Semua pasang mata yang ada di ruang pertemuan menatap tajam ke arah orang asing yang sepertinya berasal dari golongan bangsawan itu. Lelaki tersebut memiliki perawakan yang tinggi dan tegap dengan pakaian khas orang kerajaan yang didominasi warna emas. Dari caranya masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk atau membuka pintu, mendadak muncul begitu saja tanpa ada satu pun orang yang tahu dari mana, jelas menunjukkan bahwa ia bukan orang sembarangan.
"Siapa kau berani masuk ke sini tanpa izin?" bentak Dong Wei sambil berdiri.
"Tenang. Aku datang membawa kabar baik untuk kalian," jawab orang asing itu sambil berjalan santai ke arah sebuah kursi.
Tanpa ragu lelaki itu langsung duduk sebelum dipersilakan. Tidak ada gurat takut sedikit pun di wajahnya. Bahkan ia terkesan sedang menantang orang-orang yang ada di dalam ruangan dengan memandang mereka satu per satu.
Tak ayal tingkah lelaki asing yang begitu congkak dan tidak tahu sopan santun itu membuat tangan orang-orang Aliansi Jing Quo gatal ingin menyerangnya. Mereka memberikan tatapan yang sangat tajam, nyaris tanpa berkedip.
"Aku tidak tahan lagi!" ucap salah seorang ketua sekte yang secara tiba-tiba melakukan penyerangan. Ia melemparkan rantai yang ujungnya terdapat golok besar yang tampak sangat tajam. Secepat kilat golok itu menyasar tamu asing yang tidak diundang.
Brak!
Sebuah kursi kayu remuk menjadi patahan-patahan kecil yang berhamburan. Benar, golok yang dilempar Ju Shen bukannya menghujam tubuh orang yang diincar, melainkan hanya menghancurkan kursi yang sebelumnya diduduki oleh orang asing itu.
Semua orang cukup terkejut dengan aksi tamu asing yang mampu menghindar meski serangan Ju Shen begitu cepat. Mata mereka pun kemudian mencari di mana tamu asing itu berada. Seketika itu pula keterkejutan para anggota Aliansi Jing Quo mencapai batas tertinggi lantaran melihat si tamu asing sudah mengalungkan pedangnya ke leher Ju Shen.
Ju Shen mati kutu! Ia tidak berani bergerak karena tahu benar kalau pedang yang menempel di lehernya sangat tajam.
"Orang ini! Siapa dia? Kenapa serangannya sangat tidak terduga seperti ..." ucap Wang Weo dalam hati.
"Tenanglah, aku tidak akan mengganggu pertemuan kalian. Sebaliknya, aku datang sebagai sekutu," ucap orang asing itu sambil menarik pedangnya tanpa menggores leher Ju Shen. Membuat ketua dari Sekte Golok Beracun yang tadi berwajah pucat seperti melihat malaikat maut, kini bisa bernapas lagi. Ju Shen pun berdeham untuk melegakan tenggorokannya yang tadi terancam akan putus.
"Aku adalah Panglima Long Feng. Orang yang memimpin pasukan Kerajaan Haidong."
Mendengar perkenalan singkat dari tamu asing itu, orang-orang Aliansi Jing Quo menoleh ke kiri dan ke kanan, saling memandang dengan tatapan tidak percaya. Mereka juga saling berbisik, meragukan kebenaran dari ucapan Long Feng.
Pikir mereka, jika memang Long Feng adalah panglima kerajaan, tentulah ia datang membawa banyak pasukan untuk menangkap semua orang yang hadir dalam pertemuan rahasia para petinggi sekte aliran hitam itu. Bukan malah datang menawarkan bantuan. Selain itu, yang mereka tahu, panglima kerajaan bernama Lin Dan. Bukan Long Feng!
"Mungkin kalian belum mengenalku. Aku baru saja diangkat sebagai panglima di Kerajaan Haidong, menggantikan Panglima Lin Dan. Sebenarnya sikap kalian ini sedikit menyinggungku. Tapi tidak masalah. Aku telah mengampuni wawasan kalian yang payah."
"Kurang ajar!" pekik Liu Yang, ketua Sekte Bambu Hitam, sambil berdiri. Darahnya mendidih melihat tingkah Long Feng yang semakin di atas angin.
"Tsut! Aku tahu siapa kalian semua. Terutama kau Wang Weo, orang yang sangat berambisi memiliki Kitab Naga Bertuah agar menjadi pendekar pedang tanpa tanding!" imbuhnya sambil menatap tajam ke arah Wang Weo.
Wang Weo tetap diam dengan ekspresi wajah yang cenderung konstan. Tidak seperti ketua dari sekte lain, Wang Weo memang tidak begitu reaktif dengan kelakuan Long Feng. Ia hanya diam membiarkan Long Feng menuntaskan maksudnya.
"Asal kalian tahu, hanya aku yang bisa membantu kalian memusnahkan Sekte Teratai Putih. Kenapa? Karena aku adalah pendekar dari Sekte Teratai Putih!" ujar Long Feng yang menepuk dadanya berulang-ulang.
Semua pasang mata yang sebelumnya mengintai tajam gerak-gerik Long Feng, kini tampak terbelalak. Bahkan ada anggota aliansi yang matanya nyaris keluar karena kaget.
"Mengapa kami harus percaya pada bualanmu?" tanya Dong Wei menelisik.
Semuanya menjadi semakin tidak masuk akal. Pertama, Long Feng mengaku sebagai panglima kerajaan. Kedua, orang angkuh itu mengaku sebagai bagian dari Sekte Teratai Putih. Logikanya, Long Feng memiliki alasan sempurna untuk menyerang Aliansi Jing Quo. Akan tetapi, lelaki itu justru datang sebagai sekutu.
Long Feng tersenyum miring. Ia tidak menjelaskan apa-apa. Namun, Long Feng menunjukkan jati dirinya dengan menggunakan jurus teleportasi.
Long Feng berhasil membuat orang-orang melirik bahkan menoleh ke kanan dan ke kiri demi melihat perpindahan posisi dari lelaki itu, yang dilakukan tanpa menempuh jarak yang ada. Long Feng berpindah-pindah dengan sangat cepat. Awalnya berpindah ke belakang Wang Weo, lalu tiba-tiba berada di samping pintu. Lantas berpindah lagi hingga beberapa kali. Terakhir, Long Feng berdiri di atas meja pertemuan.
"Bagaimana? Masih tidak percaya?" seru Long Feng yang berkacak pinggang di tengah-tengah para anggota aliansi.
Sudah tentu jika aksi Long Feng berhasil membuat orang-orang tertegun, bahkan hingga ternganga mulutnya. Semua orang tahu, jurus teleportasi hanya dimiliki oleh pendekar yang menjadi anggota Sekte Teratai Putih. Tidak ada alasan lagi bagi anggota Aliansi Jing Quo untuk tidak percaya pada lelaki yang kini melompat turun dari atas meja.
Plok! Plok! Plok!
Wang Weo bertepuk tangan sambil berdiri dari tempat duduknya. Ia yang sejak kemunculan Long Feng telah menduga kalau lelaki itu berasal dari Sekte Teratai Putih, sekarang tersenyum lebar. Wang Weo melihat peluang emas untuk mendapatkan informasi yang bisa digunakan untuk mengalahkan Sekte Teratai Putih.
"Saya ketua dari Aliansi Jing Quo memberi hormat pada Panglima Long Feng," kata Wang Weo sambil membungkukkan badan.
Hal itu jelas membuat para anggotanya mengerutkan kening. Sebagai ketua, tentu saja Wang Weo menjadi panutan. Tapi para ketua dari sekte aliran hitam itu tidak sudi merendahkan diri dengan memberi hormat pada Long Feng yang sejak awal sudah memancing amarah mereka.
"Apa yang kalian lakukan? Ayo berikan hormat pada Panglima Long Feng!" seru Wang Weo menunjukkan tatapan mengintimidasi. Maka, dengan terpaksa para anggota Aliansi Jing Quo serempak berdiri dan membungkukkan badan.
"Hahaha, bagus-bagus. Kalian masih tahu diri. Duduklah, hormat kalian aku terima. Tenang saja, dengan bantuanku, kalian akan mampu menyingkirkan Sekte Teratai Putih dari Haidong. Aku akan memberi tahu rahasia penting dari Sekte Teratai Putih. Tentunya dengan syarat!" tutur Long Feng merasa di atas angin karena berpikir aliansi sekte hitam telah berada dalam kendalinya.
"Apa syarat yang kau ajukan?" tanya Dong Wei memicingkan mata. Ia bisa melihat, sejak awal Long Feng memiliki maksud tertentu. Lelaki itu hanya ingin memanfaatkan Aliansi Jing Quo saja.
"Mudah sekali! Setelah Sekte Teratai Putih disingkirkan, kalian harus membantuku naik tahta. Melengserkan kaisar yang sekarang," ujar Long Feng tanpa basa-basi lagi. Sudah barang tentu jika permintaan Long Feng membuat para anggota Aliansi Jing Quo mengumpat dalam batin. Ternyata memang benar, Long Feng datang hanya untuk menjadikan mereka boneka demi bisa merebut kekuasaan dari Kaisar Han Chen. Mereka pun hanya diam dengan darah mendidih. Tidak memberikan tanggapan mengingat ini adalah satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk mengetahui kelemahan Sekte Teratai Putih. Jika mereka menolak begitu saja, sampai kiamat pun mereka tidak akan pernah bisa mengalahkan Patriark Yong Yuwen dan para penduduk Jinchang. Akan tetapi, tidak mungkin pula mereka mengiyakan syarat yang diberikan Long Feng. Masalahnya, syarat tersebut bertentangan dengan hasil diskusi yang sudah disepakati oleh Aliansi Jing Quo. Mereka sudah memutuskan bahwa Wang Weo yang akan menjadi kaisar ji
Dong Wei menggeleng pelan. Ia masih tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Dengan nada protes ia berkata, "Ketua Wang, semes--" "Simpan pedangmu! Tidak seharusnya kau bersikap lancang pada Panglima Long Feng," bentak Wang Weo memotong perkataan Dong Wei. Kedua matanya melotot. Membuat Dong Wei terintimidasi atas kewibawaannya. Anggota sekaligus temannya itu pun memasukkan kembali pedangnya. Wang Weo mendongakkan kepala dan merentangkan kedua tangannya yang terkepal. Lalu ia meletakkan tangan kanannya di dada dan tangan kirinya di perut. Seketika itu pula, sebuah pedang muncul. Dengan penuh hormat, Wang Weo menyodorkan pedang itu pada Long Feng dan berkata, "Panglima, terimalah pedang ini sebagai jaminan atas kesetiaan kami padamu." Para anggota Aliansi Jing Quo langsung lemas atas apa yang mereka lihat. Mereka tahu, pedang itu telah menewaskan ratusan pendekar. Jika Wang Weo memberikan pedangnya, bagaimana bisa mereka melawan Long Feng? Sementara
Sudah barang tentu jika pernyataan Long Feng kali ini berhasil menghapus kerut di kening semua orang. Kekesalan mereka digantikan dengan terbitnya senyuman. Mereka tidak pernah menduga kalau ada masanya kekuatan Sekte Teratai Putih yang mengerikan itu bisa menghilang. Maka, setelah mengetahui kelemahan sekte terkuat di wilayah Haidong, para anggota Aliansi Jing Quo pun bergegas membuat rencana penyerangan. Hampir semua anggota aktif memberikan usulan. “Orang-orangku yang akan berada di barisan paling depan untuk membombardir Desa Jinchang dengan duri-duri tajam mematikan!” ungkap Dong Wei bersemangat. Ia sangat yakin pada kemampuan para anggota sektenya. Lebih-lebih dengan jurus Perisai Bulu Emas yang dimiliki, tidak akan mungkin orang-orang Jinchang mampu memotong bulu mereka jika hanya menggunakan pedang biasa. "Ketua Wang, aku dan seluruh anggota Golok Beracun akan siap ditempatkan di mana pun. Aku bahkan sudah tidak sabar ingin memenggal kepala Patr
Semua anggota Aliansi Jing Quo sudah berlatih dengan keras menyiapkan penyerangan. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas yang telah ada di depan mata. Sementara itu, persiapan yang matang juga telah dilakukan oleh Long Feng. Permintaannya pada Kaisar Han Chen beberapa waktu lalu telah dikabulkan. Maka, dengan sebuah gulungan berwarna keemasan yang berisi titah kaisar, ia bersama seluruh prajurit yang berasal dari Sekte Teratai Putih, kembali ke Jinchang. Benar, dengan dalih demi keamanan nyawa para prajurit, Long Feng meminta kaisar untuk memberikan cuti satu hari, tepat pada hari di mana gerhana bulan total akan terjadi. Sebagai gantinya, para pendekar terpilih dari sekte aliran putih membantu mengamankan istana bersama para prajurit yang ada. 'Aku harus mengucapkan salam perpisahan pada orang tua terkutuk itu,' gumam Long Feng dalam benaknya. Ia menghentikan langkahnya di depan kediaman orang tuanya. Long Feng menatap lekat-lekat tem
"Chen'er, cepat masuk!" perintah seorang lelaki paruh baya pada seorang bocah yang sedang bermain di halaman rumah. Melihat raut wajah lelaki di hadapannya, bocah itu pun mengangguk tanpa membantah atau sekadar bertanya. "Baik, Ayah!" ucapnya, lalu memberi hormat sebelum masuk ke dalam rumah. Patriark Yong Yuwen mendongak, memandang bulan yang bundar sempurna. Ia menghela napas panjang, berharap sesak di dadanya melebur dan hilang bersama embus angin. 'Bukankah malam ini terlalu indah untuk dilewatkan dengan bersembunyi?' batinnya. Bukan tanpa alasan Patriark Yong Yuwen tampak begitu gusar. Firasatnya mengatakan, hal buruk akan terjadi. Bukan hanya padanya, melainkan juga pada seluruh anggota Sekte Teratai Putih di Jinchang. "Petaka apa yang sebenarnya akan menimpa kami?" desisnya lirih. "Apa kau masih cemas?" Sebuah suara lembut membuat Patriark Yong Yuwen menoleh ke belakang. Lelaki itu tersenyum hangat pada perempuan bermata coklat yang mulai muncu
Jerit tangis ibu dan anak-anak pun melekat erat pada dinding-dinding ruang bawah tanah. Mereka ingin berhenti melangkah dan kembali menyusul suami dan atau ayah mereka berjuang melawan musuh. Namun, mereka tidak boleh berhenti berlari. Entah bagaimana kehidupan ini terasa begitu kejam? Bahkan rasa ‘peduli’ menjadi hal yang wajib dimusnahkan. Meskipun demikian, setelah cukup jauh melangkah, pada akhirnya mereka tidak sanggup lagi untuk menahan diri agar tidak menengok ke belakang. Para wanita itu sungguh berharap para pria menyusul mereka. “Jangan berhenti! Apa kalian tidak mengerti untuk siapa suami kalian mempertaruhkan nyawa?” pekik Huang Hua begitu keras, membuat beberapa wanita yang sempat berhenti, mulai melanhkah lagi seraya berusaha menghentikan isakan mereka. “Ibu, aku ingin bersama Ibu,” rengek Yong Chen tidak mau melepaskan pelukannya dari Huang Hua. “Chen’er! Berhenti merengek dan pergi! Ikut bibimu sekarang!” bentak Huang Hua denga
Wajah penuh luka Patriark Yong Yuwen menatap lelaki yang membuat lehernya tercekik dengan pandangan nanar. Ia benar-benar tidak berdaya. Sungguh ia tidak peduli jika nyawanya yang dipermainkan dan ditumbangkan. Namun, hatinya seperti tertusuk pisau saat melihat warga Jinchang dibantai. Andai saja kitab itu ada padanya, mungkin lelaki itu akan menyerahkannya pada Wang Weo. Meski Patriark Yong Yuwen tahu musuhnya itu tidak akan berbaik hati mengampuni mereka, bahkan mungkin akan menjadikan para penduduk Jinchang sebagai budak, kenyataannya untuk saat ini, hal itu terlihat lebih baik dibandingkan dengan melihat para warga tak berdosa tewas. "Ma-af-kan a-ku, tapi langit ... tidak menakdirkan Kitab Naga Bertuah denganmu," ucapnya tersendat-sendat. "Set*n!" umpat Wang Weo yang kemudian memberikan tendangan kuat ke perut Patriark Yong Yuwen hingga jatuh terpental ke belakang. "Bunuh semuanya! Jangan sisakan satu pun nyawa! Aku ingin mencium tajamnya wangi darah segar,
Kenyataannya, pedang Wang Weo sama sekali tidak membuat Huang Hua gentar. Tidak ada raut takut ataupun cemas dalam mukanya. Perempuan itu justru terlihat menyunggingkan senyum mengejek. "Sampai kapan pun kau tidak akan mendapatkan kitab itu. Ketahuilah, kitab itu berada di tangan yang benar. Jika waktunya telah tiba, dia akan datang padamu. Seorang pendekar pedang tanpa tanding, yang menguasai segala jurus pedang dalam Kitab Naga Bertuah. Lalu kalian akan ma-" Wang Weo tidak kuasa menahan tangannya untuk tidak menggorok leher jenjang Huang Hua. Tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang dikatakan perempuan itu bisa saja terjadi. Dengan Kitab Naga Bertuah, pendekar selemah apa pun, bisa menjadi seorang pendekar tanpa tandingan. "Habisi semua penduduk Jinchang! Cari kitab itu di rumah-rumah warga, juga di dalam ruang bawah tanah!" Perintah dari Wang Weo menjadi akhir bagi kehidupan di Jinchang. Para pendekar dari sekte aliran hitam itu mengahabisi semua orang, baik bayi, bal