah. Sedari tadi Dong Wei juga tidak membuka tangannya yang terkepal kuat.
"Lalu apa yang akan kita lakukan? Apa kita hanya diam dan membiarkan dendam kita tak terbalas?" pekik seorang tetua Sekte Taring Setan yang menyimpan geram melampaui batas kesabaran.
Udara di dalam ruang pertemuan markas Taring Setan terasa begitu panas meski angin malam yang terlalu malam terasa menusuk tulang. Bentakan dari tetua tadi membuat ruangan itu menjadi hening tanpa suara. Masing-masing di antara mereka saling memandang satu sama lain. Kesamaan dari semua orang di ruang pertemuan itu adalah sorot mata mereka yang tidak rela jika Taring Setan hanya diam atas pembunuhan yang dilakukan Sekte Teratai Putih.
"Bagaimana jika kita meminta bantuan?" usul Dong Wei memecah kesunyian. Tapi tidak ada anggota yang menyahut atau menanggapi. Mereka hanya mengerutkan dahi dan menoleh ke kanan atau ke kiri, melihat pada anggota lainnya.
"Pertama, kekuatan kita jelas tidak sebanding dengan kekuatan Sekte Teratai Putih. Tapi bukan berarti kita diam saja atas apa yang telah mereka lakukan. Kedua, mungkin saja kalau Patriark Yong Yuwen dan anggotanya melakukan penyerangan balik ke markas kita, dengan rencana dan waktu yang tidak kita ketahui. Jika hal itu benar-benar terjadi, satu hal yang pasti adalah kita semua akan mati. Taring Setan akan musnah," jelas Dong Wei yang sampai berdiri karena kemarahan dalam dirinya telah sampai di ubun-ubun.
"Meminta bantuan pada siapa, Ketua?"
"Sekte Iblis Neraka!" jawab Dong Wei mantap.
Sekte Iblis Neraka merupakan sekte aliran hitam terbesar di wilayah Haidong. Sekte tersebut terkenal dengan kekuatan apinya yang bisa menghanguskan desa. Namun, Iblis Neraka juga termasuk sekte yang pernah merasakan kekalahan saat bertarung melawan Sekte Teratai Putih. Kendatipun demikian, kemampuan sekte Iblis Neraka sedikit lebih baik daripada Taring Setan.
"Tidak!" protes seorang tetua, menolak dengan tegas rencana dari sang ketua.
Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang
Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji
Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn
"Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P
Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem
"Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia